Tempatnya penggemar Sejarah, Sains, Astrologi, Teknologi, dan Metafisika
Minggu, 11 September 2011
Taishangganyingpian
Taishangganyingpian (太 上 感 應 篇 ) - Suatu Panduan Moralitas Daois
(Ivan Taniputera, 29 Januari 2008)
Taishangganyinpian adalah kitab yang menjadi pedoman mengenai moralitas dalam Daoisme. Secara harafiah arti judul kitab itu adalah "Ajaran Mengenai Hukum Sebab Akibat yang Berasal dari Laozi" (secara etimologis: 太 上 = gelar Laozi; 感 應 = pembalasan, sebab akitab; 篇 = sepotong tulisan atau artikel). Kitab yang terdiri dari sepuluh bab ini dibuka dengan ajaran yang berbunyi sebagai berikut:
Taishang (Laozi) berkata: "Malapetaka dan keberuntungan tiada memiliki pintu. Hanya manusialah yang mencarinya sendiri. Pembalasan baik ataupun buruk adalah laksana bayangan yang mengikuti tubuh."
Dengan demikian, menurut Daoisme keberuntungan atau kemalangan yang dialami umat manusia sesungguhnya berasal dari umat manusia itu sendiri. Bila umat manusia berbuat jahat, maka kemalangan akan menimpanya; sebaliknya bila melakukan kebajikan, maka ia juga akan menuai keberuntungan. Selanjutnya disebutkan:
Karenanya, Langit dan Bumi menetapkan para dewa (神 Shen = dewa) untuk menangani kesalahan-kesalahan yang dilakukan umat manusia. Berdasarkan berat ringannya pelanggaran yang dilakukan, barulah ditetapkan perhitungannya. Jika timbangan [kebajikannya] dikurangi, maka ia akan menjadi miskin, pemboros, banyak diliputi kesedihan, dibenci banyak orang, malapetaka akan mengikuti di belakangannya, dan keberuntungan menjauhinya. Bintang-bintang kemalangan (惡星 exing; secara harafiah berarti "bintang jahat") hingga habis takaran [usianya] dan orang itu menjumpai ajalnya.
Selanjutnya disebutkan apa saja yang seharusnya dan tidak seharusnya oleh umat manusia. Makna Shen di atas, menurut hemat saya hendaknya tidak ditafsirkan sebagai dewa dalam artian suatu sosok makhluk adikodrati, melainkan sebagai simbol kekuatan atau hukum alam. Jika umat manusia melakukan kejahatan, maka seolah-olah alam yang akan menjatuhkan "ganjarannya." Sebagai contoh adalah penebangan hutan yang berlebihan dan dilandasi keserakahan. Konsekuensinya adalah bencana banjir dan tanah longsor yang marak melanda tanah air kita belakangan ini. Pada bab IV diajarkan bahwa umat manusia hendaknya menjalani kebenaran dan menghindarkan diri dari kejahatan:
Jangan sekali-sekali menapaki jalan yang menyimpang
.....
Kasihanilah mereka yang dilanda kesusahan
Ikut bergembiralah bila orang lain berada dalam keadaan baik
Ulurkan bantuan pada mereka yang memerlukannya
....
Jangan menyiarkan keburukan orang lain
Jangan mengagungkan kebaikan yang telah dilakukan diri sendiri
....
Dalam memperoleh hinaan hendaknya tidak mengeluh
Dengan demikian, intisari bagian ini mengajarkan umat manusia untuk senantiasa mengembangkan cinta kasih pada semua makhluk, memiliki empati terhadap sesama, dan mengembangkan kesabaran. Selain itu diajarkan pula untuk menjaga hubungan yang baik dalam keluarga.
Bab V mengajarkan bahwa agar dapat menjadi dewa yang bertingkat tinggi, seseorang hendaknya melakukan 1.300 jenis pahala. Sedangkan bila ingin menjadi dewa tingkat rendah, maka cukup baginya untuk melakukan 300 jenis pahala.
Bab VI mengajarkan mengenai berbagai jenis kejahatan yang hendaknya tidak dilakukan umat manusia:
Tidak segan melakukan segala kekejaman
Dengan cara licik menyusahkan orang baik
....
Berkeras kepala dan dengan sewenang-wenang melakukan tindakan yang bertentangan dengan peri kemanusiaan
....
Memanahi burung-burung yang sedang berterbangan serta menghalau binatang yang sedang berlari.
....
Menyumbat lubang jalannya binatang-binatang dan meruntuhkan sarang mereka.
....
Membahayakan orang lain demi kepentingan sendiri.
Menukar yang buruk dengan yang baik.
.....
Menyebarkan rahasia orang lain.
....
Dengan sesuka hati membuang-buang hasil palawija
....
Demikianlah beberapa contoh kejahatan yang hendaknya tidak dilakukan umat manusia. Intisarinya adalah kejujuran dan perikemanusiaan. Bahkan cinta kasih itu tidak hanya berlaku bagi umat manusia saja melainkan semua makhluk. Oleh karena itu, Daoisme telah mengajarkan pelestarian lingkungan hidup, karena punahnya suatu spesies makhluk hidup akan mengganggu keseimbangan ekosistem secara makro. Mengingat pentingnya kitab ini, umat Daois hendaknya senantiasa membaca dan merenungkannya. Bahkan ajarannya yang universal tidak hanya bermanfaat bagi umat Daois saja, melainkan seluruh umat manusia.
(Ivan Taniputera, 29 Januari 2008)
Taishangganyinpian adalah kitab yang menjadi pedoman mengenai moralitas dalam Daoisme. Secara harafiah arti judul kitab itu adalah "Ajaran Mengenai Hukum Sebab Akibat yang Berasal dari Laozi" (secara etimologis: 太 上 = gelar Laozi; 感 應 = pembalasan, sebab akitab; 篇 = sepotong tulisan atau artikel). Kitab yang terdiri dari sepuluh bab ini dibuka dengan ajaran yang berbunyi sebagai berikut:
Taishang (Laozi) berkata: "Malapetaka dan keberuntungan tiada memiliki pintu. Hanya manusialah yang mencarinya sendiri. Pembalasan baik ataupun buruk adalah laksana bayangan yang mengikuti tubuh."
Dengan demikian, menurut Daoisme keberuntungan atau kemalangan yang dialami umat manusia sesungguhnya berasal dari umat manusia itu sendiri. Bila umat manusia berbuat jahat, maka kemalangan akan menimpanya; sebaliknya bila melakukan kebajikan, maka ia juga akan menuai keberuntungan. Selanjutnya disebutkan:
Karenanya, Langit dan Bumi menetapkan para dewa (神 Shen = dewa) untuk menangani kesalahan-kesalahan yang dilakukan umat manusia. Berdasarkan berat ringannya pelanggaran yang dilakukan, barulah ditetapkan perhitungannya. Jika timbangan [kebajikannya] dikurangi, maka ia akan menjadi miskin, pemboros, banyak diliputi kesedihan, dibenci banyak orang, malapetaka akan mengikuti di belakangannya, dan keberuntungan menjauhinya. Bintang-bintang kemalangan (惡星 exing; secara harafiah berarti "bintang jahat") hingga habis takaran [usianya] dan orang itu menjumpai ajalnya.
Selanjutnya disebutkan apa saja yang seharusnya dan tidak seharusnya oleh umat manusia. Makna Shen di atas, menurut hemat saya hendaknya tidak ditafsirkan sebagai dewa dalam artian suatu sosok makhluk adikodrati, melainkan sebagai simbol kekuatan atau hukum alam. Jika umat manusia melakukan kejahatan, maka seolah-olah alam yang akan menjatuhkan "ganjarannya." Sebagai contoh adalah penebangan hutan yang berlebihan dan dilandasi keserakahan. Konsekuensinya adalah bencana banjir dan tanah longsor yang marak melanda tanah air kita belakangan ini. Pada bab IV diajarkan bahwa umat manusia hendaknya menjalani kebenaran dan menghindarkan diri dari kejahatan:
Jangan sekali-sekali menapaki jalan yang menyimpang
.....
Kasihanilah mereka yang dilanda kesusahan
Ikut bergembiralah bila orang lain berada dalam keadaan baik
Ulurkan bantuan pada mereka yang memerlukannya
....
Jangan menyiarkan keburukan orang lain
Jangan mengagungkan kebaikan yang telah dilakukan diri sendiri
....
Dalam memperoleh hinaan hendaknya tidak mengeluh
Dengan demikian, intisari bagian ini mengajarkan umat manusia untuk senantiasa mengembangkan cinta kasih pada semua makhluk, memiliki empati terhadap sesama, dan mengembangkan kesabaran. Selain itu diajarkan pula untuk menjaga hubungan yang baik dalam keluarga.
Bab V mengajarkan bahwa agar dapat menjadi dewa yang bertingkat tinggi, seseorang hendaknya melakukan 1.300 jenis pahala. Sedangkan bila ingin menjadi dewa tingkat rendah, maka cukup baginya untuk melakukan 300 jenis pahala.
Bab VI mengajarkan mengenai berbagai jenis kejahatan yang hendaknya tidak dilakukan umat manusia:
Tidak segan melakukan segala kekejaman
Dengan cara licik menyusahkan orang baik
....
Berkeras kepala dan dengan sewenang-wenang melakukan tindakan yang bertentangan dengan peri kemanusiaan
....
Memanahi burung-burung yang sedang berterbangan serta menghalau binatang yang sedang berlari.
....
Menyumbat lubang jalannya binatang-binatang dan meruntuhkan sarang mereka.
....
Membahayakan orang lain demi kepentingan sendiri.
Menukar yang buruk dengan yang baik.
.....
Menyebarkan rahasia orang lain.
....
Dengan sesuka hati membuang-buang hasil palawija
....
Demikianlah beberapa contoh kejahatan yang hendaknya tidak dilakukan umat manusia. Intisarinya adalah kejujuran dan perikemanusiaan. Bahkan cinta kasih itu tidak hanya berlaku bagi umat manusia saja melainkan semua makhluk. Oleh karena itu, Daoisme telah mengajarkan pelestarian lingkungan hidup, karena punahnya suatu spesies makhluk hidup akan mengganggu keseimbangan ekosistem secara makro. Mengingat pentingnya kitab ini, umat Daois hendaknya senantiasa membaca dan merenungkannya. Bahkan ajarannya yang universal tidak hanya bermanfaat bagi umat Daois saja, melainkan seluruh umat manusia.
Tokoh dari Surabaya: Wawancara Dengan Pak Oei Him Hwie, Pendiri Perpustakaan Medayu Agung
Tokoh dari Surabaya: Wawancara Dengan Pak Oei Him Hwie, Pendiri Perpustakaan Medayu Agung
Ivan Taniputera
10 September 2011
Jika ada yang bertanya siapakah salah seorang tokoh di Surabaya yang memiliki sumbangsih besar dalam dunia perpustakaan, maka jawabannya adalah Pak Oei Him Hwie. Penulis sudah lama mengenal Beliau, namun baru pada tanggal 10 September 2011 berkesempatan mewawancarai Beliau. Waktu itu penulis mengunjungi perpustakaan yang Beliau dirikan, namun Pak Oei sedang pulang ke rumahnya yang terletak tak jauh dari sana. Oleh karenanya, penulis menyusul Beliau ke tempat kediamannya dan setelah itu bersama-sama kembali ke perpustakaan.
Mungkin belum banyak yang mengenal Beliau. Pak Oei Him Hwie yang dilahirkan pada tahun 1935 merupakan pendiri Perpustakaan Medayu Agung, yakni perpustakaan yang mengkhususkan diri pada literatur-literatur sejarah. Sewaktu beberapa kali mengunjungi Perpustakaan Medayu Agung, penulis memang sempat menyaksikan beberapa mahasiswa sejarah sedang mencari data di sana. Dengan demikian, perpustakaan yang terletak di Jl. Medayu Selatan IV/ 42-44, Surabaya, ini sangat membantu pelestarian dan penyebaran sejarah beserta ilmu pengetahuan.
Wawancara dengan Pak Oei berlangsung santai dan sebelumnya penulis sempat diajak melihat-lihat koleksi-koleksi Beliau, yang antara lain terbagi menjadi koleksi langka dan khusus. Koleksi langka berisikan buku-buku kuno dan langka, seperti buku koleksi karya seni Ir. Soekarno yang hanya dicetak terbatas dan diperoleh dari Bung Karno sendiri. Buku kumpulan koleksi itu berisikan foto-foto karya seni yang asli dan bukannya cetakan. Semuanya ditampilkan berwarna. Tidak banyak yang berkesempatan memilikinya. Selanjutnya terdapat pula Ensiklopedia dari zaman kolonial. Bahkan Pak Oei juga mempunyai buku Mein Kampf berbahasa Jerman yang asli. Di ruangan koleksi khusus kita dapat menyaksikan buku-buku tentang Bung Karno, Pramoedya Ananta Toer (Pram), sejarah Tionghua di Indonesia, dan sejarah Indonesia. Masih ada lagi buku-buku mengenai Tiong Hoa Hwee Koan dan organisasi Tionghua Indonesia yang dipajang di etalase kaca khusus. Bahkan ada pula piringan hitam yang berisikan pidato Hitler. Karena kondisinya yang sudah tua, piringan hitam itu tidak dapat lagi diputar. Bila diputar timbul kekhawatiran piringan hitam tersebut akan mengalami kerusakan.
Kini kita akan sekilas menapak-tilasi kisah kehidupan Pak Oei. Beliau dilahirkan di Malang, Jawa Timur, dan menjalani profesi sebagai wartawan. Semasa mudanya, Beliau merupakan pecinta buku dan telah banyak mengumpulkan berbagai literatur berharga serta kliping-kliping koran khususnya terkait sejarah. Saat bertugas sebagai wartawan, Beliau sempat mewawancara Ir. Soekarno dan memperoleh berbagai barang kenang-kenangan, seperti jam dan album karya seni koleksi presiden pertama Republik Indonesia tersebut. Namun perjalanan hidup Beliau tidaklah selamanya mulus. Prahara melanda negeri kita dengan meletusnya pemberontakan G30S/PKI pada tahun 1965. Pak Oei ditahan oleh pemerintah Orde Baru dengan tuduhan sebagai anggota Baperki dan seorang Soekarnois. Tuduhan sebagai Soekarnois itu dikarenakan Beliau pernah meliput mengenai Bung Karno dan banyak memiliki foto-fotonya.
Berdasarkan informasi Pak Oei, Baperki yang merupakan singkatan Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia waktu itu memperjuangkan persamaan hak dan tak menyetujui politik asimilasi. Organisasi itu memang memiliki kedekatan dengan Bung Karno, sehingga tokoh-tokohnya ditangkapi oleh pemerintah Orde Baru. Perjalanan nasib membawa Pak Oei ke Pulau Buru bersama para tahanan politik (tapol) lainnya. Selama 13 tahun Beliau menjalani penahanan di Pulau Buru. Namun penahanan tersebut membawa Beliau mengenal Pramoedya Ananta Toer, salah seorang sastrawan Indonesia yang turut dibuang ke Buru. Menurut Pak Oei, Pram merupakan tahanan yang diisolasi sehingga tak boleh menerima tamu. Tetapi ladang Pak Oei ternyata terletak di belakang pondok Pram, sehingga bila tak ada penjaga Pak Oei secara diam-diam menyelinap ke sana.
Selama dalam tahanan itulah, Pram menulis tangan karangan-karangannya dan Pak Oei beserta kawan-kawan sesama tahanan membaca dan mengoreksinya. Hingga saat ini, Pak Oei masih memiliki naskah manuskrip tulisan tangan Pram yang merupakan salah satu koleksi Perpustakaan Medayu Agung. Belakangan, Pram dapat memperoleh mesin ketik yang sudah sudah rusak tetapi dapat diperbaikinya, sehingga selanjutnya karangan Pram dapat diketik. Demikianlah penuturan Pak Oei, yang melanjutkan dengan meriwayatkan mengenai permusuhan antara HAMKA dan Pram. Waktu itu, Pram menuduh HAMKA telah menulis karya jiplakan (plagiat) berjudul Tenggelamnya Kapal van der Wijk. Meskipun demikian, penulis mengatakan bahwa HAMKA juga sastrawan besar dan karyanya berjudul Di Bawah Lindungan Kaabah telah dituangkan dalam bentuk film serta sedang diputar di berbagai gedung bioskop.
Yang menyedihkan selama dalam tahanan itulah banyak buku-buku koleksi Pak Oei yang dirampas oleh tentara dan dibakar. Untungnya sebagian di antaranya berhasil disembunyikan oleh saudara Pak Oei dan kini menjadi koleksi langka Perpustakaan Medayu Agung. Sayangnya beberapa di antaranya hancur karena terkena hujan dan ada pula yang dimakan ngengat. Semoga saja perusakan dan penghancuran buku seperti ini tidak terjadi lagi di masa mendatang, karena buku merupakan wahana berharga dalam melestarikan prestasi dan buah pemikiran umat manusia. Dalam perjalanan sejarah, beberapa kali terjadi peristiwa pembakaran buku, sehingga tidak sedikit warisan buah pemikiran gemilang umat manusia yang hilang ditelan zaman.
Pak Oei baru dibebaskan pada tahun 1978. Waktu hendak meninggalkan Pulau Buru, Beliau dititipi manuskrip oleh Pram. Untungnya tidak digeledah, sehingga manuskrip itu terselamatkan. Sementara itu, Pram sendiri baru dibebaskan tahun 1979. Kendati telah dibebaskan, sulit bagi Pak Oei memperoleh pekerjaan karena KTP (Kartu Tanda Penduduk) Beliau dibubuhi tanda “ET” atau “Eks Tapol.” Untunglah Beliau dibantu oleh Haji Masagung (Tjio Wie Thay), salah seorang tokoh Tionghua Muslim dan sekaligus pendiri Toko Buku Gunung Agung. Pak Oei kemudian diangkat sebagai sekretaris pribadi Haji Masagung dan kerap diajak keliling berdakwah. Sebagai seorang Muslim yang taat, Haji Masagung merupakan sosok berjiwa toleran dan tidak pernah memaksakan agamanya. Pak Oei sendiri tetap beragama Buddha hingga saat ini.
Banyak hal yang dapat kita pelajari dari Pak Oei, baik ilmu sejarah maupun pandangan hidup Beliau. Saat wawancara, Beliau sempat menunjukkan pada penulis buku berjudul “Kamus Himpunan Politik” terbitan tahun 1950-an, yang menyebutkan bahwa Bung Karno dilahirkan di Surabaya. Ketika itu, memang ada rekayasa yang menyebarkan informasi keliru bahwa Bung Karno dilahirkan di Blitar. Sewaktu mengetahui bahwa Pak Oei dilahirkan tahun 1935, yakni semasa berkuasanya pemerintah kolonial, penulis menanyakan mengapa Beliau tidak meminta kewarganegaraan Belanda saja-mengingat bahwa setiap orang yang lahir sebelum tahun 1942 boleh mendapatkan kewarganegaraan Belanda. Tetapi Beliau menjawab bahwa karena dilahirkan di Indonesia, kita harus menjadi warga negara Indonesia yang baik. Dengan demikian, hal ini mencerminkan jiwa nasionalisme Beliau. Selain itu, kecintaan Beliau terhadap buku selaku jendela ilmu pengetahuan patutlah kita teladani.
Dewasa ini Perpustakaan Medayu Agung dibuka setiap jam kerja dari hari Senin hingga Sabtu. Khusus hari Sabtu hanya buka setengah hari. Pak Oei sendiri sedang menulis memoir berisikan pengalaman hidup Beliau sebagai warisan bagi generasi selanjutnya. Beliau menerima berbagai penghargaan antara lain dari kedutaan Cekoslovakia, Jawa Pos, Unair, dan lain sebagainya. Bagi para penggemar sejarah Perpustakaan Medayu Agung merupakan tempat rujukan berharga yang sayang sekali dilewatkan. Karena hari telah menunjukkan pukul lima sore, penulis mohon diri pada Pak Oei. Semoga Pak Oei senantiasa dikaruniai kesehatan dan Perpustakaan Medayu Agung tetap berkibar.
Foto penulis bersama Pak Oei (kanan)
Pak Oei sedang memegang buku karya penulis
Pak Oei sedang berada di ruang koleksi khusus
Koleksi-koleksi yang dipajang di etalase
Rabu, 31 Agustus 2011
Sekelumit Data Sejarah Kerajaan Parigi
Sekelumit Data Sejarah Kerajaan Parigi
Sumber: Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Sulawesi Tengah, halaman 92.
Berikut ini adalah kutipan dari sumber tersebut:
5.Perlawanan sikap raja Parigi bernama Vinono bersama Putranya (Hanusu)
Walaupun sejak tahun 1897 raja Parigi I Djengintonambaru sudah diikat dengan kontrak pengakuan pada Belanda, tetapi ternyata pada awal abad ke-20 raja Parigi bernama Vinono bersama anaknya bernama Hanusu memimpin rakyatnya melawan Belanda. Terkenal sumpah raja Vinono “Mabula boga rivana, pade meta’a mbaeva Balanda” (artinya “Nanti putih monyet di rimba baru berhenti melawan Belanda”).
Perlawanan ini dapat ditekan Belanda dan akibatnya Hanusu dibuang ke Tondano (Minahasa). Tahun 1917 ia baru dikembalikan dan diangkat menjadi raja Parigi setelah menanda-tangani korteverklaring pada 5 Pebruari 1917.
Sumber: Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Sulawesi Tengah, halaman 92.
Berikut ini adalah kutipan dari sumber tersebut:
5.Perlawanan sikap raja Parigi bernama Vinono bersama Putranya (Hanusu)
Walaupun sejak tahun 1897 raja Parigi I Djengintonambaru sudah diikat dengan kontrak pengakuan pada Belanda, tetapi ternyata pada awal abad ke-20 raja Parigi bernama Vinono bersama anaknya bernama Hanusu memimpin rakyatnya melawan Belanda. Terkenal sumpah raja Vinono “Mabula boga rivana, pade meta’a mbaeva Balanda” (artinya “Nanti putih monyet di rimba baru berhenti melawan Belanda”).
Perlawanan ini dapat ditekan Belanda dan akibatnya Hanusu dibuang ke Tondano (Minahasa). Tahun 1917 ia baru dikembalikan dan diangkat menjadi raja Parigi setelah menanda-tangani korteverklaring pada 5 Pebruari 1917.
Rainha Boki Raja, Ratu Ternate Yang Terlupakan
Rainha Boki Raja, Ratu Ternate Yang Terlupakan.
Ivan Taniputera
1 September 2011
Judul buku : Rainha Boki Raja: Ratu Ternate Abad Keenambelas
Pengarang : Toeti Heraty
Penerbit : Komunitas Bambu, 2010.
Jumlah halaman : 157
Banyak orang tidak mengenal lagi siapakah Rainha Boki Raja. Beliau adalah puteri sultan Tidore, Al Mansur. Meskipun demikian tak diketahui kapan Beliau dilahirkan, yang diperkirakan sebelum tahun 1500 Masehi (halaman 2). Beliau kemudian menikah dan menjadi permaisuri sultan Ternate ke-21, Bayanullah (1500-1522). Pernikahan ini dikaruniai dua orang putera, yakni Boheyat (kelak menjadi sultan Ternate ke-22, 1522-1532) dan Deyalo (kelak menjadi sultan Ternate ke-23, 1532-1533). Setelah suaminya meninggal, Rainha Boki Raja menjadi wakil bagi putera-puteranya yang masih belum dewasa. Kehidupan Rainha Boki Raja diwarnai berbagai intrik dan kesedihan yang berkecamuk dalam Kesultanan Ternate. Sebagai contoh, Boheyat, puteranya, ditawan oleh Portugis dan mati diracun oleh pamannya sendiri. Ratu Ternate ini merupakan sosok yang tak kenal takut menghadapi kekejaman Portugis. Pada tahun 1530, dengan gagah berani Beliau mengangkat senjata mengepung benteng Portugis dan berhasil menewaskan Gonzales Pereira. Kekalahan di tangan seorang wanita ini tentu saja memalukan Portugis.
Pada perkembangan selanjutnya Rainha Boki Raja menikahi Pati Sarangi dan memiliki putera bernama Tabaridji (kelak menjadi sultan Ternate ke-24, 1533-1535). Demi membalas kekalahannya, pada tahun 1535, Portugis menawan Rainha Boki Raja, Pati Sarangi dan Tabaridji serta mengasingkan mereka ke Goa. Di pengasingan itulah, Tabaridji berpindah agama dan dibaptis dengan nama Dom Manuel pada tahun 1537. Mereka kemudian dikembalikan ke Ternate pada tahun 1547. Dalam perjalanan pulangnya, mereka berpapasan dengan Chairun (sultan Termate, 1535-1570) saudara tiri Tabaridji. Ternyata kemudian Tabaridji meninggal karena diracun. Pada tahun 1547, Chairun berkuasa kembali di Ternate dan merebut seluruh kekayaan ibu tirinya. Rainha Boki Raja kemudian masuk agama Katolik dan dibaptis dengan nama Dona Isabel.
Ivan Taniputera
1 September 2011
Judul buku : Rainha Boki Raja: Ratu Ternate Abad Keenambelas
Pengarang : Toeti Heraty
Penerbit : Komunitas Bambu, 2010.
Jumlah halaman : 157
Banyak orang tidak mengenal lagi siapakah Rainha Boki Raja. Beliau adalah puteri sultan Tidore, Al Mansur. Meskipun demikian tak diketahui kapan Beliau dilahirkan, yang diperkirakan sebelum tahun 1500 Masehi (halaman 2). Beliau kemudian menikah dan menjadi permaisuri sultan Ternate ke-21, Bayanullah (1500-1522). Pernikahan ini dikaruniai dua orang putera, yakni Boheyat (kelak menjadi sultan Ternate ke-22, 1522-1532) dan Deyalo (kelak menjadi sultan Ternate ke-23, 1532-1533). Setelah suaminya meninggal, Rainha Boki Raja menjadi wakil bagi putera-puteranya yang masih belum dewasa. Kehidupan Rainha Boki Raja diwarnai berbagai intrik dan kesedihan yang berkecamuk dalam Kesultanan Ternate. Sebagai contoh, Boheyat, puteranya, ditawan oleh Portugis dan mati diracun oleh pamannya sendiri. Ratu Ternate ini merupakan sosok yang tak kenal takut menghadapi kekejaman Portugis. Pada tahun 1530, dengan gagah berani Beliau mengangkat senjata mengepung benteng Portugis dan berhasil menewaskan Gonzales Pereira. Kekalahan di tangan seorang wanita ini tentu saja memalukan Portugis.
Pada perkembangan selanjutnya Rainha Boki Raja menikahi Pati Sarangi dan memiliki putera bernama Tabaridji (kelak menjadi sultan Ternate ke-24, 1533-1535). Demi membalas kekalahannya, pada tahun 1535, Portugis menawan Rainha Boki Raja, Pati Sarangi dan Tabaridji serta mengasingkan mereka ke Goa. Di pengasingan itulah, Tabaridji berpindah agama dan dibaptis dengan nama Dom Manuel pada tahun 1537. Mereka kemudian dikembalikan ke Ternate pada tahun 1547. Dalam perjalanan pulangnya, mereka berpapasan dengan Chairun (sultan Termate, 1535-1570) saudara tiri Tabaridji. Ternyata kemudian Tabaridji meninggal karena diracun. Pada tahun 1547, Chairun berkuasa kembali di Ternate dan merebut seluruh kekayaan ibu tirinya. Rainha Boki Raja kemudian masuk agama Katolik dan dibaptis dengan nama Dona Isabel.
Selasa, 30 Agustus 2011
Peta Kerajaan-kerajaan di Kapuas Hulu
Peta Kerajaan-kerajaan Yang Berada di Kapuas Hulu
Ivan Taniputera
30 Agustus 2011
Di Kapuas Hulu terdapat kerajaan-kerajaan Bunut, Jongkong, Silat, Suhaid, Piasa, dan Selimbau. Juga terdapat daerah-daerah yang langsung diperintah oleh Belanda seperti Empanang, Seberuwang, Embahu (Embaluh), dan Batang Lupar. Belakangan kerajaan-kerajaan di atas dilikuidasi oleh pemerintah kolonial (awal abad 20). Kawasan yang dahulu disebut Boven Kapuas ini menjadi cikal bakal Kabupaten Kapuas Hulu.
Ivan Taniputera
30 Agustus 2011
Di Kapuas Hulu terdapat kerajaan-kerajaan Bunut, Jongkong, Silat, Suhaid, Piasa, dan Selimbau. Juga terdapat daerah-daerah yang langsung diperintah oleh Belanda seperti Empanang, Seberuwang, Embahu (Embaluh), dan Batang Lupar. Belakangan kerajaan-kerajaan di atas dilikuidasi oleh pemerintah kolonial (awal abad 20). Kawasan yang dahulu disebut Boven Kapuas ini menjadi cikal bakal Kabupaten Kapuas Hulu.
Tipu-tipu Program Investasi
Tipu-tipu Program Investasi
Ivan Taniputera
30 Agustus 2011
Pada kesempatan kali ini saya akan membagikan mengenai program investasi yang menurut sejarahnya sempat marak di tahun 2000an. Apa yang dimaksud program investasi di sini adalah ajakan menanamkan modal dengan iming-iming bunga yang menggiurkan. Salah satu bentuk investasi itu adalah dalam bentuk pembelian hasil bumi tertentu. Menurut program yang mereka tawarkan, perusahaan mereka akan membeli komoditas tersebut saat harganya turun dan menjualnya begitu harga naik. Sepintas program tersebut nampak masuk akal dan menggiurkan. Namun mari kita pikirkan sejenak. Bagaimana bila harga komoditas terus turun atau terus naik? Bisnis seperti ini tidak bisa selamanya menjanjikan sebagaimana halnya permainan saham. Tidak ada yang dapat meramalkan naik turunnya harga komoditas. Memang benar bahwa tak berapa lama kemudian perusahaan investasi tersebut bangkrut dan pemiliknya melarikan diri.
Bentuk investasi lain adalah menawarkan pemilikan bersama sekian hektar tanah. Padahal letak tanahnya sendiri tidaklah jelas. Setelah meraup keuntungan besar, sang penipu melarikan diri, sehingga menyisakan kegetiran dalam diri para korbannya.
Bentuk-bentuk penipuan semacam ini memanfaatkan keinginan dan harapan manusia agar memperoleh keuntungan besar dengan cepat. Dengan kata lain, penipuan semacam mengandalkan penjualan mimpi. Meskipun demikian, kita perlu menelaah dengan cermat segenap prospek yang ditawarkan pada kita. Benarkah prospek itu sungguh-sungguh menjanjikan atau adakah kejanggalan di balinya. Oleh karena itu, orang yang beruntung adalah orang yang waspada. Janganlah mudah tergiur dengan keuntungan yang besar dan cepat.
Ivan Taniputera
30 Agustus 2011
Pada kesempatan kali ini saya akan membagikan mengenai program investasi yang menurut sejarahnya sempat marak di tahun 2000an. Apa yang dimaksud program investasi di sini adalah ajakan menanamkan modal dengan iming-iming bunga yang menggiurkan. Salah satu bentuk investasi itu adalah dalam bentuk pembelian hasil bumi tertentu. Menurut program yang mereka tawarkan, perusahaan mereka akan membeli komoditas tersebut saat harganya turun dan menjualnya begitu harga naik. Sepintas program tersebut nampak masuk akal dan menggiurkan. Namun mari kita pikirkan sejenak. Bagaimana bila harga komoditas terus turun atau terus naik? Bisnis seperti ini tidak bisa selamanya menjanjikan sebagaimana halnya permainan saham. Tidak ada yang dapat meramalkan naik turunnya harga komoditas. Memang benar bahwa tak berapa lama kemudian perusahaan investasi tersebut bangkrut dan pemiliknya melarikan diri.
Bentuk investasi lain adalah menawarkan pemilikan bersama sekian hektar tanah. Padahal letak tanahnya sendiri tidaklah jelas. Setelah meraup keuntungan besar, sang penipu melarikan diri, sehingga menyisakan kegetiran dalam diri para korbannya.
Bentuk-bentuk penipuan semacam ini memanfaatkan keinginan dan harapan manusia agar memperoleh keuntungan besar dengan cepat. Dengan kata lain, penipuan semacam mengandalkan penjualan mimpi. Meskipun demikian, kita perlu menelaah dengan cermat segenap prospek yang ditawarkan pada kita. Benarkah prospek itu sungguh-sungguh menjanjikan atau adakah kejanggalan di balinya. Oleh karena itu, orang yang beruntung adalah orang yang waspada. Janganlah mudah tergiur dengan keuntungan yang besar dan cepat.
Langganan:
Postingan (Atom)