Upacara Api Homa Dimu (Bunda Bumi Pertiwi) di Vihara Vajra Bhumi Arama Surabaya
Ivan Taniputera
18 April 2012
Dimu atau Bunda Bumi Pertiwi memiliki peran yang agung dalam Daoisme dan juga Buddhisme. Agar dapat memahami makna Dimu atau Bunda Bumi Pertiwi, kita perlu menelaah kosmologi Tiongkok terlebih dahulu. Berdasarkan kosmologi Tiongkok, segala sesuatu berasal dari WUQI yang merupakan prinsip asali semesta yang terbebas dari segenap dualisme. Selanjutnya dari Wuqi ini muncul apa yang disebut Liangyi, yakni adanya dua prinsip dalam alam semesta yang saling melengkapi. (YIN dan YANG). Selanjutnya muncul apa yang disebut TAIQI yakni berputarnya dua prinsip semesta tersebut dan menghasilkan segenap fenomena. Kedua prinsip ini, yakni yin dan yang sebenarnya merupakan sesuatu yang abstrak, sehingga tidak mudah dijelaskan secara gamblang. Tidak ada yang lebih baik atau buruk di antara kedua prinsip ini, karena keduanya saling melengkapi. Prinsip YANG juga disebut LANGIT dan prinsip YIN ini juga disebut BUMI. Karena ada perpaduan Langit dan Bumi, maka timbul segenap fenonema di jagad raya.
Konsep kosmologis ini juga tergambar pada apa yang dinamakan Bagua, atau Delapan Gua (Trigram=Tri Garis). Terdapat gua atau trigram yang berupa tiga garis tak terputus dan disebut Qian. Inilah yang melambangkan prinsip Langit atau Yang. Kemudian sebagai pasangannya terdapat trigram berupa tiga garis yang semuanya terputus. Inilah yang disebut trigram Kun, selaku perlambang bagi Bumi. Oleh karenanya, baik Bumi maupun Langit sesungguhnya merupakan pasangan asali semesta, yang sebenarnya merupakan manifestasi Keserba-tunggalan atau Wuqi, dimana dari sudut pandang pencerahan, segenap dualisme akan melebur menjadi ketunggalan. Kendati demikian dari sudut pandang orang yang belum tercerahi, dualisme atau keserba-menduaan ini tetaplah ada.
Berdasarkan prinsip kosmologis yang dibabarkan di atas, maka nampak jelas bahwa Dimu atau Bunda Bumi Pertiwi memiliki kedudukan yang luar biasa. Beliau memiliki peran yang sungguh agung, karena melambangkan prinsip asali semesta, yang melalui perpaduannya dengan Langit, maka segenap fenomena tercipta. Dimu digambarkan memegang Bagua, yang merupakan lambang prinsip-prinsip bekerjanya semesta. Bagua sendiri sebenarnya merupakan dasar bagi berbagai ilmu metafisika Tiongkok, seperti Fengshui, Yijing, dan lain sebagainya. Dengan demikian, terdapat kepercayaan apabila seseorang ingin menguasai ilmu-ilmu semacam itu, maka ia perlu melakukan puja bakti terhadap Dimu. Dimu sendiri bukanlah yang menciptakan hukum-hukum tersebut, namun Beliau selamanya menyatu dengan hukum-hukum tersebut, selalu pengatur bekerjanya jagad raya.
Sebagai peringatan terhadap Dimu atau Bunda Bumi Pertiwi, Vihara Vajra Bhumi Arama Surabaya mengadakan upacara homa pada tanggal 17 April 2012. pukul 19.30. Meskipun demikian, rupang Dimu yang dipergunakan dalam acara homa ini agak istimewa, karena Beliau justru digambarkan sedang menginjak bola bumi dengan Bagua di atasnya. Tangan Beliau yang satu memegang kebutan, sedangkan tangan yang satunya lagi memegang sutra Dimujing.
Dalam ceramahnya, Acharya menjelaskan asal mula perjumpaannya dengan rupang tersebut. Rupang itu pada mulanya terletak di bagian yang agak tersembunyi sebuah toko rupang di Taiwan. Selama sepuluh tahun tidak ada yang membelinya. Acharya kemudian meminta pada pemilik toko agar mengambilkan rupang Dimu itu yang pada mulanya disangka Beliau sebagai rupang Nezha. Tetapi setelah diperhatikan, biasanya rupang Nezha tidak pernah memegang kebutan. Akhirnya diketahuilah bahwa itu merupakan rupang Dimu atau Bunda Bumi Pertiwi. Pemilik toko mengatakan bahwa Acharya berjodoh dengan rupang Dimu yang kemudian oleh Acharya berhasil dibawa ke Indonesia.