Selasa, 31 Juli 2012

Hasil Konversi Peta Bintang Tiongkok ke Peta Astrologi Barat

Minggu, 29 Juli 2012

SERBA-SERBI CIONG YANG BERBEDA ENAM TAHUN

SERBA-SERBI CIONG YANG BERBEDA ENAM TAHUN


Ivan Taniputera
30 Juli 2012



Banyak orang bertanya-tanya, apakah ia boleh menikahi kekasihnya yang usianya berbeda enam tahun. Dalam memahami masalah ciong, kita perlu kembali pada filosofi dasar selaku latar belakang bagi metafisika Tiongkok tersebut. Jika kita tidak bersedia memahaminya, maka konsep tentang ciong akan sulit dimengerti. Oleh karenanya, pada kesempatan kali ini saya akan mencoba sedikit mengulas mengenai makna ciong yang berbeda enam tahun. Pada kesempatan berikutnya akan diulas juga ciong dengan beda tiga tahun. Baiklah, mari kita mulai pembahasan kita. Silakan lihat gambar yang saya buat di bawah ini. 




Ternyata ciong enam tahun sebagian besar disebabkan oleh pertentangan unsur. Sebagai contoh Zi (tikus) yang berunsur air akan bertentangan dengan Wu (kuda) yang berunsur api. Yin (macam) yang berunsur kayu akan bertentangan dengan Shen (monyet) yang berunsur logam. Jadi sini pertentangan atau ciongnya adalah bersifat "hidup dan mati." Itulah sebabnya, sebagian orang menyebutkan bahwa ini adalah "ciong besar."

Namun bagaimana dengan Chou (kerbau) dan Wei (kambing) yang sama-sama berunsur tanah? Sehubungan dengan cabang bumi yang berunsur tanah, terdapat pengecualian. Pertentangan yang terjadi tidak bersifat hidup atau mati, melainkan persaingan. Jadi di sini pertentangannya lebih bersifat halus atau efeknya lebih lambat dirasakan.

Apakah ciong selalu berdampak buruk? Jawabnya tidak selalu demikian. Filosofi Tiongkok adalah berlandaskan prinsip keseimbangan. Guna menjawab pertanyaan ini kita harus mengulas sedikit mengenai bazi atau delapan karakter. Yakni empat pasang paduan tiangan-dizi yang ada dalam kelahiran seseorang. Jika unsur atau elemen yang ciong adalah elemen yang buruk (sebagian praktisi menyebutnya elemen yang tidak diperlukan dan beragam istilah lainnya, whatever lah), maka itu justru baik. Ibaratnya para penjahat yang berkelahi satu sama lain, sehingga tidak sempat melakukan kejahatan pada orang lain. Mereka terlalu sibuk dengan perkelahiannya, sehingga tidak sempat melakukan tindak kejahatan. Sebaliknya jika elemen yang baik yang saling bertentangan, itu justru kurang baik. Ibaratnya ada sekelompok orang yang ingin berbuat baik pada kita, namun mereka malah berkelahi satu sama lain. Akibatnya, mereka tidak sempat membantu kita, karena disibukkan oleh perkelahiannya itu.

Sebenarnya masih ada pembahasan dari sisi astronomi dan astrologi, namun karena diperlukan banyak diagrarm guna menjelaskannya, saya tidak akan membahasnya pada kesempatan kali ini. Barangkali pada lain kesempatan. Masih ada lagi ulasan berdasarkan polaritas masing-masing cabang bumi (dizi), yakni yin-yang, namun karena tulisan ini sifatnya hanya pengantar, kita belum akan membahasnya lebih lanjut. Semoga bermanfaat.

BAGAIMANA MENGATASI CIONG YANG BERBEDA ENAM TAHUN?

Banyak orang yang hanya sanggup mengatakan bahwa suatu pasangan saling ciong, namun tidak dapat memberikan solusinya. Hal ini sebenarnya tidaklah etis, karena dapat merusak jalinan hubungan antara dua orang. Dalam filsafat dan metafisika Tiongkok, tujuan kita mempelajari pengetahuan Bazi, Ziweidoushu, serta astrologi adalah demi meningkatkan kehidupan kita, yakni dengan menelaah kaitan-kaitan antara Langit, Bumi, dan Manusia. Dengan memiliki pengetahuan mengenai hal itu, kita dapat memanfaatkan aspek ruang dan waktu. Mengatasi ciong harus holistik dengan memperhatikan berbagai aspek. Tentu saja apa yang dipaparkan di sini masih dalam taraf pengantar semata. Apabila para pembaca ingin mengetahui lebih mendalam, maka mau tidak mau harus masuk ke dalam kasus, karena tiap kasus akan mengharuskan kita memberikan pandangan berbeda-beda. Namun secara umum mengatasi ciong adalah sebagai berikut:

1.Sebelumnya telah diulas bahwa elemen yang menguntungkan atau dibutuhkan jika ciong akan memberikan efek yang kurang baik. Ini dapat diibaratkan orang-orang yang seharusnya membantu kita namun saling bertengkar satu sama lain, sehingga akhirnya tidak jadi menolong kita. Perumpamaan lainnya adalah polisi yang saling bertengkar, sehingga akhirnya justru para penjahat yang bersuka cita. Oleh karenanya, demi memisahkan pertengkaran tersebut, harus ada elemen pengganggu ketiga, yang berbeda tiga cabang bumi dengan elemen yang saling ciong tersebut. Ini disebut "po." Ibaratnya adalah dua orang anak sedang bertengkar dan tiba-tiba datang seorang guru galak yang memisahkan mereka. Kedua orang itu merasa takut dengan kehadiran guru tersebut dan menghentikan pertengkarannya. Untuk jelasnya lihat gambar yang saya buat.




Zi (Tikus) ciong dengan Wu (Kuda), oleh karenanya pergunakan You (ayam) yang berbeda tiga cabang bumi.

Catatan: Cabang bumi yang "po" ini hendaknya unsur yang menguntungkan atau dibutuhkan, karena bila tidak ibaratnya lepas dari satu kerepotan, tetapi malah mengalami kerepotan lainnya. Kasus semacam ini sering terjadi. Memang benar bahwa permasalahan yang dialami mereda, tetapi timbul masalah lainnya. Jika tidak memungkinan maka harus memikirkan cara lainnya. Bagaimana penerapannya?

A.Beberapa praktisi menyarankan penggunaan kalung atau perhiasan bergambar lambang hewan (shio) penetralisir. Boleh juga memasang patung hewan tersebut pada sudut rumah yang tepat.

B.Memperkuat sudut rumah atau kamar yang berkaitan dengan hewan tersebut. Mengenai arah yang benar dalam melihat Luopan atau diagram 24 Gunung. Metoda ini juga ada yang menyebutnya "aktifasi," yakni dengan memasang air mancur, pelita, dan lain sebagainya. Ini pemanfaatan aspek RUANG.

C.Jika memungkinkan, maka jam ataupun hari pernikahan atau segala sesuatu yang berkaitan dengan pernikahan dilakukan pada jam atau hari cabang bumi terkait:
Jam Tikus 23.00-01.00.
Jam Kerbau 01.00-03.00.
Jam Harimau 03.00-05.00.
Dan seterusnya. Ini adalah wujud pemanfaatkan aspek WAKTU.

D.Dengan demikian, ciong juga dapat membaik seiring dengan berlalunya waktu, karena cabang bumi senantiasa bersiklus.

E.Jika mempunyai anak, maka dapat mengupayakan agar anak memiliki cabang bumi yang dikehendaki tersebut. Oleh karenanya, hal ini dapat menjelaskan mengenai pasangan yang sering bercekcok, namun setelah memiliki anak hubungan keduanya menjadi membaik.

2.Bisa juga menggunakan cabang bumi yang bila bergabung dapat menghasilkan elemen baru. Ini berarti bahwa cabang bumi pengganggu melenyap atau melebur, sehingga sirna kekuatannya. Dengan catatan, bahwa elemen baru yang dihasilkan harus merupakan elemen yang dibutuhkan atau bermanfaat. Rumusnya adalah sebagai berikut: LIU HE (Enam Penggabungan)

Tikus + Kerbau = Tanah.
Harimau + Babi = Kayu.
Kelinci + Anjing = Logam.
Naga + Ayam = Api.
Ular + Monyet = Air.
Kuda + Kambing = Api.

Meskipun demikian, jika cabang bumi pilar bulan bertentangan elemennya dengan elemen hasil penggabungan cabang bumi, maka penggabungan TIDAK dapat terjadi, sehingga cara ini tidak dapat digunakan.
Cara penerapannya kurang lebih sama dengan di atas. 3.Bisa juga menggunakan elemen-elemen yang membentuk struktur segitiga. Secara umum terdapat:

a.Struktur segitiga air.
b.Struktur segitiga kayu.
c.Struktur segitiga api.
d.Struktur segitiga logam.

4.Menempati rumah yang dengan arah hadap sesuai dengan angka "gua" keduanya.

5.Pertimbangan selanjutnya adalah dengan analisa holistik yang menggabungkan Bazi, Ziweidoushu, dan Astrologi, sehingga dapat diketahui apa kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dengan demikian dapat dicari solusi praktisnya.

6.Gunakan patung sepasang bebek mandarin, karena bermakna kerukunan. Tentu saja bagi yang percaya kekuatan simbol. Demikian kurang lebih tatacara mengatasi ciong yang berbeda enam tahun.

CONTOH KASUS PERNIKAHAN BERBEDA ENAM TAHUN




Ini adalah contoh pasangan suami isteri yang berbeda enam tahun dan oleh orang awam disebut ciong besar. Perhatikan bahwa suami bershio babi (Hai), sedangkan isteri bershio ular (Si). Benarkah jika mereka menikah akan bermasalah?

Suami memiliki elemen diri air meskipun terlahir di bulan api, namun jika diperhatikan api pada pilar bulan dikepung oleh air yang berasal dari pilar hari maupun tahun. Selain itu, pada pilar jam terdapat tanah yang melepahkan api dan logam yang menguatkan air. Jadi di sini elemen air termasuk kuat. Dengan demikian sebagian praktisi menyebutkan bazinya terlalu “dingin,” dan butuh kehangatan. Jadi bazi ini sangat memerlukan api.

Isteri memiliki elemen diri logam yang terlahir pada bulan api. Selain itu, Wu dan Xu dapat membentuk konfigurasi api setengah. Konfigurasi ini bisa terjadi karena tidak bertentangan dengan energi elemen pada cabang bumi pilar bulan. Dengan demikian, kekuatan api menjadi bertambah. Oleh karena itu, elemen api menjadi kuat atau dominan. Bazinya menjadi terlalu panas dan kering. Jadi isteri memerlukan air untuk mendinginkanya. Berdasarkan Bazinya, isteri memiliki penampilan yang menarik dan mempunyai semacam daya tarik bagi lawan jenis.

Oleh karena itu, berdasarkan komposisi elemen yang ada di Bazi masing-masing justru saling melengkapi. Suami perlu isteri untuk menghangatkan bazinya, sedangkan isteri perlu suami guna mendinginkan bazinya. Dengan demikian, tidak benar bahwa beda enam pasti akan bermasalah.

Perhatikan lebih lanjut bahwa Wu di pilar bulan isteri liuchong atau ciong dengan Zi di pilar hari suami. Pilar bulan melambangkan orang tua, sedangkan cabang bumi pilar hari biasa disebut istana pasangan hidup. Ini adapat ditafsirkan bahwa orang tua pihak wanita akan menentang atau kurang menyetujui perkawinan tersebut.  Namun perhatikan bahwa di pilar jam terdapat You yang dapat menetralisir pertentangan tersebut. Dengan demikian, mereka akan bisa menikah. Boleh juga ditafsirkan bahwa setelah kehadiran anak, ketidak-sukaan orang tua/mertua akan mereda.

Apabila ditinjau lebih jauh baik suami atau isteri sama-sama merupakan orang yang keras. Hanya saja suami masih lebih dapat mengalah atau dengan mengimbangi isterinya.

KESIMPULAN: Berbeda enam tahun belum tentu ciong.

Sebagai tambahan, saya tidak memberikan analisa atau konsultasi gratis. Saya sering menerima email atau message yang meminta analisa gratis. Ini adalah sesuatu yang sia-sia. Jika ingin berkonsultasi atau saya analisa, maka itu berbayar. Oleh karenanya, jika Anda ingin analisa atau konsultasi gratis maka mohon agar tidak menghubungi saya. Demikian harap maklum

Artikel menarik lainnya silakan bergabung dengan https://www.facebook.com/groups/339499392807581/


Kamis, 26 Juli 2012

Satu Lagi Contoh Sastra Melayu Tionghua: "Setangan Berloemoer Darah atawa Hikajat Tan Hian Beng"

Satu Lagi Contoh Sastra Melayu Tionghua: "Setangan Berloemoer Darah atawa Hikajat Tan Hian Beng"

Ivan Taniputera
26 Juli 2012


Saya baru mendapatkan buku lama yang merupakan cetakan kedua tahun 1928 berjudul "Setangan Berloemoer Darah atawa Hikajat Tan Hian beng." Buku ini merupakan karya Tjoe Hong Bok dan nampaknya sangat sesuai bagi yang ingin mempelajari mengenai sastra dan bahasa Melayu Tionghua. Isinya mengisahkan mengenai pembunuhan seorang wanita Tionghua dan dituturkan dengan gaya seperti cerita detektif.

Berikut ini akan dikutipkan bagian pembukannya yang bertajuk "Soeara Treak di Waktoe Malam" (halaman 4):

"Tanggal 2 Maart 1808 pada waktoe malem soeara goentoer beroentoen-roentoen goemoeroeh di atas kota Cheribon, jang gelap, sehingga bikn seram boeloe badan orang. Oedjan amat lebat baroe sadja brenti; sekarang itoe goemoeroehnja goentoer ada dibarengin oleh angin besar jang menioep dengan bersoeit pada poehoen-poehoen besar dan tinggi, merontoken titik-titik aer oedjan dari marika poenja tjabang-tjabang ka tanah, jang soeda djadi letjak belaka; kamoedian angin bersoeit poela dan berderoe melintasi roemah-roemah.
Di kedjaoehan kilat-kilat bergoemirlapan dari mendoeng jang sedeng menjingkir lebi djaoeh. Awan djadi makin tipis dan remboelan memantjarken sinarnja dengan menemboesi mega jang djernih ka moeka boemi, sabentar katoetoep oleh mega jang tebel, sabentar lagi sampe lama mentjorong dengan laloeasa, sehingga sekarang orang bisa membedakan keadaan di masing-masing tempat.
Itoe waktoe soeda djaoeh malem; di djalanan-djalanan ada sepi sekali, melingken terkadang masi ada satoe doea orang, jang djalan dengen tjepet akan poelang ka roemah; sabenar-bentar toekang-toekang djaga jang bergadang, denger soeara kotekan dengan marika poenja tong-tong.
Kesepian sebagi jang ditoetoerken diatas ini, tida aken dapet bandingan soenjinja kampoeng Tjampang, jang pernahnja ada sedikit berdjaoehan dari kampoeng Tionghoa. Pendoedoek kampoeng Tjampang ada bertjampoeran antara orang-orang Tionghua dan Djawa, tapi sebagian besar ada bangsa jang terseboet blakangan. Keadaan di kampoeng jang dimaksoedken ini sasoenggoehnja djoega ada amat soenji, sehingga boleh bikin bergidig pada orang jang misti djalan melaloei djalanan disitoe pada waktoe malem, terlebih poela dalem prikeadaan di malem terseboet; djalanan jang betjek ada menikoeng doea kali dan menandjak ka satoe straat ketjil, jang di sepandjang kadoea tepinya ada banjak poehoen-poehoen, jang besar dan lebat daonnja......"

Berdasarkan kutipan di atas, kita dapat mengetahui perbedaan kosa kata antara bahasa Melayu Tionghua dengan bahasa Indonesia.  Sebagai contoh:

Maart - Maret
Malem - malam
goemoeroeh - gemuruh
treak - teriak
straat - jalan
misti - harus
blakangan - belakangan
daon - daun

Nampak pengaruh-pengaruh bahasa Belanda, seperti dalam nama bulan (Maart) dan straat (jalan). Akhiran "kan" pada karya sastra di atas menjadi "ken."

Kita juga dapat memperoleh beberapa informasi lain berdasarkan kutipan di atas:

1.Pada tanggal 2 Maret 1808 terjadi hujan, yang menandakan bahwa di masa itu bulan Maret masih musim penghujan. Iklim dengan demikian masih belum berbeda jauh dengan sekarang. Hujan lebat terkadang juga masih turun di Pulau Jawa pada bulan Maret.
2.Kemudian saya membuka almanak tahun 1808 dan mendapati bahwa tanggal 2 Maret 1808 itu adalah adalah tanggal 6 bulan 2 penanggalan lunar, sehingga bulan tentunya masih berupa bulan separuh. Sebagai pembanding saya mencoba membuat diagram perbintangan pada tanggal tersebut.


Berdasarkan diagram perbintangan di atas, bulan masih berjarak kurang dari separuh oposisinya (180 derajat) dari matahari, dengan demikian tanggal 6 penanggalan Lunar itu sudah masuk akal. Menariknya pada diagram di atas terdapat square antara moon dengan Venus. Venus dalam astrologi melambangkan wanita, sehingga nampaknya cocok dengan peristiwa pembunuhan di atas, karena korbannya adalah wanita.

3.Pada abad ke-19 penduduk Tionghua dan Jawa berdasarkan kutipan di atas sudah tinggal berbaur di satu kampung (dalam hal ini Kampung Campang), walaupun masih banyak penduduk yang berasal dari suku Jawa. Ini menandakan bahwa pada masa itu, aturan tinggal di daerah tertentu bagi suku Tionghua sudah tidak begitu ketat lagi.

Berminat kopi silakan hubungi ivan_taniputera@yahoo.com.

Sekelumit Sejarah Pendidikan Agama Kong Hu Cu di Semarang

Sekelumit Sejarah Pendidikan Agama Kong Hu Cu di Semarang

Ivan Taniputera
26 Juli 2012

Artikel ini saya dapatkan dari buku "Mengenal Kotamadya Semarang" yang diterbitkan oleh Kotamadya Semarang tahun 1968 (kurang lebih 130 halaman). Pada halaman 74-75 dapat kita baca seluk beluk pendidikan Agama Kong Hu Cu di Semarang:

"Tanpa banjak didengar orang tetapi berkembang terus, adalah Agama Khonghutju dikotamadya Semarang..
Agama Khonghucu ini telah mendapat pengakuan oleh Pemerintah R.I. bersadarkan Penpres No. I tahun 1965."

Disebutkan pula bahwa Jawa Tengah terdapat kesulitan sehubungan dengan tenaga-tenaga pengajar Agama Konghucu, sehingga baru dapat diselenggarakan di beberapa kota saja, yakni Surakarta, Pekalongan, Lasem, dan Semarang. Sedangkan di kota-kota lainnya baru dalam taraf penggarapan.

Sekolah-sekolah yang mengajarkan Agama Konghucu di Semarang adalah:

1.SMA Kesatrian di Jalan Gajahmada.
2.SMP dan SMA Karangturi di Jalan Mataram (sekarang M.T. Haryono).
3.SMP dan SMA Nas. Nusaputra di Jalan Kapuran.
4.Universitas UNTAG di Jl. Seteran.

SMP dan SMA Karangturi yang merupakan sekolah alumni penulis ternyata dahulunya juga mengajarkan Agama Kong Hu Cu.

Masih menurut sumber tersebut, tenaga pengajar yang dianggap mampu ada tujuh orang:

"Ketudju tenaga tersebut harus dapat melajani keperluan daerah2 sedjawa Tengah bilamana diperlukan. Sungguhpun tenaga jang ada hanya terbatas namun semangat kerdjanja sangat besar dan menjenangkan."

Berdasarkan kutipan di atas nampak nyata adanya kekurangan tenaga pengajar Agama Kong Hu Cu di Jawa Tengah, karena demi mengajar sekian banyak siswa hanya ada tujuh orang saja yang mumpuni. Tetapi meskipun adanya kekurangan, mereka tetap bekerja penuh semangat. Selanjutnya disebutkan bahwa ".... oleh Pimpinan kini telah dididik beberapa kader untuk mengisi tenaga pengadjar untuk menjadi guru Agama." Meskipun demikian, penulis tidak mengetahui siapakah yang dimaksud "Pimpinan" di sini.

Pusat Agama Kong Hu Cu waktu itu berada di Surakarta, yang dipimpin oleh Phendita/ Haksu Sdr. Djie Djay Ing. Adapun alamatnya adalah Jl. Jagalan 15, Surakarta.

Di Semarang sendiri, Kebaktian Agama Kong Hu Cu dipimpin oleh para pengurus dengan susunan sebagai berikut:

1.Pimpinan Umum : Sdr. Hardjopranoto.
2.Ketua Lithang (merangkap Penulis-mungkin sekarang disebut Sekretaris) : Sdr. G. Atmodjojo.
3.Bagian Keuangan : Sdr. Hoo Wie Tjay.
4.Pembantu : Sdr. Tan Sing Hwie.

Berdasarkan data dari buku tersebut, jumlah penganut Agama Kong Hu Cu di Semarang adalah 5.000 orang dengan kebaktian yang diadakan setiap Minggu Sore di Jl. Gang Lombok 60.

Selanjutnya didaftar pula kitab-kitab yang dipergunakan dalam Agama Kong Hu Cu, yakni:

1, Empat Kitab (Sishu), yakni:
a. Lun Gie (Lunyu), berisikan percakapan antara Nabi Kong Hu Cu dengan para siswa-siswanya.
b.Tay Hak (Daxue), bab XLII Liji.
c. Tiong Yong (Zhongyong), bab XXXI Liji, yang disusun oleh Tju Su, yakni cucu Nabi Kong Hu Cu.
d. Bing Tju (Mengzi), berisikan percakapan Bing Tju dengan para raja beserta siswanya.

2.Lima Kitab Suci (Ngo King = Wujing), yakni:
a. Shi King (Shijing) atau Kitab Nyanyian.
b. Shu King (Shujing) atau Hikayat.
c. Ya King (Yijing) atau Kitab Tentang Perubahan.
d. Tjhun Tjhiu (Cunqiu) atau Kitab Musim Semi dan Rontok.
e. Lee Kie (Liji), yakni kitab tentang tata susila.

Berdasarkan Penpres no. I/ 1965 ada enam agama yang diakui di Indonesia, yakni Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu Bali, Buddha, dan Kong Hu Cu, Meskipun demikian, akhirnya hanya lima agama saja yang diakui di Indonesia. Belakangan ini, barulah Agama Kong Hu Cu mendapatkan pengakuan kembali.

Buku ini tidak tercantum tulisan hak cipta dilindungi undang-undang, sehingga nampaknya boleh difoto kopi. Bagi yang berminat silakan menghubungi lewat japri.

Selasa, 17 Juli 2012

Ritual Pembakaran Jenazah (Kremasi) Warga Tionghua di Indonesia (lingkup penelitian: Surabaya)

Ritual Pembakaran Jenazah (Kremasi) Warga Tionghua di Indonesia 
(lingkup penelitian: Surabaya)

Ivan Taniputera
17 Juli 2012

Data ini dikumpulkan dari hasil wawancara dan pengamatan langsung beberapa tahun yang lalu di kalangan warga etnis Tionghua di Surabaya yang memilih kremasi bagi almarhum keluarganya. Pertama-tama akan diulas alasan memilih kremasi.

A.Alasan Memilih Kremasi

Kremasi sendiri akan saya golongkan menjadi dua macam, yakni:

1.Kremasi yang langsung dilakukan setelah meninggalnya anggota keluarga tersebut.
2.Kremasi yang dilakukan lama setelah meninggalkan anggota keluarga tersebut.

Golongan kedua memerlukan penjelasan lebih lanjut. Yang dimaksud adalah awalnya almarhum dimakamkan di pemakaman, namun setelah terjadi penggusuran makam atau sebab lainnya, anggota keluarga/ ahli waris almarhum memutuskan melakukan kremasi.

Biasanya kremasi dilakukan oleh etnis Tionghua penganut agama Buddha, karena jenazah Buddha juga dikremasi (lihat Mahaparinibanna Sutta). Namun tidak semua etnis Tionghua yang menganut agama Buddha dikremasi. Selain itu, etnis Tionghua yang tidak beragama Buddha juga ada yang dikremasi. Dengan demikian, kita boleh menyimpulkan bahwa meskipun faktor agama memainkan peranan penting dalam pemilihan kremasi, namun itu bukan satu-satunya faktor penentu.
Faktor lainnya adalah karena tidak menemukan tanah dengan Fengshui yang baik.
Faktor berikutnya adalah permintaan atau wasiat almarhum sendiri yang barangkali karena tidak ingin merepotkan keturunannya.
Selanjutnya, kremasi dipilih karena anggota keluarga tidak mau repot-repot menziarahi makam tiap hari-hari tertentu.

Secara umum, itulah faktor-faktor yang menentukan pemilikah kremasi. Kendati demikian, menurut pengamatan penulis, prosentase yang memilih pemakaman masih jauh lebih besar dibandingkan kremasi. Penelitian silang dapat dilakukan dengan mengamati iklan-iklan duka cita di surat-surat kabar.

Penulis pernah mendengar alasan lain pemilihan kremasi, yakni karena almarhum mengalami kecelakaan, sehingga tubuhnya tercabik-cabik. Banyak organ tubuh yang tidak lengkap lagi.

B.Ritual Umum

Ritual awal kremasi tidak begitu berbeda dengan pemakaman. Biasanya jenazah warga Tionghua diinapkan lebih dahulu di rumah duka selama beberapa hari, sehingga memberi kesempatan pada rekan, sahabat, dan handai taulan memberkan penghormatan terakhir. Upacaranya juga menyesuaikan agama almarhum dan keluarganya. Bagi penganut agama Buddha akan memanggil bhikshu atau caima. Karena ritual ini sifatnya umum, maka tidak akan kita ulas lebih lanjut.

CATATAN: Rumah duka di Surabaya yang menjadi obyek penelitian adalah Adi Jasa, Jalan Demak.

C.Ritual Khusus

Berlangsung di krematorium dan diawali saat peti jenazah ditaruh pada rantai penarik yang akan membawanya memasuki ruang pembakaran. Keluarga almarhum atau wakilnya akan memasang dupa dan bersembahyang pada dewa api (Huoshen). Dipercaya bahwa dewa api itu merupakan pelindung bagi krematorium.
Keluarga yang masih memegang tradisi Tionghua akan membuat meja sembahyang di depan peti jenazah, sebagaimana halnya pada ritual pemakaman. Sebelum peti jenazah ditarik masuk ke dalam ruang pembakaran, maka anggota keluarga akan memberikan penghormatan terakhir, dan biasanya inilah momen yang "basah oleh air mata."
Setelah pembakaran selesai, maka akan dipisahkan antara abu kayu dan tulang. Biasanya ini memerlukan jasa seorang ahli. Selanjutnya ada dua kemungkinan bagi abu jenazah:

1.Disemayamkan di rumah abu.
2.Dihanyutkan di laut (Jawa: dilarung).

Di Surabaya rumah abunya contohnya ada di Jalan Kembang Jepun. Ziarahnya juga mirip dengan pemakaman. Biasanya tiap cengbeng. Ahli pewaris meminta pada penjaga rumah abu agar abu anggota keluarganya dikeluarkan. Lalu ditaruh di atas meja yang telah tersedia dan mereka melakukan penghormatannya.
Bagi yang dilarung, maka abu akan ditaruh pada sebuah kendi atau kuali yang diikat atau ditutup dengan kain merah. Mereka lalu menyewa kapal dan dengan tali merah kendi berisi abu tadi diturunkan ke laut. Begitu telah menyentuh air, kendi tadi dilepaskan. Proses dianggap telah selesai.


TAMBAHAN:

Ada tambahan lagi mengapa ahli waris kuburan lama melakukan kremasi terhadap jenazah leluhurnya. Ini adalah dari sisi Fengshui. Menurut ilmu Fengshui, masa jaya sebuah kuburan adalah 60 tahun (satu masa besar atau great epoch). Setelah lewat masa jaya tersebut, fengshui kuburan dapat menjadi buruk dan mengganggu keturunannya. Itulah sebabnya, lantas mereka membongkar kuburan dan melakukan kremasi.

Minggu, 15 Juli 2012

Empat Punakawan: Tinjauan Filosofis dan Metafisika

Empat Punakawan


Ivan Taniputera
15 Juli 2012



Empat Punakawan, yakni Semar, Bagong, Gareng, dan Petruk, adalah merupakan ciri khas pewayangan di Jawa. Dalam Mahabharata India tidak dikenal adanya punakawan ini. Terdapat banyak hal yang dilambangkan oleh punakawan, yakni semangat pengabdian nan tulus pada para ksatria yang menjadi tuannya. Meskipun terkadang melakukan hal yang lucu dan bodoh, namun semangat kesetiaan mereka tidaklah perlu diragukan. Semar sendiri sebenarnya adalah penjelmaan Hyang Manikmaya, sehingga kedudukannya sangat tinggi. Namun Beliau rela turun ke dunia guna membimbing para Pandhava. Seseorang pemimpi yang baik hendaknya merakyat, yakni bersedia "turun ke bawah" demi kepentingan rakyatnya.

Pada tataran filosofis yang lebih tinggi, masyarakat Jawa mengenal apa yang disebut "kakang kawah adi ari-ari sedulur papat lima pancer." Apa yang disebut papat lima pancer sebenarnya adalah Panca Skandha. Kelima skandha ini dapat digolongkan menjadi nama dan rupa. Kakang kawah adi ari-ari (kakak berupa air ketuban dan adik berupa ari-ari) ini merupakan perlambang bagi nama dan rupa. Nama adalah skandha yang bersifat "batin"-yang berjumlah empat; sedangkan rupa adalah skandha bersifat fisik. Nama dan rupa ini adalah kesatuan psikofisikal manusia; yakni dalam artian manusia itu terdiri dari aspek batin beserta jasmani.

Empat Punakawan melambangkan skandha yang bersifat "batin." Empat punakawan ini senantiasa menyertai seorang ksatria yang merupakan perlambang bagi sang "aku" atau atman (Pali: atta).

Semar adalah tokoh yang senantiasa berpikir penuh kebijaksanaan, sehingga Semar dapat dianggap melambangkan vijnana (Pali: vinnana), yakni skandha kesadaran.
Petruk mempunyai sikap gemar berkelahi dan senang menguji kekuatannya. Oleh karenanya, Petruk boleh dianggap sebagai perlambang samjna (Pali: sanna) atau persepsi, yakni bertugas mengenali atau menguji sesuatu.
Gareng mempunyai sikap hati-hati dalam bertindak dan mementingkan perasaan, sehingga Gareng boleh dianggap mewakili vedana, yakni segenap perasaan baik itu menyenangkan maupun tak menyenangkan.
Bagong mempunyai sifat gemar bertindak semau sendiri. Karenanya, ia boleh dianggap mewakili samskara (Pali:sankhara) atau bentukan-bentukan pikiran, yang terdiri dari buah pemikiran, pendapat, gagasan, prasangka, kebiasaan batin, keinginan, dan lain sebagainya. Pikiran memang sifatnya liar dan susah dikendalikan.

Berdasarkan uraian di atas, punakawan memperlihatkan bahwa orang di zaman dahulu telah mengenal filsafat yang mendalam terkait pengetahuan mengenai diri sendiri.

Rabu, 11 Juli 2012

Asal Muasal Bahasa Melayu

ASAL MUASAL BAHASA MELAYU

Ivan Taniputera
11 Juli 2012

Pada kesempatan kali ini saya berniat mengajak kita semua menelusuri asal muasal Bahasa Melayu. Hingga saat ini terdapat tiga teori mengenai asal muasal Bahasa Melayu. Adapun teori-teori tersebut adalah sebagai berikut:

1.Bahasa Melayu berasal dari Sumatera

Sumbernya adalah "Sejarah Melayu," yang mengisahkan mengenai seorang keturunan Raja Iskandar Dzulkarnain bernama Raja Suran pada abad ke-13. Salah seorang keturunan Beliau bernama Raja Sang Purba mendirikan kerajaan di Bukit Siguntang, Sumatera Barat. Beliau kemudian menikah dengan Tun Sedari, puteri Raja Demang Lebar Daun, dari Palembang. Kedua orang raja segera mengadakan perjanjian perdamaian akan senantiasa seia sekata dan tidak bermusuhan satu sama lain. Raja Demang Lebar Daun konon merupakan keturunan Sriwijaya dan juga Iskandar Dzukarnain, sehingga puternya dianggap paling cocok menikah dengan Raja Sang Purba.
Bahkan Raja Demang Lebar Daun kemudian menyerahkan singgasananya di Palembang pada Sang Purba, sehingga kedua kerajanan itu menjadi satu. Sang Purba menjadi raja bagi kedua negeri yang dipersatukan tersbut, sedangkan Demang Lebar Daun menjadi perdana menterinya.

Adapun keturunan Raja Sang Purba dengan Tun Sedari adalah sebagai berikut:

1.Sang Maniaka-putera sulung.
2.Puteri Tanjung Buih-anak angkat.
3.Puteri Chandra Dewi.
4.Puteri Mangindra Dewi.
5.Sang Nila Utama.

Puteri Chandra Dewi menikah dengan dengan Kaisar China, sedangkan Puteri Tanjung Buih dinikahkan dengan seorang pangeran dari China.
Pada perkembangan selanjutnya Kerajaan Palembang dibagi dua:

1.Palembang Hilir diperintah oleh Datuk Sigantar Alam.
2.Palembang Hulu diperintah oleh Puteri Tanjung Buih.

Sang Purba ini kemudian mendirikan pula Kerajaan Pagaruyung. Keturunan mereka selanjutnya menjadi raja-raja di ranah Melayu.

Oleh karenanya berdasarkan hikayat di atas, titik awal bahasa Melayu adalah di Bukit Siguntang, yang terletak di Sumatera. Kelemahannya teori ini adalah, sumbernya yang berupaya hikayat.

2.Bahasa Melayu berasal dari daratan Asia

Leluhur bangsa Melayu berasal dari daratan Asia yang berpindah ke arah timur melalui China. Di China arus migrasi mereka terpecah menjadi dua:

1.Menuju ke utara-Selat Bering-Amerika Utara.
2.Menuju ke selatan dan tiba di Kepulauan Nusantara melalui beberapa  gelombang, sehingga dikenal adanya Proto Melayu dan Deutro Melayu.

Bukti pendukung bagi teori ini adalah kekerabatan bahasa Melayu dengan bahasa-bahasa di Indochina, marilah kita kutipkan dari buku karya Slamet Muljana berikut ini:

"Menilik banyaknya kata-kata Melayu Polinesia yang kedapatan dalam bahasa-bahasa di daratan Asia Selatan seperti misalnya dalam bahasa Kamboja, Annamm dan Siam, maka satu-satunya kesimpulan ialah, bahwa tanah asal nenek moyang bangsa Melayu Polinesia ialah Campa, Kocing Cina, Kamboja, dan daratan sepanjang pantai di sekitarnya.
Hasil penelitian Kern baru sampai kepada taraf pembuktian akan adanya keserumpunan bahasa antara Austronesia di satu pihak dan Campa, Kocing Cina, dan Kamboja di lain pihak. Pada tahun 1877 Dr Hamy telah menyarankan bahwa bahasa Melayu Polinesia da Melayu kontinental, yakni bahasa Melayu yang kedapatan di daratan Asia Tenggara adalah serumpun. Menurut sarannya bahwa kedua cabang bahasa Melayu ini harus berasal dari bahasa induk purba. Mana bahasa Melayu induk purba itu, hingga sekarang belum diketahui."

(Sumber: Muljana, Slamet. Asal Bangsa dan Bahasa Nusantara, Balai Pustaka, Jakarta, 1875,  halaman 20.)

Dengan demikian teori di atas menarik argumennya dari keserumpunan bahasa antara Melayu dengan berbagai di daratan Asia.

3.Bahasa Melayu berasal dari Kalimantan

Pencetusnya adalah Bernard Nothefer, yang menyatakan bahwa Bahasa Melayu berasal dari Kalimantan Barat. Pandangan didasari oleh keragaman Bahasa Melayu di sana serta peninggalan-peninggalan lainnya:

1.Dialek yang dipergunakan.
2.Faktor-faktor warisan dari bahasa lebih tua atau purba yang masih lestari.
3.Merupakan kawasan yang logat bahasanya mempunya banyak keaneka-ragaman.

Tokoh lain yang mendukung teori ini adalah Adelaar. Argumen lain yang dipergunakan adalah didasari oleh pola migrasi orang-orang Melayu dari Kalimantan.
Keberatan bagi teori ini dikemukakan dalam buku karya Slamet Muljana:

"Namun terhadap anggapan ini segera timbul keberatan, yakni: kenyataan bahwa pulau yang sebesar dan sesubur itu hanya berpenduduk sedikit. Andaikata Kalimantan itu tempat asal nenek moyang bangsa Melayu Polinesia, perpindahannya ke tempat lain harus disebabkan oleh desakan bangsa lain, yang lebih kuat."

(Sumber: Muljana, Slamet. Asal Bangsa dan Bahasa Nusantara, Balai Pustaka, Jakarta, 1875,  halaman 20.)

Demikianlah tiga teori mengenai asal muasal bahasa Melayu. Pembahasan mengenai asal muasal bahasa Melayu ini tentunya masih memerlukan penelitian lebih jauh, karena masih adanya beberapa teori.

Minggu, 01 Juli 2012

Kunjungan Ke Taman Buah Ngebrug 
(Plantera Fruit Paradise Ngebrug)

Ivan Taniputera
2 Juli 2012

Pada tanggal 1 Juli 2012, saya mengadakan kunjungan ke Taman Buah Ngebrug yang terletak di kawasan Boja, Jawa Tengah. Perjalanan ditempuh dari Semarang selama dua jam lebih. Dalam perjalanan ke sana, kita disuguhi pula berbagai pemandangan alam yang indah. Berikut ini adalah beberapa foto yang diambil dalam perjalanan ke sana.

Ini adalah pemandangan hutan karet yang akan kita jumpai sewaktu menuju ke Taman Buah Ngebruk (terkadang ada yang menulisnya "Ngebruk.")


Ini adalah pemandangan sungai yang akan kita jumpai dalam perjalanan ke Taman Buah Ngebrug. Memandang sungai seperti ini sungguh menentramkan hati.

Pemandangan sungai dalam perjalanan menuju ke Taman Buah Ngebrug.


Satu lagi pemandangan dalam perjalanan menuju ke Taman Buah Ngebrug.


Satu lagi pemandangan dalam perjalanan menuju ke Taman Buah Ngebrug.

Kurang lebih pukul 14:11 tibalah saya di Ngebrug.

Setibanya di Ngebrug kita dalam melihat-lihat kebun dengan menyewa kendaraan yang dilengkapi oleh pemandu. Kita akan dijelaskan mengenai seluk beluk kebun tersebut.


Kini tibalah saatnya bagi kita menyaksikan keindahan panorama di Taman Buah Ngebrug.











 Mobil yang disediakan taman akan membawa kita pada persinggahan di tepi danau. Di sana kita dapat menikmati beberapa wahana air.



 Jembatan gantung ini ada di danau tempat beristirahat di Taman Buah Ngebrug.




 Ini adalah salah satu menu makanan yang dapat dipesan di rumah makan Taman Buah Ngebrug.


Sambil duduk beristirahat menikmati keindahan panorama di tepi danau kita dapat memesan tempe mendoan goreng beserta makanan lainnya.


Perjalanan pulang dari Taman Buah Ngebrug sambil kembali menikmati keindahan panorama alam berupa sawah nan menghijau.