RASISME DI JERMAN: SUATU PERBANDINGAN
Ivan Taniputera
29 Agustus 2015
Belakangan
ini kasus rasisme mendera negara kita. Oleh karena itu, pada kesempatan
kali ini saya berniat melakukan studi banding mengenai bagaimana
rasisme di Jerman. Sebenarnya ini hanya penyusunan ulang data-data yang
diambil dari wikipedia saja. Oleh karena itu, para pembaca yang ingin
mengetahui lebih banyak dapat melakukan pemeriksaan ulang dari buku atau
literatur yang kompeten. Saya mempunyai berbagai buku tentang hal
tersebut, hanya saja belum ada waktu memeriksanya. Sementara ini, sumber
saya batasi dari internet saja, khususnya wikipedia. Saya mengupayakan
sumber-sumber diambil dari artikel berbahasa Inggris, walaupun terkadang
sumber berbahasa Jerman lebih lengkap. Mengenai film-film atau video
dari youtube saya terpaksa mengambil yang berbahasa Jerman, karena
menurut penilaian saya hanya itu sumber terbaik mengenai topik ini.
Begitu
mendengar kata Jerman, maka yang terlintas di pikiran kita adalah
sebuah negara maju yang terkenal akan teknologi permesinannya. Negara
ini terkenal akan industri otomotifnya. Semua orang pasti akan langsung
teringat pada Jerman, begitu melihat mobil dengan lambang lingkaran
dengan bintang bersudut tiga di dalamnya. Jerman juga terkenal akan
pendidikannya. Banyak orang Indonesia yang melanjutkan studi di sana.
Meskipun demikian, Jerman sendiri tetap mempunyai penyakit akut yang
telah berjangkit semenjak lama, yakni rasisme. Pada awalnya rasisme itu
ditujukan pada orang-orang Yahudi yang menetap di Jerman. Hal ini
dapatlah dipahami mengingat bahwa satu-satunya elemen yang dianggap
asing waktu itu adalah orang Yahudi. Salah satu alasan yang dipakai
untuk membenci kaum Yahudi adalah keagamaan, yakni mereka dianggap telah
menyalibkan mesias menurut agama Kristen. Kebencian yang khusus
ditujukan pada orang Yahudi itu disebut antisemitisme. Mungkin pada
awalnya, sikap kebencian itu tidak bersikap rasial, karena konsep ras
belum begitu berkembang pada masa itu. Mereka mungkin tidak disukai
karena dipandang sebagai "elemen" asing di tengah-tengah masyarakat
Eropa, disamping penganut suatu keyakinan yang berbeda.
Sebagai
tambahan, konsep tentang ras saat itu belum berkembang dan masih
terpengaruh pandangan tradisional. Konsep mengenai ras yang dianut oleh
orang Eropa baru berkembang setelah Abad Penjelajahan dan timbulnya
kolonialisme, yakni setelah mereka menjelajahi bumi ini dan berjumpa
dengan banyak bangsa (1).
Kebencian terhadap orang Yahudi selama abad pertengahan itu seringkali meledak dalam bentuk penganiayaan (pogrom). Berikut ini adalah pogrom-pogrom yang terkenal dalam sejarah.
- Penganiayaan
terhadap orang Yahudi pada era Perang Salib Pertama (1096-1349).
Pembantaian dilakukan pada kaum Yahudi di Trier, Mainz, Worm, dan Koeln.
- Saat
meletusnya wabah sampar yang dikenal sebagai Maut Hitam, orang-orang
Yahudi dituduh telah meracuni sumur dan banyak di antara mereka
dikejar-kejar serta dibunuh. (2)
Sebagai
catatan, sebenarnya penganiayaan terhadap orang Yahudi tidak hanya
terjadi di Jerman saja melainkan juga di berbagai bagian Eropa lainnya,
seperti Kekaisaran Rusia. Tetapi karena pembahasan kita adalah Jerman,
maka cukup disebutkan saja mengenai peristiwa penganiayaan di Jerman.
Penganiayaan
terhadap orang Yahudi itu berpuncak pada bangkitnya Nazi. Penganiayaan
tersebut menjadi politik resmi Nazi semenjak tahun 1933. Yahudi
internasional melakukan pembalasan pada tanggal 1 April 1933 dengan
memboikot seluruh barang buatan Jerman. Sebagai balasannya, pemerintah
Nazi mengumumkan boikot terhadap seluruh toko, dokter, dan pengacara
Yahudi. Kedudukan kaum Yahudi semakin dipinggirkan di tengah masyarakat
Jerman. Mereka dilarang menjadi pegawai pemerintah. (3)
Untuk
menjaga kemurnian ras Jerman, maka dikeluarkanlah apa yang dinamakan
Undang-undang Kemurnian Ras Nuremberg pada tanggal 15 September 1935.
Undang-undang ini melarang pernikahan antara orang Yahudi dan Jerman.
(4)
Penderitaan kaum Yahudi makin berpuncak dengan
didirikannya kam-kam konsentrasi (Inggris: concentration camp, Jerman:
Konzentrationslager). Mereka diharuskan melakukan kerja paksa dengan
kondisi yang sangat mengenaskan, menjadi sasaran percobaan medis kejam
oleh orang-orang seperti Mengele, dibunuh dalam kamar gas dan lain
sebagainya (5).
Kita tidak akan membahas lebih
jauh hal ini. Rezim Nazi dikalahkan pada tahun 1945 dan Jerman mengalami
kehancuran total. Sejarah ini sudah banyak kita ketahui bersama,
sehingga tidak perlu dibahas terlalu jauh. Sebagai tambahan, tidak
seluruh orang Jerman menyetujui politik rasisme Nazi ini. Banyak orang
Jerman yang menentang rezim Nazi dan menyelamatkan orang Yahudi. Mereka
adalah pahlawan-pahlawan kemanusiaan yang berani berkata tidak pada
kejahatan. Mereka antara lain adalah Oscar Schindler, Gustav Schröder,
Wilm Hosenfeld, Heinz Drossel, dan lain sebagainya. Dengan demikian,
kita tidak bisa melakukan generalisasi bahwa semua orang Jerman adalah
antisemitik.
Setelah Jerman dibangun kembali dari
kehancuran pascaPerang Dunia II, rasisme belum menghilang, meskipun
undang-undang Jerman melarangnya dengan tegas. Saya akan kemukakan
terlebih dahulu pengalaman mahasiswa Indonesia, dimana mereka mengalami
serangan oleh kaum Neonazi. Perihal tersebut dapat dibaca di:
Jadi
pada masa Jerman modern, rasisme kini ditujukan pada seluruh orang
asing (Ausländer), tidak peduli apakah mereka Yahudi atau bukan. Mungkin
karena kini elemen-elemen asing itu bukan hanya orang Yahudi saja, maka
kebencian ditujukan pada seluruh orang asing atau elemen yang mereka
anggap asing.
Jerman pascaPerang Dunia II, dapat
menjadi negara yang makmur dan mengundang kaum pendatang atau imigran
dari luar, termasuk Indonesia. Sebagian orang Jerman terutama dari
partai kanan yang menerapkan nasionalisme sempit memandang mereka
sebagai ancaman bagi lapangan pekerjaan mereka. Sebagai informasi, pada
era tahun 1970-an untuk meningkatkan industri mereka, orang Jerman
banyak mendatangkan orang-orang Turki sebagai pekerja. Dengan demikian,
jumlah orang Turki di Jerman menjadi makin signifikan. Hal ini
menimbulkan gesekan dengan kaum Neonazi.
Pada
tanggal 29 Mei 1993, terjadi pembakaran terhadap rumah orang Turki di
Sollingen. Lima orang menjadi korban. Pemerintah Jerman melakukan
penanganan serius terhadap hal ini. Para korban yang masih hidup
mendapatkan santunan 270.000 DM. Presiden Jerman waktu itu
Richard von Weizsäcker
menghadiri dan berpidato dalam acara peringatan pembakaran di
Sollingen tersebut. Para pelaku dijatuhi hukuman 10-15 tahun (6).
Secara
umum rasisme tidak pernah hilang dari Jerman. Berikut ini adalah film
menarik mengenai seorang peneliti berkebangsaan Jerman bernama Günter
Wallraff yang menyamar menjadi orang kulit hitam. Ia mendapatkan
penolakan dan diskriminasi saat hendak menyewa apartemen atau bergabung
dengan klub pencinta anjing. Mereka tidak menyadari bahwa orang kulit
hitam di hadapan mereka sebenarnya adalah orang kulit putih. Meski Anda
tidak bisa berbahasa Jerman, tetapi tetap menarik menyaksikan film ini.
Saksikan saja gambarnya. Pada menit-menit pertama, Anda akan melihat
bahwa Günter Wallraff dirias menjadi orang kulit hitam, yang sangat jauh
berbeda dengan wajah aslinya. Jadi saksikan saja film ini:
Meski
PD II telah berlalu lebih dari 70 tahun, kebencian terhadap orang
Yahudi masih saja berlangsung, sebagaimana yang dapat kita saksikan di
https://www.youtube.com/watch?v=cnKXVUaQLSA.
Film ini dibuka dengan pemuda-pemuda Jerman yang meneriakkan
"Judenschweine" atau "Babi Yahudi." Udo Pastörs, politikus dari partai
NPD (partai ekstrim kanan di Jerman) sering mengemukakan sebutan-sebutan
anti Yahudi, walaupun dalam wawancara ia menyangkal sebagai
antisemistik. Ia menyebut Republik Federal Jerman (Bundesrepublik)
sebagai "Judenrepublik" (Republik Yahudi) dan orang-orang Turki sebagai
"Samenkanonen" (meriam sperma) (7). Atas ucapannya itu, Udo Pastors
harus menghadapi sidang di pengadilan dan diharuskan membayar denda.
Di
Jerman, simbol-simbol Nazi lama, seperti swastika dan lain sebagainya
adalah terlarang. Kendati demikian, kuburan-kuburan Yahudi dan sinagoga
masih menjadi sasaran vandalisme oleh Neonazi, yakni dengan coretan
gambar swastika.
Diskriminasi di Jerman juga
berlangsung dalam hal lamaran pekerjaan. Pelamar yang mempunyai prestasi
dan nilai ijazah sama, tetapi mempunyai nama asing, lebih jarang
dipanggil untuk wawancara. Gagasan pendirian mesjid di Jerman juga
banyak mendapatkan tentangan dari kaum ekstrim kanan.
Terlepas
dari masih adanya rasisme di Jerman, pemerintah di sana nampak lebih
serius dalam menegakkan hukum. Mereka memandang bahwa rasisme dan
kebencian terhadap orang asing sebagai noda yang memalukan. Suatu noda
yang seharusnya tidak ada lagi dalam masyarakat modern yang beradab.
SUMBER: