Tampilkan postingan dengan label Sejarah Perjuangan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah Perjuangan. Tampilkan semua postingan

Jumat, 03 Agustus 2012

Perjuangan Etnis Tionghua di Kota Baru Dalam Mempertahankan Kemerdekaan

Perjuangan Etnis Tionghua di Kota Baru Dalam Mempertahankan Kemerdekaan

Ivan Taniputera
3 Agustus 2012

Kebetulan pada hari ini saya berkesempatan mengadakan wawancara dengan pemilik rumah tempat saya kost yang dulu pernah berjuang di Kota Baru, Kalimantan Selatan. Waktu itu, Kota Baru masih merupakan ibukota Kalimantan Tenggara. Pada kesempatan tersebut. Beliau, yakni Bapak Arifin Tjandra (Tjan Tjian Hwa) memberikan dokumen riwayat perjuangan rakyat menegakkan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945  di Kota Baru dan Kalimantan Tenggara, yang juga didukung oleh etnis Tionghua. Dokumen-dokumen tersebut berupa:

1. Catatan Peristiwa: Kabupaten Kotabaru Mempertahankan Proklamasi 17 Agustus 1945.
2. Formulir Pendaftaran Calon Veteran Pejuang Kemerdekaan Republik Indonesia, tertanggal 13 April 1987.

Rangkaian perjuangan kemerdekaan di Kalimantan Tenggara tidak terpisahkan dari kembalinya pasukan NICA yang membonceng Sekutu guna menegakkan kembali kolonialisme pascakekalahan Jepang. Bahkan Belanda berniat mendirikan negara boneka di bumi Kalimantan. Para pemuda yang tergabung dalam Gabungan Pemuda Indonesia (GAPIKA) mengundang rapat anggota organisasi kepemudaan lainnya dari seluruh Kalimantan Selatan. Rapat tersebut kemudian diselenggarakan di Gedung Bioskop "Pandai" pada tanggal 17 hingga 20 Maret 1947. Sementara itu, dari Kota Baru hadir Syahran Gani, Peran Kamar, dan Nadalsah (lihat "Catatan Peristiwa: Kabupaten Kotabaru Mempertahankan Proklamasi 17 Agustus 1945, halaman 109).
Sesuai rapat, Syahran Gani dan Peran Kamar mengadakan pertemuan rahasia dengan pimpinan gerakan M.N.1001 (M. Sibli Imansyah) beserta Hasan Basri selaku pimpinan gerilyawan. Adapun pertemuan dengan Hasan Basri dilangsungkan di tempat kediaman H. Rafai, di Kandangan. Pertemuan rahasia itu menghasilkan keputusan sebagai berikut:

a.Penyatuan taktik dan strategi perjuangan.
b.Cara-cara peningkatan perjuangan yang lebih aktif serta efektif.

Sementara itu, di luar Kota Baru, perjuangan rakyat semakin menghebat dan pasukan NICA terus mengejar para pejuang. Gerakan-gerakan di bawah tanah bermunculan bagai cendawan di musim hujan demi menghadapi penjajah. Sebagai contoh adalah Gerakan Rahasia Cantung (Sungai Kupang). Perjuangan mempertahankan kemerdekaan ini juga mendapat dukungan etnis Tionghua. Karena tidak dicurigai oleh penjajah, mereka dapat menjadi tempat perlindungan yang aman bagi para gerilyawan. Mereka kerap membocorkan pada para gerilyawan mengenai rencana Belanda, sehingga gerak-gerik musuh dapat diketahui dan tidak mudah melakukan penyergapan terhadap para gerilyawan. Adapun nama-nama tokoh Tionghua yang turut membantu perjuangan antara lain adalah:

  • Tyan A Song, Oey Gwan Seng, Tjan Tjian Hwa (yakni om kost saya), dan Tjan Ing Kay di daerah Sungai Kupang, Cantung.
  • Tjan A Teng dan Tjan Ing Kay di Kampung Sangking (Benyiur), yang pernah menyembunyikan Hasan Basri di tempat kediaman mereka, sewaktu yang bersangkutan dicari-cari oleh Belanda.
  • Lim Heng Po, Nyo A Hai, dan Tjan A Kay di kawasan pantai.
  • Ong Sung Hang di Kota Baru yang kerap mengirimkan barang keperluan perjuangan, seperti kain dan lain sebagainya.
  • Seorang wanita bernama Ang Tiauw Ek di Batulicin yang kerap membantu perjuangan dengan mengirimkan berbagai barang keperluan bagi para gerilyawan. (lihat "Catatan Peristiwa: Rakyat Kabupaten Kotabaru Mempertahankan Proklamasi 17 Agustus 1945," halaman 145)

Om kost saya sendiri, yakni Tjan Tjian Hwa, merupakan anggota veteran pejuang kemerdekaan Republik Indonesia pernah bergabung sebagai anggota kelaskaran ALRI Divisi IV PT. 10 (A) dari tanggal Juni 1948 hingga Desember 1949. Ketika itu yang menjadi komandannya adalah Sakar Taib, sedangkan wakil komandannya adalah Mohamad Taib. Asuk (Paman) Tjan Tjian Hwa sendiri kini telah berusia hampir 90 tahun, sehingga banyak peristiwa yang telah terlupakan.Namun Beliau juga memiliki andil dalam perjuangan.
Demikianlah sekilas perjuangan etnis Tionghua di Kalimantan Tenggara dalam menegakkan kemerdekaan Republik Indonesia.



Foto Bapak Tjan Tjian Hwa

Kamis, 10 Mei 2012

Buku Tentang Perjuangan Pong Tiku

Buku Tentang Perjuangan Pong Tiku Ivan Taniputera 11 Mei 2012 Judul buku: Pong Tiku: Pahlawan Tana Toraja Penulis : Arrang Allo Pasanda Penerbit : Fajarbaru Sinarpratama, 1995 Jumlah halaman : 210 Saya baru saja membaca buku yang sangat bagus ini. Buku ini meriwayatkan perjuangan Pong Tiku yang merupakan pahlawan Tana Toraja. Rupanya sewaktu buku ini ditulis, Pong Tiku belum diangkat sebagai pahlawan nasional. Dalam membaca buku ini, saya menitik-beratkan pada penelusuran apakah di Tana Toraja ada kerajaan atau tidak, karena saya memang sedang menelaah mengenai kerajaan-kerajaan Nusantara pascakeruntuhan Majapahit. Pada halaman 6 dapat kita baca sebagai berikut: "Pada abad ke-13 muncul penguasa yang dinamakan Tomanurung Tamboro Langi' (penguasa yang turun dari langit). Ia terkenal pandai dan bijaksana dalam memelihara tata tertib bumi manusia yang kacau balau..." Jadi buku itu mengukuhkan adanya Tomanurung sebagaimana halnya di kerajaan-kerajaan lain Sulawesi Selatan. Meskipun demikian, buku itu tidak menyebutkan secara spesifik mengenai kerajaan di sana. Hanya menyebut "negeri" dan "penguasa adat." Mari kita cermati halaman 21: "Jauh sebelumnya, 1880, negeri Pangala' terlibat dalam perang suku dengan suku Baruppu'. Di satu sisi suku Pangala' yang dipimpin oleh penguasa adat, KaraEng, dan di sisi lain suku Baruppu' yang dipimipin oleh penguasa adat, Pasusu." Selanjutnya diriwayatkan bahwa mulanya Pangala' terpukul mundur, namun setelah Pong Tiku yang masih muda Beliau mengambil alih pimpinan pasukan, Pangala' meraih kemenangan. Ini menandakan bahwa Pong Tiku merupakan pemimpin strategi yang handal. Kemudian Pong Tiku menggantikan ayahnya sebagai penguasa adat Pangala'. Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa penguasa adat itu diwariskan turun temurun. Sistim ini tentunya sama dengan kerajaan. Oleh karenanya, makin memperkuat pandangan saya bahwa di Toraja (Toraya) memang ada kerajaan. Ini dapat kita baca di halaman 21: "Dengan kemenangannya itu, Pong Tiku secara resmi mengambil alih kekuasaan dari tangan ayahnya sebagai penguasa adat. Sejak itu, ia dikenal sebagai seorang pemimpin suku dan penguasa adat yang terkuat serta disegani oleh penguasa adat suku Kesu' dan sekitarnya yang dipimpin oleh Pong Maramba'." Pong Tiku merupakan pemimpin handal yang berjuang memajukan ekonomi rakyatnya dengan meningkatkan hasil kopi selaku komoditas utama Toraja. Selanjutnya, buku ini meriwayatkan mengenai Perang Kopi I dan II, juga bangkitnya Pong Tiku melawan Belanda hingga pembunuhan Beliau oleh penjajah Belanda secara tidak adil dan pengecut. Belanda membunuh Pong Tiku justru saat Beliau sedang mandi. Namun karena saya menitik-beratkan pada sejarah kerajaannya, saya akan mengulas mengenai perjuangan Pong Tiku bila ada kesempatan. Semoga kita dapat meneladani perjuangan dan kepemimpinan Pong Tiku yang berjuang tanpa kenal lelah mempertahankan kemerdekaan tanah airnya.