Tampilkan postingan dengan label mahasiswa Jerman. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label mahasiswa Jerman. Tampilkan semua postingan

Kamis, 09 Juli 2015

SATU LAGI KISAH KEHIDUPAN MAHASISWA INDONESIA DI JERMAN: MENGERJAI PENCURI SABUN CUCI PAKAIAN

SATU LAGI KISAH KEHIDUPAN MAHASISWA INDONESIA DI JERMAN: MENGERJAI PENCURI SABUN CUCI PAKAIAN

Ivan Taniputera
10 Juli 2015


Berikut ini kembali saya tuturkan sepenggal kisah kehidupan mahasiswa Indonesia di Jerman. Biasanya setiap asrama mahasiswa di Jerman (Studentenwohnheim) menyediakan mesin cuci di ruang bawah tanahnya. Jadi jika hendak mencuci pakaian penghuni asrama mahasiswa akan turun ke ruang bawah tanah dengan membawa pakaian-pakaian hendak dicuci beserta sabun cuci pakaiannya. Pakaian lantas dimasukkan ke dalam mesin cuci, sabun dituangkan pada tempat yang telah disediakan, koin penyewa mesin cuci pakaian dimasukkan, dan tekan tombolnya. Anda tinggal menunggu pakaian selesai dicuci.

Sebenarnya ini adalah kisah kawan saya. Suatu kali setelah mencuci pakaian ia terlupa membawa kembali sabun cucinya. Keesokan harinya, saat hendak mencuci pakaian lagi, ia mendapati bahwa isi kotak sabun cucinya tinggal kurang dari separuh. Padahal menurut penuturan kawan saya itu, ia baru saja membelinya. Karena kesal, ia mencari akal bagaimana mengerjai pencuri sabun cuci tersebut.

Akhirnya ia memutuskan mengisi kotak sabun cuci tersebut dengan tawas. Secara fisik memang tawas bentuknya mirip dengan sabun cuci. Kotak sabun cuci berisi tawas itu kemudian diletakkan di atas mesin cuci. Sehari kemudian, ia ternyata kembali mendapati bahwa isi kotak tinggal kurang dari separuh! Dalam hati kawan saya tertawa sambil berkata, "Rasakan! Pakaian kalian akan menjadi mrampang (bahasa Jawa: sobek-sobek) semuanya."

Demikianlah sekelumit kisah kawan saya mengerjai pencuri sabun cuci pakaian.

KISAH KEBERANIAN MAHASISWA INDONESIA DI JERMAN DALAM MELAWAN SKINHEAD

KISAH KEBERANIAN MAHASISWA INDONESIA DI JERMAN DALAM MELAWAN SKINHEAD

Ivan Taniputera
9 Juli 2015


Mungkin kisah ini tidak banyak yang tahu. Sesungguhnya peristiwa ini terjadi kurang lebih dua atau tiga tahun sebelum saya datang ke Jerman. Jadi sekitar tahun 1990-an. Saya mendengarnya dari seorang kawan mahasiswa senior. Sebelumnya saya perlu menjelaskan terlebih dahulu, apa yang dimaksud Skinheads. Apa yang disebut skinhead adalah sekumpulan para pemuda Jerman anti orang asing (Auslaender). Sebagian besar di antara mereka adalah pengangguran (Arbeitlos). Mereka menyalahkan atau mengambing-hitamkan orang asing sebagai perampas pekerjaan mereka.  Ciri khas para skinhead adalah berkepala botak, mengenakan jaket kulit, dan sepatu bot (tentu saja tidak semua orang yang berciri seperti itu pasti adalah skinhead). Mereka biasanya gemar menganggu dan memukuli orang asing. Sewaktu saya berada di sana, maka ada dua mahasiswa Indonesia yang dipukuli oleh skinhead. Selain itu, ada pula pendatang asal Afrika yang dipukul dan dibuang dari kereta hingga cacat. Orang juga menyebut skinhead ini sebagai neonazi.

Baik kita kembali pada topiknya. Apa yang saya tuturkan di sini adalah berdasarkan ingatan semata. Jadi rinciannya belum tentu 100 persen tepat. Namun saya harapkan garis besarnya sudah benar. Awal mula kisah itu adalah seorang mahasiswa asal Afrika Utara (kalau tidak salah Aljazair) yang mengunjungi pasar malam (Fest). Ia dipukuli oleh para skinhead yang berada di sana. Mahasiswa Afrika itu lantas kembali ke asrama mahasiswa dalam keadaan memar-memar. Ia kemudian meminta tolong pada para mahasiswa asal Indonesia, karena konon mahasiswa kita yang berasal dari aneka etnis dan suku bangsa terkenal akan kekompakannya, sehingga disegani di sana.

Para mahasiswa Indonesia (termasuk salah satunya kawan saya) setuju menolong membalaskan dendam mahasiswa Afrika tersebut. Mereka lalu berjalan menuju pasar malam dan memintanya agar menunjukkan skinhead yang telah memukulinya. Ternyata hanya tinggal seorang skinhead saja, yang langsung dihajar oleh para mahasiswa asal Indonesia. Kemudian rombongan meninggalkan tempat tersebut dan kembali ke asrama mahasiswa.

Ternyata skinhead yang dihajar itu tidak terima dan mencari kawan-kawannya. Dengan demikian, terkumpullah sepasukan skinhead yang segera mengepung dan menyerbu asrama mahasiswa. Mereka menantang para mahasiswa asing agar turun menghadapi mereka. Para mahasiswa Indonesia dengan kompak segera turun dengan membawa berbagai peralatan yang dapat dijadikan senjata. Kawan saya ketika itu membawa rantai. Pertempuran segera pecah dan menurut kawan saya, waktu itu ia sudah tidak ingat apa-apa lagi, pokoknya hanya menyerang untuk bertahan. Ia mengibas-ngibaskan rantainya ke kiri dan ke kanan tanpa banyak berpikir. Akhirnya pasukan skinhead terdesak mundur dan lari meninggalkan asrama mahasiswa.

Teman saya melihat bahwa bajunya sudah penuh darah. Ia menyangka bahwa dirinya luka parah. Tetapi sewaktu membuka bajunya, ternyata ia tidak luka sama sekali. Keberanian mahasiswa Indonesia di Jerman ini sebenarnya dimuat dalam sebuah majalan bulanan nasional, tetapi dalam artikel yang tidak begitu mencolok.

Meski peristiwa ini tidak begitu terkenal dan sudah terlupakan, namun kita patut mengacungkan jempol terhadap semangat persatuan dan kekompakan mahasiswa kita. Semangat persatuan dari mereka yang terdiri dari beberapa etnis serta suku bangsa itu terbukti dapat menghalau serangan skinhead.