Daerah Istimewa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia Menurut Peraturan Perundanga
(Ivan Taniputera, 31 Oktober 2011)
Judul buku: Daerah Istimewa Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
Penulis: Ir. Sujamto
Penerbit: PT. Bina Aksara, Jakarta, 1988
Jumlah halaman: 334.
Saya baru saja mendapat buku yang sangat bagus ini. Buku ini mengulas kedudukan daerah istimewa dalam NKRI menurut peraturan perundangan. Adapun daerah istimewa yang dibahas secara khusus dalam buku ini adalah Propinsi Daerah Istimewa Aceh dan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Juga diulas secara singkat mengenai daerah swapraja (zelbestuur landschappen). Pada Bab 1 atau bagian pendahuluan dijelaskan bahwa peraturan perundangan di Republik Indonesia memang memberikan kemungkinan mengenai adanya daerah istimewa:
Ketiga UUD yang pernah kita miliki yakni UUD 1945, Konstitusi RIS, dan UUDS 1950, semuanya memberikan kemungkinan bagi eksistensi Daerah Istimewa. Atas dasar itu, juga semua undang-undang tentang pemerintahan Daerah, mulai UU I/ 1945 sampai dengan UU 18/ 1965, memberikan kemungkinan bagi eksistensi Daerah Istimewa. Demikian pula UU yang sekarang masih berlaku, yakni UU 5/ 1974 tidak terlalu dirinci, ternyata menurut pengamatan penulis timbul berbagai persepsi dan penafsiran di kalangan masyarakat (halaman 1).
Pada bab II dibahas mengenai ketentuan tentang Daerah Istimewa dalam UUD 1945, yakni pasal 18 UUD 1945, terkait pemerintahan daerah. Menariknya bagian penjelasannya terdapat dua versi. Versi pertama contohnya adalah edisi Sekretariat Negara:
Di daerah-daerah yang bersifat otonom (streek dan locale rechtsgemeenschappen) atau bersifat daerah administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang (halaman 7).
Versi kedua adalah edisi Atmajaya dan edisi INTAN:
Daerah-daerah itu bersifat autonoom (streek dan locale rechtsgemeenschappen) atau bersifat daerah administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang (halaman 7).
Penulis buku ini (Ir. Sujamto) menganggap perlu mengadakan penelitian lebih jauh guna menentukan versi mana yang lebih otentik (halaman 8).
Diulas pula mengenai ragam-ragam daerah istimewa. Menurut butir II penjelasan pasal 18 UUD 1945 terdapat dua kelompok daerah istimewa, yakni:
1.Zelfbestuurende landschappen atau daerah-daerah swapraja.
2.Volksgemeenschappen atau desa dan yang setingkat dengan itu.
Dalam penjelasan pasal 18 UUD 1945, disebutkan secara konkrit bahwa contoh Volksgemeenschappen adalah negeri di Minangkabau dan marga di Palembang.
Pada halaman 11 disebutkan:
Daerah Istimewa Aceh jika tidak berasal dari Zelfbesturende landschappen maupun Volksggemeenschappen, jadi sebenarnya tidak termasuk ke dalam kategori “daerah yang bersifat istimewa” menurut UUD 1945 tersebut.... Daerah Khusus Ibukota Jakarta, sekalipun ia mempunyai kekhususan jika dibandingkan dengan Daerah lain, juga bukan daerah istimewa menurut UUD 1945.
Adapun mengenai “Volksgemeenschappen yang ada pada saat ini ditetapkannya UUD 1945 ternyata tidak semuanya dikonversi menjadi Desa menurut UU 5/ 1979 tentang Pemerintahan Desa. Sementara itu, banyak pula Desa-desa yang tidak berasal dari Volksgemeenschappen yang dimaksud oleh UUD 1945.
Perbedaan UUD 1945 dengan Konstitusi RIS adalah sebagai berikut:
1.Dalam UUD 1945 disebut Zelfbestuurende landschappen; dalam Konstitusi RIS disebut Daerah Swapraja, yang diatur dalam pasal 64-67.\
2.Daerah Swapraja ini tidak dinyatakan sebagai Daerah Istimewa dalam Konstitusi RIS.
3.Dalam Konstitusi RIS yang disebut daerah istimewa hanyalah Kalimantan Barat (pasal 2 huruf b).
4.Konstitusi RIS tidak menyebutkan bahwa Volksgemeenschappen itu masuk ke dalam pengertian Daerah Istimewa.
Setelah melalui pembahasan dari berbagai peraturan perundangan, buku ini mengulas mengenai sejarah pemberlakuan status Daerah Istimewa bagi Propinsi Daerah Istimewa Aceh dan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Buku ini perlu dimiliki bagi pemerhati sejarah dan pemerintah daerah, khususnya yang terkait dengan Daerah Istimewa.