Kamis, 30 Agustus 2012

Makna Penampakan Komet atau Lintang Kemukus Menurut Tradisi Jawa

Makna Penampakan Komet atau Lintang Kemukus Menurut Tradisi Jawa

Ivan Taniputera
25 Agustus 2012


Komet yang juga disebut bintang berekor atau lintang kemukus dalam bahasa Jawa oleh berbagai kebudayaan dianggap sebagai pembawa pertanda bagi kejadian di masa mendatang. Pada kesempatan kali ini saya hendak membagikan hasil terjemahan saya mengenai makna kemunculan komet menurut tradisi Jawa berdasarkan arahnya.

1.Yen ana lintang kemukus metu ing : Wetan, ngalamat ana ratu sungkawa. Para nayakaning praja padha ewuh pikirane. Wong desa akeh kang karusakan lan susah atine. Udan deres. Beras pari murah, emas larang.

Terjemahan: Jika ada bintang berekor muncul di sebelah timur merupakan pertanda ada raja sedang berbela sungkawa. Para pengikutnya sedang bingung pikirannya. Orang desa banyak mengalami kerusakan dan bersusah hatinya. Beras dan padi murah harganya, tetapi emas akan mahal harganya.

2.Kidul-wetan: ngalamat ana ratu surud (seda). Wong desa akeh kang ngalih, udan arang. Woh2an akeh kang rusak. Ana pagebluk, akeh wong lara lan wong mati. Beras pari larang. Kebo sapi akeh kang didoli.

Terjemahan: Tenggara. Pertanda ada raja meninggal. Orang desa banyak yang pindah. Hujan menjadi jarang. Buah-buahan banyak yang rusak. Ada wabah penyakit. banyak orang sakit dan meninggal. Beras dan padi mahal. Kerbau dan sapi banyak yang dijual oleh pemiliknya.

3.Kidul: ngalamate ana ratu surud (seda). Para panggedhe pada susah atine. Akeh udan. Karang kitri wohe ndadi.Beras pari, kebo sapi murah regane. Wong desa pada nalangsa atine, ngluhurake panguwasane Pangeran kang Maha Suci.

Terjemahan: Selatan. Pertanda ada raja meninggal. Para pembesar sedang bersusah hatinya. Banyak hujan. Hasil kebun melimpah hasilnya. Beras, padi, kerbau, dan sapi murah harganya. Orang desa merana hatinya, mengagungkan kekuasaan Tuhan Yang Maha Suci.

4.Kidul Kulon, ngalamat ana ratu surud. Wong desa padha nindakake kabecikan. Beras pari murah. Karang kitri wohe ndadi. Kebo sapi akeh kang mati.

Terjemahan: Barat daya. Pertanda ada raja meninggal. Orang desa melakukan kebajikan. Beras dan padi murah harganya. Hasil kebun berlimpah ruah. Kerbau dan sapi banyak yang mati.

5.Kulon bener, ngalamat ana jumenengan Ratu. Panggede lan wong desa padha bungah atine. beras pari murah. Apa kang tinandur padha subur, kalis ing ama. Udan deres tur suwe. Barang dagangan wujud apa bae padha murah regane, jalaran saka oleh nugrahaning Pangeran.

Terjemahan. Barat. Pertanda ada penobatan Raja. Pembesar dan orang desa merasa senang hatinya. Beras dan padi murah harganya. Apa yang ditanam akan berbuah subur dan cepat membuahkan hasil. Hujan deras dan lama. Barang yang diperjual-belikan dalam bentuk apa saja akan murah harganya, karena memperoleh berkah Tuhan.

6.Lor kulon, ngalamat ana Ratu pasulayan, rebutan raja darbeke lan pangwasane. Para Adipati padha tukaran rebut bener. Wong desa padha sedhih atine. Kebo sapi akeh kang mati. udan lan gludhug salah mangsa. Grahana marambah-rambah tur suwe. Beras pari larang emas murah.

Terjemahan. Barat laut. Pertanda ada raja berselisih memperebutkan kekuasaan. Para adipat berselisih memperebutkan kekuasaan. Warga desa bersedih hatinya. Kerbau dan sapi banyak yang mati. Hujan dan petir akan terjadi di musim yang salah. Kekurangan (gerhana) akan semakin meluas dan berjangka waktu lama. Beras dan padi akan mahal harganya, namun emas murah harganya.

7.Lor bener: ngalamat ana Ratu ruwet panggalihe jalaran saka kisruh paprentahane, kang temahan nganakake pasulayan, banjur dadi perang. beras pari larang, emas murah.

Terjemahan. Utara: pertanda ada raja yang kalut pikirannya karena kekeruhan dalam pemerintahan. Akan timbul perselisihan yang berkembang menjadi peperangan. Beras dan padi mahal harganya, namun emas murah.


Sumber: Sejarah Kutha Sala: Kraton Sala, Bengawan Sala, Gunung Lawu oleh R.M. Ng. Tiknopranoto dan R. Mardisuwignya, halaman 35-36.


BIMBINGAN BELAJAR: KUNCI SUKSES ANAK ANDA



Kami dengan gembira memberikan bimbingan belajar bagi siswa SD-SMP-SMU di Kota Semarang. Ada pun mata pelajarannya adalah:

  • MATEMATIKA
  • FISIKA
  • KIMIA
  • BAHASA INGGRIS
  • AKUNTANSI

Kami berpengalaman mengajar siswa-siswa sekolah favorit dan internasional.

Hubungi: Ivan (0816658902)
Email: ivan_taniputera@yahoo.com.

Minggu, 26 Agustus 2012

Riwayat Mbah Jugo

Riwayat Mbah Jugo


Ivan Taniputera
27 Agustus 2012


Mbah Jugo merupakan tokoh yang terkenal pada situs keramat Gunung Kawi yang banyak dikunjungi baik etnis Tionghua, Jawa, maupun etnis lainnya. Meskipun demikian, banyak yang belum mengenal riwayat Beliau. Berikut ini saya akan menuturkan secara singkat riwayat Beliau.

Mbah Juga masih merupakan keturunan Susuhunan Paku Buwono I (Pangeran Puger) yang memerintah Mataram antara 1705-1719. Beliau berputera Bandono Pangeran Haryo (BPH) Diponegoro (bukan Pangeran Diponegoro yang mencetuskan Perang Diponegoro 1825-1830).
BPH Diponegoro berputera Kanjeng Kyai Zakaria I, yang merupaka seorang ulama besar di kraton Kartasura.
Kanjeng Kyai Zakaria I berputera Raden Mas Soeryokoesoemo atau Raden Mas Soeryodiatmodjo. Semenjak muda, ia telah tertarik mempelajari pengetahuan keagamaan. Atas restu Susuhunan Paku Buwono II, Beliau lantas mengubah namanya, yakni nunggak semi dengan nama ayahnya. Oleh karena itu, Beliau lantas dikenal sebagai Kyai Zakaria II.

Catatan: Nunggak semi adalah tradisi Jawa yang menggunakan nama sama dengan ayah.

Kyai Zakaria II lantas mengembara ke Jawa Timur dan menyamar sebagai rakyat biasa demi menghindarkan diri dari Belanda yang pengaruhnya semakin besar di istana. Nampaknya Kyai Zakaria II juga merupakan tokoh yang anti penjajah.
Rute pengembaraan Kyai Zakaria II adalah sebagai berikut: Yogyakarta-Sleman-Nganjuk-Bojonegoro-Blitar. Namun begitu tiba di Blitar, Kyai Zakaria II kurang menyukai kawasan tersebut karena berdekatan dengan kadipaten yang dikuasai Belanda. Beliau lantas pindah lagi ke Kesamben, 60 km dari Blitar. Demikianlah, Kyai Zakaria II lantas menetap di tepi Sungai Brantas, desa Sonan, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Blitar. Di sana Beliau berjumpa dengan Pak Tosiman yang menanyakan asal usulnya. Karena khawatir kehadirannya terbongkar dan diketahui oleh Belanda, maka Beliau menjawab, "Kulo niki sajugo" (Saya ini sendirian). Pak Tosiman salah sangka, dan mengira bahwa nama Beliau adalah Sayugo. Itulah sebabnya Kyai Zakaria II lantas dikenal dengan sebutan Mbah Jugo.


Beliau semakin lama semakin terkenal dan dihormati oleh masyarakat, baik karena pengetahuan agama, ilmu, maupun kesediaan Beliau menolong sesama. Ini adalah salah satu wujud pertolongan Beliau:

"Pada suatu ketika terjadi wabah penyakit hewan di desa Sonan pada tahun 1860. Masyarakat panik karena penguasa Belanda tidak mampu mengatasi. Akhirnya dengan keampuhan ilmu Mbah Jugo, wabah penyakit tersebut berhasil disingkirkan dan masyarakat semakin hormat pada Mbah Jugo. Namanya semakin kondang dan ia melayani berbagai konsultasi dari masyarakat. Dari soal jodoh, bertanam, beternak, bahkan sampai soal dagang yang menguntungkan, semuanya dilayani dengan memuaskan." (halaman 19).

Pada tahun 1871, Raden Mas Iman Soedjono (siswa dan penerus Mbah Jugo) bersama rakyat membuka hutan di daerah Gunung Kawi, Malang. Beliau lalu membuka padepokan di Wonosari. Pada tahun itu pula, atau tepatnya 22 Januari 1871, Mbah Jugo wafat di Kesamben, Blitar. Sesuai wasiat Beliau, jenazah Mbah Jugo dimakamkan di Wonosari, lereng Gunung Kawi, yang ketika itu telah telah menjadi suatu perkampungan. Padepokan yang ditinggalkan Beliau di Kesamben kemudian dikelola oleh para siswa Beliau, seperti Ki Tasiman, Ki Dawud, dan lain sebagainya.

Sumber: Budaya Spiritual Dalam Situs Keramat di Gunung Kawi Jawa Timur, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994/ 1995. Tim peneliti: Dr. Tashadi, Drs. Gatut Murniatmo, Drs. Sumantarsih. Penyunting: Dra. Wiwik Pratiwi MA.

Jumat, 24 Agustus 2012

Apakah Kita Memerlukan Paradigma Baru Dalam Ilmu Kedokteran


Apakah Kita Memerlukan Paradigma Baru Dalam Ilmu Kedokteran?

Ivan Taniputera
24 Agustus 2012

Dewasa ini kita menyaksikan munculnya berbagai penyakit baru yang belum dapat disembuhkan. Apakah ini merupakan peringatan bagi umat manusia bahwa diperlukan paradigma baru dalam ilmu kedokteran. Marilah kita menengok kembali pada sejarah berjangkitnya wabah sampar yang menelan banyak korban jiwa di abad ke-14. Saat itu, para dokter tidak berdaya mengobati penyakit sampar. Penyebabnya adalah paradigma atau konsep yang mereka anut sudah ketinggalan zaman. Mereka ketika itu masih menganut konsep Aristoteles terkait empat elemen, yakni tanah, air, api, dan udara. Berdasarkan konsep tersebut, penyakit timbul akibat adanya ketidak-seimbangan antara keempat elemen ini. Namun konsep tersebut ternyata tidak sanggup menandingi kedigdayaan wabah sampar. Para dokter di zaman Abad Pertengahan belum mengenal mikrobiologi, sehingga tidak mengetahui bahwa penyebab sampar bukanlah "ketidak-seimbangan elemen." Mereka memerlukan paradigma baru dan ilmu kedokteran memang mengalami perombakan dramatis setelah adanya wabah sampar tersebut. Beberapa penemuan baru dalam bidang kedokteran terus  bermunculan selama berabad-abad kemudian.

Apakah adanya penyakit-penyakit baru yang tak tersembuhkan itu merupakan pertanda bahwa umat manusia perlu segera merombak paradigmanya dalam ilmu kedokteran? Siapa tahu. Pola-pola pemikiran yang telah dipegang erat-erat saat ini barangkali perlu dilepaskan atau mungkin diperlukan keberanian dalam mengembangkan hipotesa-hipotesa baru.  Para ahli mikrobiologi perlu mencari pola bagaimana suatu virus bermutasi.



Beberapa terobosan-terobosan lain yang sangat tidak konvensional mungkin perlu dilakukan. Apa yang dahulu dianggap sebagai ilmiah di masa sekarang, barangkali akan disebut tahayul di masa mendatang. Ilmu kedokteran di zaman kita barangkali akan dianggap ketinggalan zaman, kuno, dan primitif pada masa mendatang; sebagaimana halnya kita memandang teori Aristoteles sebagai sesuatu yang sudah ketinggalan zaman. Jika umat manusia terlambat dalam menanggapi peringatan ini, maka barangkali ini merupakan awal proses kepunahan umat manusia.

Kamis, 23 Agustus 2012

Peringatan atau Kenang-kenangan Bagi Tan Pek Hong (Herinnering Aan Tan Pek Hong)

Peringatan atau Kenang-kenangan Bagi Tan Pek Hong (Herinnering Aan Tan Pek Hong)

Ivan Taniputera
23 Agustus 2012

Ini merupakan terjemahan artikel yang saya ambil dari Indische Gids: Staat en Letterkundig Maanschift, Negende Jaargang, II, 1887, halaman 1763-1764. Artikel ini meriwayatkan mengenai seorang tokoh dari Bogor bernama Tan Pek Hong. Naskah aslinya yang berbahasa Belanda tetap saya cantumkan sebagai bahan perbandingan.

Tan Pek Hong was gemachtigde van den opiumpachter in het Buitenzorgsche, en stond als een sluw smokkelaar te boek, die alle pogingen der politie om hem te betrappen verijdelde.

Tan Pek Hong adalah wakil para pemegang izin penjualan candu di Bogor, yang juga berlaku sebagai penyelundup, tetapi semua upaya penangkapan polisi berhasil digagalkannya.

Eindelijk meende het administratief gezag voldoende bewijzen tegen hem in handen te hebben, en Tan Pek Hong werd gevangen en voor den rechter gebracht.

Setelah secara administratif diperoleh bukti-bukti yang memadai, Tan Pek Hong ditangkap dan dibawa ke hadapan pengadilan.

De Landraad te Buitenzorg echter sprak hem vrij, bij gebrek aan bewijs, en in appel deed de Raad van Justitie te Batavia hetzelfde. Bovendien kwamen er op de publieke zitting dingen aan den dag, die bestemd waren de zoon van den Gouverneur-General Van Rees in een zeer slecht licht te stellen en aan en vervolging om redenen buiten het proces gelegen te doen gelooven.


Meskipun demikian, Pengadilan di Bogor membebaskannya karena kurangnya bukti, dan hasil banding di Mahkamah Agung Batavia juga menghasilkan keputusan yang sama. Lebih jauh lagi, di pandangan publik timbul pandangan buruk terhadap putera gubernur jenderal dan Tan Pek Hong nampak mengalami ketidak adilan di luar proses hukum yang dapat dipercaya.

De Chinees verzocht daarop, Nederlandsch-Indie te mogen verlaten; het werd hem geweigerd; tegen alle recht in werd hij gedwongen, in Nederlandsch-Indie te blijven, en zich te Timor Koepang op te houden.

Orang Tionghua itu lantas mencoba agar diperkenankan meninggalkan Hindia Belanda. Namun permohonannya itu ditolak dan ia dipaksa tetap tinggal di Hindia Belanda, yakni berdiam di Timor Kupang.

Daartegen verhieven zich vele stemmen, in de Kamer o. a. die van Mr. Van Gennep, en nu leest men in het Koloniaal Verslag: "Bedoelde Chinees gaf in Maart jl. zijn verlangen te kennen" (lees: andermaal zijn verlangen te kennen)" om naar Singapore te vertrekken. Daartegen werd " (nu) "geen bezwaar" (meer) "gemaakt. Het besluit van 27 Augustus 1884", zijnde het verbanningsbesluit, "werd echter tevens zoodanig gewijzigd, dat het niet meer inhoudt de aanwijzing van een bepaalde verblijfplaats, maar de ontzegging van verblijf in Nederlangdsch-Indie, uitgenommen de vroeger aangewezen verblijfplaats." En nu zijn de schrifturen in orde.

Mengingat banyak suara yang masuk di Dewan Hindia, termasuk yang berasal dari Mr. Van Gennep, akhirnya orang dapat membaca di Koloniaal Verslag: "Demikianlah orang Tionghua itu dikabulkan permohonannya pada bulan Maret (baca: sekali lagi permohonannya dikabulkan)" agar dapat pindah ke Singapura. (Kini) tiada keberatan lagi bagi hal tersebut. Surat keputusan yang dikeluarkan tanggal 27 Agustus 1884 merupakan surat pengusirannya, namun maknanya juga mengalami perubahan, yaitu tidak mengacu pada suatu tujuan tinggal tertentu, melainkan semata-mata ia tidak diperkenankan tinggal di Hindia Belanda, dengan mengacu pada tempat tinggal sebelumnya. Dengan demikian, kini semuanya sudah beres.

Voor den mishandelden Chinees is het verlof om naar Singapore te vertrekken te laat gekomen, als slachtoffer van een schandelijk geweld is hij in Nederlandsch-Indie gestorven; daarvoor is geen verantwoording noodig.

Tetapi orang Tionghua itu terlambat berpindah ke Singapura dan meninggal di Hindia Belanda karena menjadi korban tindak kekerasan yang memalukan. Oleh karenanya, tiada lagi tanggung jawab yang perlu diberikan.

Wij zijn 't er echter nog niet over eens, of men zich voortaan ook op de schim van Tan Pek Hong zal beroepen om te bewijzen, hoe hoog het gezag tegewoordig gehouden wordt in Indie.

Kami masih belum dapat memastikan apakah kita perlu memanggil roh Tan Pek Hong untuk membuktikan bahwa hukum dewasa ini begitu ditegakkan di Hindia Belanda.

Kamis, 16 Agustus 2012

Peta Kuno (1932) Mengenai Pembagian Kelompok Masyarakat (Volksgroepen) di Madagaskar

Peta kuno (1932) mengenai pemagian kelompok Masyarakat (Volksgroepen) di Madagaskar

Ivan Taniputera
16 Agustus 2012

Juga tersedia di:

http://www.facebook.com/groups/387889151274745/

Peta Kuno Pembagian Etnis di Kalimantan

Peta Kuno Pembagian Etnis di Kalimantan

Ivan Taniputera
16 Agustus 2012


Kartu Pos Bergambarkan Pendudukan Sudetenland oleh Hitler

Ivan Taniputera
16 Agustus 2012


Kartu pos yang memperingati Anschluss (penggabungan) Sudetenland dengan Jerman. Sudetenland sebenarnya adalah wilayah Cekoslovakia tetapi dihuni oleh mayoritas etnis Jerman. Hitler memaksa pemerintah Cekoslovakia menyerahkan Sudentenland. Tulisan pada kartupos berarti: "Kami berterima kasih pada Fuehrer (Pemimpin) kami."

Minggu, 12 Agustus 2012

Bedah Buku "Peranakan Tionghua di Nusantara: Catatan Perjalanan dari Barat ke Timur" karya Iwan Santosa


Bedah Buku "Peranakan Tionghua di Nusantara: Catatan Perjalanan dari Barat ke Timur" karya Iwan Santosa

Ivan Taniputera
10 Agustus 2012

Pada hari ini saya berkesempatan mengikuti acara bedah buku karya Iwan Santosa yang diselenggarakan di perpustakaan UK Petra Surabaya. Sebagai narasumber hadir:

1.Bapak Iwan Santosa selaku penulis dan juga wartawan kompas
2.Bapak Dr. Harto Juwono (sejarawan dan dosen di Universitas Indonesia)
3.Ibu Sally Azaria (peneliti dan dosen UK Petra)



Pada kesempatan tersebut, Bapak Iwan Santosa mengemukakan mengenai harmoni dan proses akulturasi yang telah berlangsung antara etnis Tionghua dan penduduk setempat. Sebagai contoh di Bali terdapat barong pria berkulit gelap dan barong wanita berkulit putih yang menyerupai seorang beretnis Tionghua. Ternyata pasangan barong ini menggambarkan Raja Jayapangus dan isterinya asal Tiongkok bernama Kang Tjin We. Hal ini dbahas dalam buku yang dibedah ini halaman 11-15. Selain itu masih terdapat lagi Wayang Titi atau wayang kulit China-Jawa.  Kendati demikian, segenap produk budaya akulturasi ini lenyap semasa Orde Baru yang memang bersikap anti Tionghua.
Pengaruh Tionghua lainnya nampak pula pada arsitektur mesjid di berbagai penjuru Kepulauan Nusantara, contohnya di Tiku, Sumatera Barat. Sultan Ternate yang sempat dijumpai Iwan Santosa juga mengatakan bahwa salah satu penyiar Islam di Maluku adalah orang Tionghua. Berbagai tokoh-tokoh lokal juga dipuja dalam kelenteng-kelenteng.

Hubungan harmonis antara Tionghua dan Melayu nampak di Bangka Belitung, dimana etnis Tionghua dan Melayu saling mengadopsi anak. Di Serui bahkan dikenal istilah "Perancis" yakni "Peranakan China Serui." Selain itu masih ada peranakan Tionghua Rote. Tolak bala Gunung Kelud dilangsungkan dengan pagelaran wayang kulit di kelenteng Blitar.

Segregasi rasial lebih kuat di Malaysia, di mana tidak sebagai contoh tidak ada tokoh-tokoh keramat setempat di kelenteng-kelenteng Tionghua. Masalah Paraku/ PGRS sendiri belum terselesaikan. PGRS sebenarnya beranggotakan pemuda-pemuda Tionghua Sabah-Serawak, Jawa, dan Melayu. Mereka dilatih oleh militer Indonesia dan salah satu pusat pelatihannya adalah di Surabaya. Pembentukannya adalah dalam rangka konfrontasi dengan Malaysia. Kendati demikian, pada perkembangan selanjutnya PGRS ini diidentikan dengan China-komunis, padahal anggotanya juga ada orang Melayu.

Setelah pemerintah Orde Lama tumbang, maka pemerintah Orde Baru lantas membenturkan antara masyarakat Dayak dengan PGRS, yang merembet pada orang-orang Tionghua. Upaya mengadu domba antara Dayak dengan Tionghua gagal dan lantas pemerintah mengambill strategi dengan memalsukan suara Oevang Uray yang menyerukan pembantaian orang-orang Tionghua. Akibatnya terjadi serangan dan pembantaian terhadap orang-orang Tionghua yang dikenal sebagai peristiwa Mangkuk Merah. Banyak orang-orang Tionghua yang melarikan diri.

Di Malinau ada orang Tionghua ada orang Dayak yang tinggal di keluarga Tionghua semenjak kecil. Dengan demikian terjadi pertukaran value atau nilai. Hubungan China Benteng-Betawi juga harmonis dan jika ada perusuh, maka itu adalah orang-orang yang berasal dari luar.

Dalam operasi militer semasa perang kemerdekaan dahulu, di antara 200 orang terdapat satu orang Tionghua. Penghubung dengan para pejuang di Bali juga adalah orang-orang Tionghua, karena mereka tidak dicurigai oleh Belanda.

Sebagai penutup uraian Bapak Iwan Santosa saya akan menuturkan ulang riwayat yang menyentuh hati dari buku Beliau, yakni sebagaimana yang terdapat pada halaman 129-130. Diriwayatkan mengenai Encim Lau Ie Yong (69), yang merupakan warga Gang Taniwan, RT 10 RW 05. Encim Lau Ie Yong hidup dalam kemiskinan. Meskipun menderita sakit persendian, ia tetap menjadi buruh cuci, setrika, dan mengepel, dengan upah Rp. 150.000 per bulan. Demi mendapatkan penghasilan tambahan, ia menerima pekerjaan membungkus cotton bud dengan upah satu lusin isi 100 batang hanya Rp. 200. Meskipun didera kemiskinan, Encim Lau Ie Yong masih sempat menyisihkan penghasilannya yang serba sedikit itu guna beramal di sebuah vihara. Sungguh teladan yang menyentuh hati. Ini semua menepis streotip bahwa orang Tionghua pasti kaya.

Pembicara selanjutnya adalah Bapak Harto Juwono. Beliau mengungkapkan mengenai sejarah visiuner. yakni sejarah dengan kaitan antara masa lalu dan masa kini. Tidak benar bahwa sejarah dapat memprediksikan masa depan. Yang lebih tepat adalah sejarah dapat memberikan visi bagi masa depan.

Bapak Harto Juwono pada bulan Oktober 2011 pernah diundang ke Putra Jaya, Malaysia, dan diundang makan dengan perdana menteri Malaysia, wakil perdana menteri Malaysia, menteri pertahananan, kepala dinas intelijen dan lain sebagainya. Sebelumnya anggota rombongan dari Indonesia telah menyepakati pertanyaan-pertanyaan yang hendak diajukan pada pihak Malaysia, antara lain masalah perbatasan, TKW, dan lain sebagainya. Pada intinya pertanyaan tersebut berisikan protes terhadap kebijakan negeri jiran tersebut. Saat jamuan makan, perdana menteri Malaysia menyatakan bahwa dirinya merupakan keturunan Indonesia. Wakil atau timbalan perdana menteri juga menyatakan bahwa dirinya adalah keturunan Banjar. Sementara itu, ada pejabat lainnya yang menyatakan bahwa ia adalah keturunan Banyumas, Jawa Tengah. Di sini, para pejabat Malaysia dengan berani menyatakan bahwa mereka adalah keturunan Indonesia. Sebaliknya, di Indonesia belum banyak pejabat yang berani mengaku bahwa mereka adalah keturunan etnis tertentu. Hanya Gus Dur yang berani mengakui bahwa dirinya adalah keturunan Tionghua.

Dewasa ini ada upaya penyusunan buku Sejarah Nasional Indonesia baru yang akan menjadi sumber kurikulum pengajaran sejarah di sekolah-sekolah. Di dalamnya akan memasukkan perjuangan etnis Tionghua. Sementara itu, yang kerap dibahas terkait sejarah etnis Tionghua di Indonesia adalah pembantaian etnis Tionghua pada tahun 1740 di Batavia. Timbul pertanyaan, apakah tidak ada peristiwa pembantaian lain terhadap etnis Tionghua yang serupa dengan itu. Sejarah pembantaian di Tangerang dan Bagansiapi-api belum banyak diungkap. Justru penulis Belanda yang mengungkapkannya dan dituangkan dalam buku berjudul "The Other Side of Indonesian Revolution." Buku tersebut menuturkan pembantaian terhadap etnis Tionghua 1946-1950. Mulanya buku tersebut diberi judul yang agak provokatif, tetapi kemudian judulnya diubah. Ditulisnya sejarah oleh orang luar ini dikarenakan topik semacam ini masih dianggap tabu. Penulisan sejarah oleh orang luar terhadap hal-hal yang dianggap tabu bisa menimbulkan citra negatif terhadap negara kita. Perlu ada sejarawan nasional yang mengkajinya. Meskipun data sama, namun interpretasi bisa beda.

Permasalahan selama ini adalah etnis Tionghua tidak pernah disandingkan dengan etnis Batak, Jawa, Padang, dan lain-lain. etnis Tionghua dianggap sebagai satu kelompok utuh yang disebut non-pribumi dan disandingkan dengan pribumi. Akibatnya terbentuk dikotomi antara keduanya. Ini merupakan warisan dari zaman kolonial yang menggolongkan etnis Tionghua sebagai kelompok Timur Asing. Pengalaman Bapak Harto Juwono di kawasan tempat kediamannya di Depok, jika ada yang mencari rumah Beliau, maka orang akan menanyakan, "Pak Harto Juwono yang China ya?" Meskipun demikian, karena isteri Pak Harto Juwono adalah orang Batak, maka ia lantas menggunakan nama marga Panggabean, sehingga di rumahnya ditulis nama Harto Juwono (H.J. Panggabean). Tetapi tidak ada yang menanyakan, "Pak Harto Juwono yang Batak ya?"

Bapak Harto Juwono menuturkan pula bahwa di Tapanuli Utara, justru banyak orang Tionghua yang lebih Batak ketimbang orang Batak sendiri. Sebagai contoh ada orang Tionghua yang berdagang kerbau untuk upacara adat. Waktu ada orang Batak yang hendak membelinya dan ditanya, "Kerbaunya hendak dipotong dengan bentuk potongan seperti apa? Apakah tradisi Simanjuntak, Balige, atau Gurgur? Orang yang hendak membeli kerbau itu tidak dapat menjawabnya.

Pembicara selanjutnya adalah Ibu Sally Azaria. Beliau memaparkan mengenai kondisi etnis Tionghua sebelum dan sesudah reformasi. Menurut Beliau, di masa reformasi ini sudah banyak perubahan tetapi masih tertatih-tatih. Beliau memuji bahwa buku karya Bapak Iwan Santosa ini merupakan suatu gebrakan.

Beberapa peraturan tertulis telah dikeluarkan seperti:

1.Instruksi Presiden no 26/ 1998 tentang penghapusan stigma pribumi dan non pribumi.
2.Instruksi Presiden no 4/ 1999 tentang penghapusan SBKRI.
3.Instruksi Presiden no 14/ 1967 yang diperbaharui menjadi Kepres no.6/ 2000, mengenai diperbolehkannya pembangunan kembali tiga pilar kebudayaan.
4.UU Kewarnegaraan no. 12 yang baru, mengenai perubahan pembuatan akta lahir dan KTP.

Kendati demikian, di lapangan masih terdapat kendala sebagai berikut:

1.Warga Tionghua miskin sulit membuat KTP  (29 Januari 2008).
a.Jakarta Barat, Kecamatan Kalideres, Kelurahan Tegal Alur.
b.Akta Nikah, KTP, Akta Lahir.
c.Warga mengakui ada perbaikan perlakuan.

2.Birokrat yang berlaku diskiriminatif akan diancam pidana (8 Oktober 2007).

Media sebelum dan sesudah reformasi:

1.Pada masa sebelum reformasi
a.Komunikasi dengan bahasa Mandarin: siaran radio (RRI), koran, majalah, dilarang semenjak 1967.
b.Penggunaan bahasa Mandarin nyaris tak terlihat. Satu-satunya koran berbahasa Mandarin terbitan Jakarta hanyalah Harian Indonesia.
2.Sesudah reformasi menjadi banyak jumlahnya, seperti Guo Ji Ri Bao, Radio Suzana (Ni Hao Ma), dan Global Mandarin.

Pendidikan sebelum dan sesudah reformasi:

1.Pada masa sebelum reformasi:
Tidak boleh ada sekolah formal yang bernuansa Tionghua.
2.Sesudah reformasi:
a.Bahasa Mandarin semakin eksis.
b.Sekolah umum ==> Ada pelajaran bahasa Mandarin.
c.Sekolah-sekolah dengan native speaker Mandarin, contoh: Surabaya Taipei Internasional School, Merlion International School, dan Surabaya International School.

Agama sebelum dan sesudah reformasi:

Pada tahun 1965: pemerintah mengakui 6 agama.
Tanggal 27 Januari 1979: Sidang kabinet memutuskan Kong Hu Cu bukan agama tetapi kepercayaan.
Kini tetap eksis, namun tidak mengalami peningkatan jumlah signifikan:
a.Kelenteng Hok An Kiong (Jl. Slompretan dan Jl. Coklat) ==> 1830
b.Kelenteng Pak Kok Bio (Jl. Jagalan) ==> 1951.
c.Kelenteng Sanggar Agung (Kompleks Pantai Ria Kenjeran) ==> 1999 (Tridharma).

Kelenteng Tanjung Kait (Qing Shui Zhu Shi)
a.Kelenteng Tjoe Soe Kong (dalam bahasa Hokkian).
b.Ada sosok dewa dewi lokal, yakni Dewi Neng.
c.Kelenteng Tridharma.

Ratu Atut (Gubernur Banten) menyatakan bahwa Kelenteng Tjoe Soe Kong hendaknya dilestarikan sebagai cagar budaya.

Masa Orba masa paling kelam dalam sejarah perjalanan etnis Tionghua di Indonesia, tetapi kini:

a.Kesenian Tionghua bebas ditampilkan.
b.Buku berbahasa Mandarin bebas diperjual-belikan.
c.Perayaan berbau Tionghua: Ceng Beng, Imlek, Cap Gomeh, termasuk pernikahan bebas dilakukan.

Pernikahan ==> budaya Tionghua (April 2007):
a.Menggunakan busana pengantin tradisional Tionghua.
b.Melakukan ritual yang berakulturasi antara Tionghua dan Betawi.
Lenong==>Gambang seni Betawi sering tampil bersama barongsai dan wayang China.
c.Sembahyangan ==> Ceng Beng (5 April 2007), dirayakan selama sepekan di banyak pemakaman Tionghua di Jabodetabek.


Foto bersama Bapak Iwan Santosa.



Foto bersama Bapak Harto Juwono

Jumat, 10 Agustus 2012

Seminar Pengusiran Setan (Eksorsisme) Menurut Kejawen, Katolik, & Daoisme

SEMINAR PENGUSIRAN SETAN (EKSORSISME) MENURUT KEJAWEN, KATOLIK, & DAOISME

Ivan Taniputera
24 Juni 2012






Hari ini saya menghadiri seminar menarik yang diadakan di TITD Sinar Samudera (Tek Hay Bio) Semarang. Seminar ini membahas tentang pengusiran setan (eksorsisme) ditinjau dari Kejawen, Katolik, dan Daoisme, yang diawali dari kurang lebih pukul sepuluh hingga 17.00.
Pertama-tama Dr. Purwo Susungko membawakan konsep pengusiran setan menurut Kejawen. Beliau mendapatkan ajaran Kejawen sebagaimana termuat dalam Suluk Abdul Jalil Syeh Siti Jenar, yang dikenal sebagai ajaran Kapitaya. Poin-poin yang disampaikan Beliau adalah sebagai berikut. Dituturkan bahwa budaya Jawa dewasa ini mendapatkan pengaruh dari banyak unsur, seperti blangkon dari Timur Tengah dan jas dari Belanda. Peradaban Jawa sendiri menurut penuturan Beliau dimulai di Laut Jawa tahun 700 SM, sewaktu Pulau Jawa, Kalimantan, dan Sumatera masih menjadi satu, di mana manusia masih belum seperti sekarang.
Setan sendiri tidak dikenal dalam konsep Jawa, yakni dalam artian setan yang menggoda manusia dan bahkan setan tidaklah dianggap sebagai musuh, melainkan teman.
Menurut tradisi Jawa, alam itu dibagi menjadi 3, yakni:

1.Alam Parahyangan (atas), yakni alam yang memiliki budi pekerti tinggi. Terdiri dari orang-orang suci/ baik dan merupakan alam dewa. Kondisinya dikenal sebagai alam suwung atau sangkan paraning dumadi.
2.Alam madya, yakni alam manusia yang dapat dirasakan dengan panca indra (sains).
3.Alam palemahan (bawah), yakni alam buta, raksasa, dan setan. Ciri khas alam ini adalah kemelekatan luar biasa.

Terdapat empat golongan manusia menurut Kejawen, yakni:

1.Golongan Tutug (sempurna), yakni orang yang menyembah Tuhan secara sempurna. Mereka melakukan pemujaan tanpa pamrih. Hati dan pikiran senantiasa terarah pada Tuhan (Sanghyang Tata). Orang-orang seperti ini hanya dapat dihitung dengan jari.
2.Golongan Tuhu (Jawa kuno: benar, tulus, bersungguh-sungguh). Yakni orang yang melakukan pemujaan pada Tuhan dengan tujuan pamrih, umpamanya dengan harapan terlahir di surga).
3.Golongan Tungga (Jawa kuno: Luhur, mulia). Mereka melakukan pemujaan kepada Tuhan dengan tujunan pamrih ukhrawi dan duniawi. Dalam artian selain mengharapkan terlahir di surga, mereka berharap mendapatkan kemegahan dalam kehidupan duniawi.
4.Golongan Tugul (Jawa kuno: bodoh, awam), orang yang belum menyembah Sanghyang Tata (Tuhan) dengan cara yang benar. Mereka hanya mendengar mengenai Sanghyang Tata secara samar-samar. Mereka menyangka bahwa Tuhan berdiam di surga yang terletak di puncak gunung. Mereka menyakini bahwa di dalam benda-benda terdapat makhluk-makhluk halus yang dapat diminta pertolongan. Golongan semacam ini hanya mengarahkan perhatiannya pada kebahagiaan duniawi saja.

Mengapa setan mengganggu manusia? Karena manusia berkomunikasi dengan mereka, terutama golongan Tugul yang hanya mengharapkan kebahagiaan duniawi.
Kejawen tidak ada pengusiran setan, yang ada hanyalah penetralan.
Ada penyakit ganda, yakni fisik dan metafisik. Di antara aspek fisik dan metafisik yang terpenting adalah karma baik. Karma ini selalu menjadi faktor dominan. Contoh adalah arisan, yang disebut Beliau sebagai "permainan karma baik." Misalnya di antara 10 nomor dan ada orang yang pasang 9 di antara 10 nomor, maka meskipun peluangnya adalah 9/10, Belum tentu dia keluar sebagai pemenangnya. Bisa jadi yang menang adalah orang yang peluangnya 1/10. Ilmu peluang hanya membicarakan mengenai peluang.
Oleh karena itu, di dalam Kejawen tidak mengenap konsep setan yang menggoda manusia berbuat jahat, sebab manusia bertanggung jawab terhadap perbuatannya sendiri. Setan dalam konsep Kejawen lebih dimaknai sebagai semacam nafsu keinginan  yang merupakan sumber penderitaan hidup. Bila manusia hidup selalu mengutamakan nafsu maka penderitaanlah yang didapat.
Bagamana membebaskan diri dari kekuatan negatif? Menurut Kejawen, orang yang terkena kekuatan negatif, perlu meminta pertolongan orang yang ahli dalam bidang itu. Namun perlu diingat bahwa orang terkena pengaruh negatif tersebut juga dikarenakan karmanya. Jadi, dalam Kejawen yang penting adalah pencegahan, ketimbang proses kuratifnya.

Setelah rehat selama kurang lebih 15 menit, pembahasan dilanjutkan oleh Romo Fabianus Heatubun, yang akan mengulasnya dari sisi agama Katolik. Uniknya, Romo mengisahkan bahwa dirinya pernah dimuat dalam majalah Playboy yang menyebutkan bahwa ia merupakan seorang demonolog (ahli tentang iblis). Oleh karenanya, bagi yang tidak membaca majalah tersebut, tidak akan mengetahui bahwa dirinya merupakan seorang demonolog. Ayah Romo Fabianus Heatubun berasal dari Kepulauan Kei, Maluku, yang memang terkenal magis. Sedangkan ibunya berasal dari Tatar Sunda. Tradisi orang Sunda sendiri ada juga yang bersinggungan dengan alam lelembut.

Menurut ajaran Gereja Katolik, Setan adalah musuh, bersifat kekal dan tidak dapat ditiadakan siapapun. Bahkan Michael tidak dapat memusnahkan setan. Jadi, pandangan ini kontras dengan pandangan Kejawen di atas, dimana setan dianggap sebagai sahabat. Terdapat pertanyaan besar dalam ilmu teologi, yakni mengapa Tuhan tidak meniadakan saja setan. Romo Fabianus Heatubun menuturkan kembali bahwa praktik eksorsisme sudah ada semenjak zaman Mesopotamia kuno, yakni kurang lebih 3.000 SM.




Setan adalah malaikat yang jatuh, sebagaimana diulas dalam Kitab Yesaya. Malaikat itu (Lucifer) adalah malaikat yang sombong dan tidak mau bersikap rendah hati. Nama Lucifer sendiri berarti Pembawa Cahaya. Ini menandakan bahwa ia merupakan sosok yang sangat gemerlap, sangat indah, dan sangat tampan. Berikut in adalahi gambar-gambar rekaan mengenai Lucifer.





Sebagai selingan disajikan gambar humor Paus Benedictus XVI sedang mengeksorsis George Bush.




Romo melanjutkan lagi, bahwa menurut Gereja Katolik, jikalau seluruh tata cara pengusiran setan telah menemui jalan buntu, pertolongan pamungkas dalam menghadapi iblis dapat diminta dari Bunda Maria. Itulah sebabnya terdapat patung Bunda Maria sedang menginjak ular.

Apakah gereja setan benar-benar ada? Gereja setan benar-benar ada dan didirikan oleh Anton Sandor Lafe. Bahkan mereka memiliki kitabnya sendiri. Sesungguhnya tidak benar bahwa gereja setan ini memuja setan, karena mereka menganggap setan adalah dirinya sendiri. Jadi prinsip mereka adalah "aku memuja diriku sendiri."
Ada yang menggambarkan setan dengan sayap kelelawar. Uniknya dalam tradisi masyarakat Kei, manusia berilmu paling mudah berubah menjadi kelelawar.
Terdapat tradisi dalam Gereja Katolik adalah berdoa pada St. Mikael setiap hari agar memperoleh perlindungan terhadap iblis.

Semakin tinggi dan semakin dekat dengan yang ilahi, maka semakin banyak seseorang mendapat godaan iblis.

Yesus menugaskan muridnya sebagai eksorsis. Bahkan saat seorang imam ditahbiskan ia mengemban pula tugas ini. Namun tidak semua pastur menjadi eksorsis.
Dewasa ini semenjak zaman Paus Benedictus XVI, yang merupakan sosok konservatif, eksorsisme mengalami kebangkitan. Dasar teologinya adalah selama milenium pertama, iblis akan diikat; sedangkan pada milenium kedua ini, iblis akan dilepaskan, sehingga diperlukan eksorsisme. Gereja harus percaya bahwa setan itu ada.

Perlengkapan-perlengkapan yang dapat mengusir setan antara lain adalah salib St. Benedictus.







Ini adalah teks doa pada malaikat pelindung yang biasa dipanjatkan umat Katolik.



Ini adalah lembaran-lembaran yang dibagikan oleh Romo Fabianus Heatubun.







Sebagai penutup, dipaparkan syarat-syarat seorang eksorsis, yakni:

1.Suci.
2.Punya pengetahuan demonologi.
3.Mempunya pengetahuan mengenai psikiatris.

Mengapa harus hidup suci? Karena setan kadang-kadang mengetahui latar belakang kehidupan orang yang melakukan eksorsisme.

Selanjutnya sebagai pembicara ketiga, Bapak Ardian Cangianto memaparkan eksorsisme dari sisi Daoisme. Salah satu permsalahan dalam mengungkapkan eksorsisme menurut Daoisme adalah adanya sifat yang esoteris. Yakni hubungan antara guru dan murid. Umpamanya satu guru yang memiliki 20 murid. Seorang siswa wajib senantiasa menyebutkan nama gurunya, sebagai wujud kekuatan silsilah ajaran.
Banyak orang merasa bangga disebut suhu. Padahal suhu sendiri maknanya adalah orang berbudi luhur dan sanggup membimbing orang yang datang padanya menjadi orang baik.

Agar dapat memahami konsep mengenai eksorsisme berdasarkan Daoisme kita perlu mengenal apa yang dinamakan tiga racun dalam tubuh. Adapun ketiga racun (= du) itu adalah:

1.Tamak, yang bersifat indrawi, yakni keterikatan pada keinginan berlebihan.
2.Kebencian, yakni kebencian dan perasaan keterikatan pada sesuatu yang tak disukai secara belebihan.
3.Kebodohan, berkaitan dengan akal kebijaksanaan. Kebodohan terjadi karena tidak paham akan hakikat ketamakan dan kebencian.

Meskipun demikian tiga racun ini diperlukan agar manusia dapat bertumbuh, hanya saja harus dalam batas kewajaran. Sebagai contoh, adalah berdagang yang boleh mengharapkan untung. Namun jika sudah untung, mengapa harus mengurangi timbangan? Jadi pada intinya segala sesuatu harus dalam batas kewajaran.

MAKNA RACUN

Sebagai contoh adalah racun api (火毒 = huodu), yakni sesuatu yang berlebihan, di luar batas kewajaran, dan berada di suatu titik.

Jenis-jenis makhluk halus  menurut Daoisme:

1.Binatang, yakni wujud manusia yang tidak sempurna.
2.精 (jing), yakni benda mati dan binatang (wujud manusia).
3.怪 (guai), yakni monster.
4.魔 (mo), mara di dalam dan di luar tubuh.
5.鬼 (gui), roh manusia.
6.魄 (po), sisa-sisa kehidupan manusia.

Para dewa tidaklah selalu baik. Karena ada dewa cabul.



Ini adalah contoh jenis-jenis siluman:



Berdasarkan slide di atas terdapat jenis-jenis siluman, seperti xiao, mei, wangliang, dan chi.

Berikutnya adalah jenis-jenis gui atau setan, yakni ada setan darah, setan air, setan api, dan lain sebagainya. Sewaktu meninggal mereka membawa kemarahan luar biasa dan kemudian terlahir di dimensi pararel. Merekalah yang sering membawa masalah bagi manusia.
Mengapa sampai bisa muncul siluman-siluman? Karena manusia memiliki TIGA HUN (San hun), yakni:

1.Youjing: bisa tumbuh dan berkembang, tidak bisa berpindah, memilki perasaan, alamiah, dan hanya menjalankan hakikat mendasar (basic nature) saja.
2.Suangling: bisa tumbuh dan berkembang, mampu berpindah, memiliki komponen persanaan, dan kecerdasan.
3.Shi (始) guang: bisa tumbuh dan berkembang, mampu berpindah, mampu mengoptimalkan diri, memiliki komponten perasaan, dan kebijaksanaan.

Hanya manusia yang sanggup menghubungkan langit dan bumi karena memiliki tulang punggung tegak.

TUJUH PO (Qi po):

1.尸狗 (Shigou)
2.伏(fu) 矣
3.雀阴 (Queyin)
4.吞 贼 (Dunzei)
5.非毒 (Feidu) 
6.
7.

Yang dibahas di sini adalah Shigou yang secara harafiah berarti "mayat anjing." Ini ibaratnya adalah orang yang sedang tidur. Kondisi seseorang saat tidur dan meninggal adalah sama. Hal ini dapat diibaratkan sebagai penjaga guna menolak hawa jahat. Apabila seseorang mudah terjaga saat tidur, maka dapat membuatnya menjadi paranoid.

Sehubungan dengan arah penasaran yang tidak mendapatkan harkat, maka diadakan upacara pengembalian harkat; umpamanya melalui chaodu, saat Qinging, zhongyuan, dan xiayuan. Tujuannya agar mereka dapat terlahir di alam yang lebih baik.
Upacara ini merupakan wujud berbuat kebajikan (saat bulan ketujuh) sehingga dapat menebus dosa seseorang.

Syarat seseorang menjalankan eksosrsisme menurut Dao:

1.Keberanian.
2.Budi pekerti.
3.Kemampuan batiniah.
4.Energi asali.
5.Bakat.
6.Guru sesepuh.
7.Perlindungan.
8.Visualisasi.
9.Kemampuan tubuh.
10.Penyatuan hati dan tubuh.

3 Kekuatan untuk melawan setan:

1.Kekuatan terunggul (Dao), yakni dengan mengundang sanjing, petir, liuding dan liujia.
2.Kekuatan alam.
3.Kekuatan dewa yang benar (zhengshen shenming).
Semua ini ditunjang oleh kekuatan diri (fisik harus sehat).

3 Pusaka dalam Dao:

1.Qing (ajaran)
2.Dao
3.Shi (guru)

Lima jenis ilmu di Tiongkok: Shan, yi, xiang, ming, dan bu.

Cara mengamati tanda-tanda kesurupan:

1.Perubahan fisik.
2.Perubahan perilaku.
3.Kondisi lingkungan.
4.Kondisi keluarga.

Tidak selalu merupakan kesurupan, bisa juga karena stress, sehingga terjadi ketidak-seimbangan tubuh.

Mengapa terjadi kesurupan?

1.Energi yang ditarik.
2.Keinginan untuk ada.
3.Pembalasan.
4.Tiadanya jalan pembebasan.
5.Mencari teman.
6.Pengganti.

Perbedaan karma Buddhis dan Dao adalah menurut Daoisme karma bisa diwariskan, oleh karena itu pewarisan ajaran juga dilandasi garis keturunan.
Ketertarikan pada hal-hal gaib/ mistis juga mengakibatkan seseorang rentan pada kesurupan.

Ada dua jenis kesurupan:

1.Futi (sebagian): tangan dipinjam untuk menulis dan lidah dipinjam untuk berbicara.
2.Fushen (penuh): seseorang menjadi seperti boneka yang digerakkan oleh roh.

Ciri-ciri roh bersifat binatang:

1.Minta disembah.
2.Minta dituruti.
3.Minta dihormati.
4.Minta dipuja.

Biasanya orang yang kesurupan akan berupaya menakut-nakuti orang-orang yang ada di sekitarnya, dengan demikian kekuatannya akan semakin besar.

Tentang "ilmu lima petir" dalam Daoisme (Wulei Zhengfa)

Petir adalah pemberi kehidupan. Menurut Daoisme agar dapat terjadi petir harus ada yin dan yang. Dalam tubuh manusia juga ada petir. Disebut lima petir karena lima merupakan angka tengah dalam kotak luoshu.

Tentang Mantra penakluk setan

Harus punya silsilah ajaran (lineage) agar ampuh. Selain itu harus punya keberanian, dimana hal ini berlaku dalam agama apapun. Jika seseorang takut, maka upacara penaklukan setan tak akan efektif. Setelah seseorang disembuhkan dari kesurupan, maka fisiknya harus dipulihkan, umpamanya dengan tusuk jarum.

Kondisi fisik dan kesurupan

Saat ciong energi seseorang akan merosot, umpamanya karena menjenguk orang meninggal. Penangkalnya dapat dilakukan dengan meminum wedang jahe. Contoh lain energi yang merosot adalah seseorang meninggal, dimana suhu tubuhnya akan turun.

Benda-benda pengusir setan

Pedang merupakan raja senjata, sehingga dapat dipakai mengusir semua kejahatan. Benda lain yang ditakuti setan adalah ludah, air seni, golok jagal, dan lain sebagainya. Semua itu ditakuti setan karena memiliki sha qi (energi) yang tinggi.

Alat-alat penanda kehadiran setan

Burung que, anjing, ayam, kompas, air, dan lain sebagainya.

Berikut ini adalah iblis-iblis yang paling berbahaya atau menakutkan:

1.Iblis yang merasuki hati manusia.
2.Sumpah DY terhadap TD: "Kekuatan dewa-dewa hanya terdapat di langit, tetapi kekuatan iblis telah merasuki bumi."
3.Yang berbahaya adalah iblis langit dan iblis bumi yang merasuki manusia dengan godaan duniawi.
4.Tiga racun yang berlebihan.




Gambar Wulei Zhengfa atau Ilmu Lima Petir




Mantra Penakluk Setan Menurut Daoisme




Proses eksorsisme menurut Daoisme




Benda dan obat yang dipergunakan dalam ritual pengusiran setan menurut Daoisme.



Delapan Mantra Utama Dao (Bada Shenzhou) - 1




Delapan Mantra Utama Dao (Bada Shenzhou) - 2




Delapan Mantra Utama Dao (Bada Shenzhou) - 3




Rangkuman eksorsisme Daois




Pemberian kenang-kenangan

Rabu, 08 Agustus 2012

Seminar Sukses

Ivan Taniputera
8 Agustus 2012

Dewasa ini kita menyaksikan banyaknya seminar tentang kesuksesan yang ditawarkan.Umpamanya sukses menjadi penjual yang berhasil, sukses pensiun dini, sukses menjadi kaya, dan lain sebagainya. Di sini kita masih menyaksikan bahwa kesuksesan itu hanya dinilai dari sisi materi semata. Benarkah ini kesuksesan sejati? Kalau kita renungkan lebih mendalam, dalam kebanyakan kasus, kesuksesan Anda adalah kegagalan bagi orang lain. Karena hanya ada juara satu, maka jika Anda "berhasil" menjadi juara pertama, itu berarti bahwa orang lain "gagal" menjadi juara pertama. Jadi jelas sekali secara logis, keberhasilan Anda adalah kegagalan bagi orang lain.

Mari kita analisa lebih jauh hal berikut ini, misalkan ada sebuah pabrik yang memproduksi 100 buah barang. Terdapat 10 orang sales dan salah satunya adalah Anda sendiri. Masing-masing sales berupaya menjual sebanyak mungkin dan ingin menjadi sales terbaik. Jikalau Anda berhasil menjual 11 buah barang, maka sudah pasti sales yang lain akan menjual lebih sedikit dibanding Anda. Jadi arti kesuksesan di sini masih dibangun atas dasar kompetisi. Seminar-seminar yang mengajarkan penggapaian kesuksesan masih dibangun atas dasar kompetisi. Sepintas memang kompetisi itu baik, namun mari kita renungkan kembali hal berikut ini.
Bagaimanakah jika kita mengubah paradigma persaingan dalam contoh di atas menjadi demikian: Setiap sales hanya diperkenankan menjual 10 barang saja (100 dibagi 10, yakni jumlah salesnya). Jika ada yang sudah laku semuanya, maka ia terjun membantu sales lain, yang penjualannya paling seret. Di sini terdapat konsep tolong menolong. Semua orang akan mendapatkan hasil yang sama. Manakah yang lebih indah, sistim berdasarkan persaingan ataukah tolong menolong  seperti yang baru saja di ungkapkan?

Dunia kita patut diakui sedang sakit dan menerapkan sistim yang keliru. Kesenjangan sosial meraja lela di mana-mana. Kemiskinan, ketidak-adilan, beserta ketimpangan merajalela di mana. Ada orang yang memiliki tanah berhektar-hektar, sementara yang lain ada yang tidur berjejalan di pondok-pondok kumuh. Ada orang yang makan berlebihan dan tidak jarang membuang-buang makanan, sementara ada orang yang tidak makan selama berhari-hari. Ada orang yang mengatakan bahwa salah orang-orang yang tidur di pondok kumuh itu sendiri, sehingga mereka mengalami nasib demikian. Bahkan seorang pembangkit motivasi mengatakan bahwa tiap orang bisa berhasil. Tetapi benarkah demikian? Anak seorang kaya, semenjak lahir sudah dibekali dengan nilai +1, yakni modal dari orang tuanya. Jika ia mendapatkan mendapatkan pendidikan yang memadai, maka bertambah lagi nilai +1-nya. Ia tentu memiliki rekan-rekan bisnis sesama orang kaya, jadi modal kehidupannya bertambah lagi +1. Kini paling tidak, ia sudah mengantungi nilai +3. Bandingkan dengan orang yang tinggal di pondok kumuh. Ia tidak punya modal apa-apa, nilainya adalah -1. Ia tidak punya kesempatan mendapatkan pendidikan yang memadai, nilainya -1. Koneksinya adalah sesama gelandangan dan pengemis, yang juga sama-sama kekurangan, maka nilainya bertambah lagi dengan -1. Jadi ia mengantungi -3.

Perhatikan betapa kontras perbedaannya. Jika semua orang punya hak untuk berhasil, maka ini adalah pertarungan yang tidak adil. Untuk mencapai kondisi cukup untuk hidup saja, ia harus melampaui 3 poin agar tiba pada nilai 0. Oleh karenanya, seruan pembangkit semangat semacam itu adalah ibarat mengajarkan seseorang bermimpi. Kembali di sini kesuksesan yang dimaksud adalah hanya ditinjau dari sisi materi.

Apakah sukses pensiun dini itu bermoral? Nilai seorang manusia itu adalah manfaat atau kontribusinya bagi sesama. Jika ada orang yang hanya duduk diam menikmati kekayaannya atau hanya ongkang-ongkang kaki saja serta hidup hedonisme, apakah nilainya bagi kehidupan? Orang itu tidak punya nilai sama sekali dan menjadi benalu atau parasit bagi peradaban, karena dia tidak menciptakan nilai tambah sama sekali bagi sesamanya. Lalu bagaimana mungkin seruan pensiun dini dapat dianggap bermoral?

Sebenarnya bagaimanakah kesuksesan yang "sejati"? Kesuksesan "sejati"  adalah kesanggupan menciptakan semakin banyak kebahagiaan baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Pada saat kita mampu "sukses" namun kita justru membantu orang lain agar "sukses" maka itulah kesuksesan sejati. Kesuksesan sejati bukanlah terletak  pada pertanyaan "berapa banyak barang yang  Anda telah jual," melainkan pada "berapa banyak orang yang Anda bantu menjualkan barangnya"? Dalam buku "Geography of Bliss" nampak jelas bahwa sikap altruistik adalah salah satu musabab bagi kebahagiaan. Suatu pencapaian egois yang bercirikan "aku hidup-kamu mati" atau "aku menang-kamu kalah" bukanlah kesuksesan sejati. Ubahlah konsep "kebahagiaanku adalah penderitaan bagi orang lain" menjadi "kebahagiaanku adalah kebahagiaan bagi orang lain, kebahagiaan orang lain adalah kebahagianku juga." Barulah dunia ini akan menjadi lebih baik. Semoga bermanfaat.

Sabtu, 04 Agustus 2012

Terjemahan Tulisan Mengenai Tradisi Pernikahan Tionghua di Zaman Kolonial






Terjemahan Tulisan Mengenai Tradisi Pernikahan Tionghua di Zaman Kolonial

Ivan Taniputera
2 Agustus 2012

Saya menerjemahkan ini dari: Het Adatrecht van Nederlandsch-Indie. Derde Deel: Losse Opstellen 1901-1931; Aflevering 7. Tulisan Mr. C. van Vollenhoven, halaman 444-445. Hitung-hitung juga untuk melatih bahasa Belanda saya:

Chineesch huwelijksrecht (Hukum Pernikahan Bangsa Tionghua)

"Het Chineesche verwantschaps-en huwelijksrecht is vanouds vaderrechtelijk
(Hukum kekerabatan dan pernikahan semenjak zaman dahulu telah bersifat mengikuti garis ayah).

de familie in China zelf is rechtsgemeenschap (gelijk in Indie thans nog de Minangkabausche en meestal de Minahasische familie is); verloving, huwelijk en warrschijnlijk ook huwelijksontbinding zijn familiezaken, geen particuliere zaken.

Keluarga di Tiongkok sendiri merupakan satu kesatuan masyarakat adat (mirip di India dan begitu pula dengan di Minangkabau serta kebanyakan Minahasa), pertunangan, pernikahan, beserta ikatan pernikahan adalah masalah internal keluarga dan bukan partikulir."

Berdasarkan uraian di atas, pernikahan di Tiongkok tidaklah dicatatkan di lembaran negara, karena merupakan masalah internal keluarga. Jadi menurut uraian di atas, lembaga seperti catatan sipil tidaklah dikenal di Tiongkok zaman dahulu.

"Het huwelijk wordt beschreven als een aanzoekhwelijk, waarbij een (vrouwelijke) middelaarster optreedt; de familien zijn bij de onderhandeling vertegenwoordigd door zoogenaamde huwelijksbewerkers; de verloving wordt meestal bindend gemaakt door een geschenk van den bruigom (denkelijk aan den vader der bruid)

(Pernikahan diawali dengan lamaran pernikahan, dimana datang seorang perantara pernikahan (mak comblang); keluarga kedua belah pihak melakukan perundingan (negosiasi) yang diwakili oleh pengatur perkawinan; lamaran itu kebanyakan lalu diikat oleh pemberian hadiah pernikahan yang dibawa pengiring mempelai pria (ditujukan pada ayah mempelai wanita)

daarop volgt wisseling van door de beide families opgestelde Chineesche trouwbrieven; het huwelijk zelf komt tot stand door betaling van een bruidschat door den bruigom aan den vader der bruid en diens vaderrechtelijke verwanten, gevolgd door het in optocht voeren van de jonge vrow (in een roode draagkoets, of op ander wijze) naar de woning van haar jongen man.

(Kemudian dilanjutkan dengan pertukaran surat yang menandakan bahwa pernikahan diterima. Pernikahan itu terjadi setelah dilakukan pembayaran mahar pada ayah mempelai wanita beserta kerabatnya dari garis ayah. Mempelai wanita dibawa dalam tandu berwarna merah (atau lainnya) dalam sebuah arak-arakan ke tempat kediaman mempelai pria).

Hoe dit alles toe gaat in de verschillende delen van Nederlandsch-Indie (dus ook in Riau, op Borneo en elders buiten Java), is slechts zeer ten deele onderzocht of beschreven. Van de varianten dien, vlucht- en schaakhuwelijk wordt evenmin gewag gemaakt als van een inlijf huwelijk; het vervolghuwelijk (zwagerhuwelijk) schijnt evenzeer verboden als elk ander gedwongen hertrouwen van een weduwe, het vervanghuwelijk wordt niet vermeld.

Bagaimana tradisi ini dipraktikkan di bagian lain Hindia Belanda (seperti di Riau, Kalimantan, dan daerah lainnya di luar Jawa), masih sedikit diteliti dan diketahui. Di antara berbagai jenis pernikahan lainnya, seperti kawin lari dan schaakhuwelijk (?) tidaklah dianggap sebagai perkawinan sejati. Menikahi saudara ipar nampaknya juga dilarang sebagaimana halnya pernikahan kembali paksa bagi seorang janda. Selanjutnya, mengenai pernikahan yang diwakilkan tidaklah pernah dijumpai [dalam tradisi Tionghua].

De in bruidschat huwelijk getrouwde Chineesche vrouw komt in gelijke positie als de vaderrechtelijk getrouwde vrouw bij de Indonesiers; schijnt zij reeds naar Chineesche adat nimmer beschouwd te zijn als een gekochte bezitting - zie boven onder 2 -, de Indische bepalingen en practijk hebben haar sinds lang een nog veel zelfstandiger plaats gegeven, laatstelijk door artikel 2 der ordonnantie van 1885, welk artikel (voor Java en Madoera en een deel der buitenbezittingen geldende) het vaderrechtelijk huwelijksgoederenrecht in haar belang gepreciseerd of wellicht voor haar verbeterd heeft.

Mas kawin bagi wanita Tionghua yang menikah mempunyai kedudukan sama dengan hak ayah wanita  di kalangan bangsa Indonesia, dimana nampaknya menurut tradisi Tionghua tidak pernah dianggap sebagai milik pribadi - lihat poin 2- undang-undang dan praktik yang berlaku di Hindia akan diuraikan lebih panjang lebar di tempat tersendiri. Akhirnya pada artikel 2, undang-undang yang berasal dari tahun 1885 (mengenai Jawa dan Madura  serta sebagian daerah di luarnya yang dikuasai Belanda) tentang perkawinan demi kepentingan pada intinya barangkali  telah dibuat lebih terperinci atau diperbaiki.

De Chinees mag slechts een hoofdvrouw hebben, doch nevens haar zijn hem bijvrouwen (zie onder 8 aan het slot) toe gestaan.

Orang Tionghua hanya dapat memiliki seorang isteri saja, kendati demikian ia boleh mempunyai selir-selir (lihat artikel nomor 8 di bagian akhir).

Huwelijksontbinding geschiedt door verstoting; de omstandigheid, dat de man zich op de hoofdplaatsen Batavia en Semarang verplicht rekende dit niet te doen dan met voorkennis van den Chineeschen raad, heeft mogelijk aanleiding gegeven tot de meening van 1848 (artikel 3 rechterlijke organisatie, nu artikel 78 lid 2 regeeringsreglement), als zouden er Chineesche hoofden zijn, die rechtsprekende bevoegdheid hebben inzake huwelijksontbinding.

Perceraian hanya mungkin dilakukan dengan mengajukan surat perceraian, yang di Batavia dan Semarang tidak dapat dilakukan tanpa sebelumnya memberitahukan pada Dewan Bangsa Tionghua (Kongkoan), barangkali ini merupakan penerapan undang-undang tahun 1848 (peraturan pemerintah pasal 3, yang sekarang diganti menjadi undang-undang pasal 78 ayat 2), dimana para pejabat Tionghua memiliki kekuasaan menangani masalah perceraian.

Op de Chineesche huwelijken is invloed geoefend, eenerzijds door vroegere en latere instructies van compagnie en gouvernement aan Chineesche officieren, anderzijds door de in 1911 vervallen voorschriften van 1829 op het consent van boedelmeesteren.

Bagaimana pernikahan tradisi Tionghua mendapatkan pengaruh luar, pada sisi melalui melalui perintah-perintah VOC dan pemerintah kolonial terhadap para pejabat Tionghua serta pada sisi lain oleh undang-undang tahun 1829 yang berakhir pada tahun 1911, hendaknya menjadi bahan penelitian para ahli hukum.

woordenschat (vocabulary):

Bruigom = pengiring mempelai pria.
Wisseling = pertukaran, Jerman = wechsel
Wellicht = mungkin, barangkali. Jerman = vielleicht.

CATATAN: Bagi yang memerlukan bundel-bundel tentang hukum adat zaman kolonial di atas dapat menghubungi saya di ivan_taniputera@yahoo.com atau 0816658902.

Jumat, 03 Agustus 2012

Perjuangan Etnis Tionghua di Kota Baru Dalam Mempertahankan Kemerdekaan

Perjuangan Etnis Tionghua di Kota Baru Dalam Mempertahankan Kemerdekaan

Ivan Taniputera
3 Agustus 2012

Kebetulan pada hari ini saya berkesempatan mengadakan wawancara dengan pemilik rumah tempat saya kost yang dulu pernah berjuang di Kota Baru, Kalimantan Selatan. Waktu itu, Kota Baru masih merupakan ibukota Kalimantan Tenggara. Pada kesempatan tersebut. Beliau, yakni Bapak Arifin Tjandra (Tjan Tjian Hwa) memberikan dokumen riwayat perjuangan rakyat menegakkan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945  di Kota Baru dan Kalimantan Tenggara, yang juga didukung oleh etnis Tionghua. Dokumen-dokumen tersebut berupa:

1. Catatan Peristiwa: Kabupaten Kotabaru Mempertahankan Proklamasi 17 Agustus 1945.
2. Formulir Pendaftaran Calon Veteran Pejuang Kemerdekaan Republik Indonesia, tertanggal 13 April 1987.

Rangkaian perjuangan kemerdekaan di Kalimantan Tenggara tidak terpisahkan dari kembalinya pasukan NICA yang membonceng Sekutu guna menegakkan kembali kolonialisme pascakekalahan Jepang. Bahkan Belanda berniat mendirikan negara boneka di bumi Kalimantan. Para pemuda yang tergabung dalam Gabungan Pemuda Indonesia (GAPIKA) mengundang rapat anggota organisasi kepemudaan lainnya dari seluruh Kalimantan Selatan. Rapat tersebut kemudian diselenggarakan di Gedung Bioskop "Pandai" pada tanggal 17 hingga 20 Maret 1947. Sementara itu, dari Kota Baru hadir Syahran Gani, Peran Kamar, dan Nadalsah (lihat "Catatan Peristiwa: Kabupaten Kotabaru Mempertahankan Proklamasi 17 Agustus 1945, halaman 109).
Sesuai rapat, Syahran Gani dan Peran Kamar mengadakan pertemuan rahasia dengan pimpinan gerakan M.N.1001 (M. Sibli Imansyah) beserta Hasan Basri selaku pimpinan gerilyawan. Adapun pertemuan dengan Hasan Basri dilangsungkan di tempat kediaman H. Rafai, di Kandangan. Pertemuan rahasia itu menghasilkan keputusan sebagai berikut:

a.Penyatuan taktik dan strategi perjuangan.
b.Cara-cara peningkatan perjuangan yang lebih aktif serta efektif.

Sementara itu, di luar Kota Baru, perjuangan rakyat semakin menghebat dan pasukan NICA terus mengejar para pejuang. Gerakan-gerakan di bawah tanah bermunculan bagai cendawan di musim hujan demi menghadapi penjajah. Sebagai contoh adalah Gerakan Rahasia Cantung (Sungai Kupang). Perjuangan mempertahankan kemerdekaan ini juga mendapat dukungan etnis Tionghua. Karena tidak dicurigai oleh penjajah, mereka dapat menjadi tempat perlindungan yang aman bagi para gerilyawan. Mereka kerap membocorkan pada para gerilyawan mengenai rencana Belanda, sehingga gerak-gerik musuh dapat diketahui dan tidak mudah melakukan penyergapan terhadap para gerilyawan. Adapun nama-nama tokoh Tionghua yang turut membantu perjuangan antara lain adalah:

  • Tyan A Song, Oey Gwan Seng, Tjan Tjian Hwa (yakni om kost saya), dan Tjan Ing Kay di daerah Sungai Kupang, Cantung.
  • Tjan A Teng dan Tjan Ing Kay di Kampung Sangking (Benyiur), yang pernah menyembunyikan Hasan Basri di tempat kediaman mereka, sewaktu yang bersangkutan dicari-cari oleh Belanda.
  • Lim Heng Po, Nyo A Hai, dan Tjan A Kay di kawasan pantai.
  • Ong Sung Hang di Kota Baru yang kerap mengirimkan barang keperluan perjuangan, seperti kain dan lain sebagainya.
  • Seorang wanita bernama Ang Tiauw Ek di Batulicin yang kerap membantu perjuangan dengan mengirimkan berbagai barang keperluan bagi para gerilyawan. (lihat "Catatan Peristiwa: Rakyat Kabupaten Kotabaru Mempertahankan Proklamasi 17 Agustus 1945," halaman 145)

Om kost saya sendiri, yakni Tjan Tjian Hwa, merupakan anggota veteran pejuang kemerdekaan Republik Indonesia pernah bergabung sebagai anggota kelaskaran ALRI Divisi IV PT. 10 (A) dari tanggal Juni 1948 hingga Desember 1949. Ketika itu yang menjadi komandannya adalah Sakar Taib, sedangkan wakil komandannya adalah Mohamad Taib. Asuk (Paman) Tjan Tjian Hwa sendiri kini telah berusia hampir 90 tahun, sehingga banyak peristiwa yang telah terlupakan.Namun Beliau juga memiliki andil dalam perjuangan.
Demikianlah sekilas perjuangan etnis Tionghua di Kalimantan Tenggara dalam menegakkan kemerdekaan Republik Indonesia.



Foto Bapak Tjan Tjian Hwa

Kamis, 02 Agustus 2012

Sekilas Sejarah Kemajuan Teknologi Bangsa Arab

Sekilas Sejarah Kemajuan Teknologi Bangsa Arab

Ivan Taniputera
2 Agustus 2012

Pada tanggal 29 Juli 2012, saya berkunjung ke Grand City Mall di Surabaya dan menyaksikan pameran foto-foto mengenai kemajuan teknologi bangsa Arab pada abad ke-7-10 M. Pada kurun waktu tersebut, Timur Tengah memang memiliki kemajuan melebihi bangsa Eropa yang masih mengalami abad kegelapan. Yang paling mengesankan adalah replika ukuran sebenarnya bagi jam gajah yang digerakkan oleh air buah karya al-Jazari.



 Meskipun hanya menyaksikan replikanya, kita tetap dapat membayangkan dan mengagumi kecanggihan jam ini di masa lalu. Apabila menyaksikan rancangannya, nampak bahwa al-Jazari menggabungkan beberapa elemen yang berasal dari Spanyol, Funisia, Irak, India, Tiongkok, Mesir dan lain sebagainya. Inilah sebabnya, kita sanggup menyaksikan keuniversalan di balik karya tersebut.




Karya al-Jazari lainnya adalah robot yang dibuatnya bagi Raja Diyarbakr. Robot berwujud anak kecil berusia 12 tahun tersebut dapat menuangkan air, mengambilkan handuk, serta membawakan sisir bagi sang raja.




Perkembangan teknologi lainnya adalah kamera lubang jarum karya Ibn-al Haitham. Kamera ini juga memperlihatkan bahwa cahaya merambat menurut garis lurus.




Masih ada lagi alat pencuci tangan otomoatis dengan mekanisme yang sekarang masih digunakan dalam sistim penyiram toilet modern. Alat ini menggunakan robot berwujud wanita muda yang memegang wadah air. Begitu tuasnya di tekan, robot wanita itu akan menuangkan airnya dan setelah itu mengisinya kembali.




Berikut ini adalah jam berbentuk istana-istanaan beserta pemain pemusiknya, yang juga buah karya al-Jazari. Jam ini dapat memeragakan fase-fase bulan dan setiap jam robot-robot pemusik akan memainkan alat musiknya.




Aroma terapi ternyata juga telah dikenal di Arab dan disebut bukhoor.



Dalam bidang kartografi atau ilmu pembuatan peta, kita mengenal al-Idrisi (1100-1166) yang berasal dari Andalusia, berikut ini adalah peta terkenal buah karyanya, yang mengggambarkan Eropa dan Asia.




Abbas ibn Firnas merupakan pencipta alat terbang dari abad ke-9. Hasil rancangannya tersebut tentu saja lebih tua ketimbang Leonardo dan Vinci.




Sebagai penutup akan ditampilkan mekanisme pengangkat air yang dirancang oleh para insinyur Arab. Mekanisme ini juga dilengkapi oleh pompa buah karya al-Jazari.




Sebagai tambahan ini adalah keterangan mengenai jam gajah di atas.


CTRL + Q to Enable/Disable GoPhoto.it