Empat Punakawan
Ivan Taniputera
15 Juli 2012
Empat
Punakawan, yakni Semar, Bagong, Gareng, dan Petruk, adalah merupakan
ciri khas pewayangan di Jawa. Dalam Mahabharata India tidak dikenal
adanya punakawan ini. Terdapat banyak hal yang dilambangkan oleh
punakawan, yakni semangat pengabdian nan tulus pada para ksatria yang
menjadi tuannya. Meskipun terkadang melakukan hal yang lucu dan bodoh,
namun semangat kesetiaan mereka tidaklah perlu diragukan. Semar sendiri
sebenarnya adalah penjelmaan Hyang Manikmaya, sehingga kedudukannya
sangat tinggi. Namun Beliau rela turun ke dunia guna membimbing para
Pandhava. Seseorang pemimpi yang baik hendaknya merakyat, yakni bersedia "turun ke bawah" demi kepentingan rakyatnya.
Pada tataran filosofis yang lebih tinggi,
masyarakat Jawa mengenal apa yang disebut "kakang kawah adi ari-ari
sedulur papat lima pancer." Apa yang disebut papat lima pancer
sebenarnya adalah Panca Skandha. Kelima skandha ini dapat digolongkan
menjadi nama dan rupa. Kakang kawah adi ari-ari (kakak berupa air
ketuban dan adik berupa ari-ari) ini merupakan perlambang bagi nama dan
rupa. Nama adalah skandha yang bersifat "batin"-yang berjumlah empat; sedangkan rupa
adalah skandha bersifat fisik. Nama dan rupa ini adalah kesatuan psikofisikal manusia; yakni dalam artian manusia itu terdiri dari aspek batin beserta jasmani.
Empat Punakawan
melambangkan skandha yang bersifat "batin." Empat punakawan ini
senantiasa menyertai seorang ksatria yang merupakan perlambang bagi
sang "aku" atau atman (Pali: atta).
Semar adalah tokoh
yang senantiasa berpikir penuh kebijaksanaan, sehingga Semar dapat
dianggap melambangkan vijnana (Pali: vinnana), yakni skandha kesadaran.
Petruk
mempunyai sikap gemar berkelahi dan senang menguji kekuatannya. Oleh
karenanya, Petruk boleh dianggap sebagai perlambang samjna (Pali: sanna)
atau persepsi, yakni bertugas mengenali atau menguji sesuatu.
Gareng
mempunyai sikap hati-hati dalam bertindak dan mementingkan perasaan,
sehingga Gareng boleh dianggap mewakili vedana, yakni segenap perasaan
baik itu menyenangkan maupun tak menyenangkan.
Bagong mempunyai
sifat gemar bertindak semau sendiri. Karenanya, ia boleh dianggap
mewakili samskara (Pali:sankhara) atau bentukan-bentukan pikiran, yang
terdiri dari buah pemikiran, pendapat, gagasan, prasangka, kebiasaan
batin, keinginan, dan lain sebagainya. Pikiran memang sifatnya liar dan
susah dikendalikan.
Berdasarkan uraian di atas, punakawan
memperlihatkan bahwa orang di zaman dahulu telah mengenal filsafat
yang mendalam terkait pengetahuan mengenai diri sendiri.