Tampilkan postingan dengan label proklamasi kemerdekaan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label proklamasi kemerdekaan. Tampilkan semua postingan

Senin, 24 Agustus 2015

RENUNGAN HARI PROKLAMASI KEMERDEKAAN: KEDAULATAN BAHASA

RENUNGAN HARI PROKLAMASI KEMERDEKAAN: KEDAULATAN BAHASA


Ivan Taniputera
16 Agustus 2015





Besok pagi negara kita akan memasuki usianya yang ke-70. Telah banyak bahaya, tantangan, dan hambatan yang dialami negara kita dalam kurun waktu tersebut. Namun semuanya dapat diatasi dengan baik, sehingga negara kita tetap bertahan hingga saat ini. Meskipun kemerdekaan sebagai negara berdaulat telah diakui baik secara de yure maupun de facto oleh negara lain, tetapi kita masih belum terbebas dari masalah korupsi, kemiskinan, dan masalah kemasyarakatan lainnya. Bahkan fanatisme keagamaan dan kesukuan masih merupakan ancaman nyata bagi negara kita. Kendati demikian, pada renungan kali ini, saya ingin lebih banyak menitik-beratkan pada hal yang jarang dibicarakan, yakni bahasa.

Berdasarkan pasal 36 UUD 45, maka bahasa resmi negara kita adalah bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia ini merupakan salah satu aspek yang menjadi penanda bagi kedaulatan bangsa dan negara. Sebelumnya, saya ingin menceritakan pengalaman saya selama menuntut ilmu di Jerman. Jikalau kita ingin belajar dan bekerja di Jerman, maka kita harus menguasai bahasa Jerman. Tentu saja penguasaan bahasa Jerman itu harus dibuktikan melalui sebuah ijazah.

Kini kita kembali pada topik renungan kita. Pertanyaannya adalah sudahkah kita berdaulat secara bahasa? Saya sering meyaksikan para pekerja asing atau ekspatriat di negara kita yang tidak menguasai bahasa Indonesia. Mungkin juga mereka menguasai bahasa Indonesia, tetapi penguasannya hanya pas-pasan. Ini adalah sesuatu yang memprihatinkan. Apabila mereka bekerja atau berdomisili di Indonesia dalam waktu lama (misalnya lebih dari tiga bulan), maka seyogianya mereka belajar bahasa Indonesia hingga sanggup berkomunikasi dengan baik menggunakan bahasa tersebut, baik lisan maupun tulisan.

Dalam mengeluarkan izin kerja bagi para pekerja atau ekspatriat asing, maka dapat ditambahkan satu kriteria lagi, yakni bukti penguasaan bahasa Indonesia. Tentu saja, pemerintah perlu segera menyusun standar penguasaan bahasa Indonesia bagi orang asing. Selanjutnya lembaga-lembaga pengajaran bahasa Indonesia (seperti Goethe Institute bagi bahasa Jerman) perlu didirikan sesuai kebutuhan. Komunikasi dengan para pekerja asing harus menggunakan bahasa Indonesia. Mereka bekerja di Indonesia, maka sudah sepantasnya mereka belajar bahasa Indonesia. Adalah tidak masuk akal, jika kita berkomunikasi dengan mereka menggunakan bahasa selain bahasa Indonesia. Ini seharusnya adalah sesuatu yang wajar di semua negara. Jika saya bekerja di Jerman, maka saya tidak bisa memaksa orang Jerman berbicara dengan saya menggunakan bahasa Indonesia. Kalau saya bekerja di Jerman, maka saya harus menggunakan bahasa Jerman. Adanya keharusan bagi pekerja asing menguasai bahasa Indonesia adalah wujud penegakan kedaulatan bahasa di negara kita. Jikalau mereka tidak bersedia belajar bahasa Indonesia, maka itu adalah wujud arogansi atau kesombongan mereka.

Namun pada sisi lain, bukan berarti kita anti dengan bahasa asing. Saya sendiri menguasai beberapa bahasa. Penguasaan bahasa asing sangat perlu dalam menguasai berbagai bidang pengetahuan serta alih teknologi. Kendati demikian, kita tetap harus menjadikan bahasa Indonesia sebagai tuan di negara kita sendiri. Mari kita tegakkan kedaulatan bahasa di negara kita yang telah berusia 70 tahun ini.

Merdeka!!!

Rabu, 06 November 2013

BUKU MENGENAI SEJARAH MASA AWAL BERDIRINYA REPUBLIK INDONESIA

BUKU MENGENAI SEJARAH MASA AWAL BERDIRINYA REPUBLIK INDONESIA

Ivan Taniputera
7 November 2013



Judul buku: Lembaran Sedjarah
Pengarang:-
Penerbit: Kementerian Penerangan Republik Indonesia, Jogjakarta, Agustus 1950
Jumlah halaman: 72

Buku ini adalah meriwayatkan sejarah lima tahun pertama berdirinya Republik Indonesia. Pembahasannya dibagi berdasarkan tahunnya.

Pada Kata Pengantar di halaman 1 dapat kita baca sebagai berikut:

"Tanggal 17 Agustus, adalah suatu hari jang mempunjai daja gaib, daja penarik bagi kita bangsa Indonesia. Djika bangsa Amerika mempunjai hari Kemerdekaan (Independent Day) tanggal 4 Djuli dan bangsa Perantjis mempunyai "Quatorze Juillet" (14 Djuli), 17 Agustus 1945 kita telah menjatakan diri bebas merdeka lepas dari tindakan kekuasaan asing.

Apa jang terjadi kemudian, penuh dengan bermatjam2 peristiwa bersedjarah, adalah semata-mata untuk mempertahankan semangat 17 Agustus 1945: "Sekali merdeka, tetap merdeka".

Dalam tahun 1950 ini, kita memperingati hari kemerdekaan tanggal 17 Agustus dalam suasana jang sangat berlainan dari pada tahun-tahun jang lampau. Ia dirajakan diseluruh kepulauan Indonesia, ia diperingati oleh seluruh bangsa Indonesia jang 70.000.000 djumlahnja itu. bukan sadja sudah genap 5 tahun usia proklamasi kemerdekaan dimana kita kini hidup didalam suasana kegentingan internasional, tetapi dalam tahun ini djuga kita memasuki fase baru dalam perdjuangan. Setelah kita mengalami pertempuran-pertempuran diseling dengan perundingan-perundingan serta usaha memetjah belah dari fihak lawan, achirnja kita bersatu kembali dalam Negara Kesatuan jang merdeka dan berdaulat. Namun perdjuangan kita belum lagi selesai. Irian masih mendjadi soal persengketaan.

Brosur ketjil ini dimaksud sebagai sumbangsih dalam kita memperingati hari ulang tahun ke-5 dari proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1950.

Semoga brosur ini mentjapai maksudnja dan digunakan sebagai bahan atau pedoman seperlunja dalam kita meneruskan perdjuangan dimasa depan, dengan memetik peladjaran akan kedjadian-kedjadian dimasa jang lampau !"

Berikut ini adalah contoh uraian mengenai peristiwa yang terjadi pada tanggal 14 April 1949 (halaman 24):

"14 April perundingan permulaan dimulai dan 7 Mei tertjapai "persetudjuan": "Keterangan bersama," jalah "Rum-Royen" Statement. Pemerintah Republik kembali ke Jogja, Presiden dan wakil Presiden mendjamin (persoonlijk) pemerintah Republik akan berusaha menghentikan permusuhan dan ikut serta berunding ke Den Haag untuk diserahkannja kedaulatan Belanda atas Indonesia. Dr Beel berhenti, djendral Spoor dapat menjetudjui RR statement itu. Persiapan kembalinja pemerintah pusat Republik Indonesia ke Jogjakarta segera dilakukan. 22 Djuni tertjapai "meeting of mind" mengenai garis-garis besar cease fire dan waktu dan atjaranja konferensi di Den Haag. BFO akan boleh ikut serta, UNCI akan tetap mengawasinja, selaku wakil DKPBB...."

Berikut ini adalah contoh foto-foto yang terdapat dalam buku ini:




Berminat foto kopi hubungi ivan_taniputera@yahoo.com.