MENJADI PEJABAT: SEBUAH RENUNGAN
Ivan Taniputera
6 Juni 2015
Ada banyak orang yang bercita-cita menjadi pejabat. Apabila kita renungkan menjadi pejabat memang merupakan sesuatu yang sangat mulia. Pejabat adalah orang-orang yang bekerja demi kesejahteraan orang lain. Pejabat adalah abdi bagi orang lain. Tidakkah berkarya demi kesejahteraan orang lain dan mengabdi sesama adalah sesuatu yang mulia? Tentunya tidak akan ada orang yang menganggap bahwa hal tersebut bukan tindakan mulia. Apakah yang lebih mulia dibandingkan berkarya demi orang lain?
Kini pandangan kita layangkan pada seorang pejabat di negeri antah berantah yang sebelumnya terkenal jujur dan tulus. Banyak orang mengelu-elukan Beliau sebagai pejabat yang bekerja dengan sungguh-sungguh demi rakyat. Bahkan Beliau pernah digadang-gadang hendak diangkat sebagai raja baru di negeri antah berantah. Tetapi tiba-tiba rakyat negeri antah-berantah dikejutkan bahwa pejabat tersebut dinyatakan sebagai tersangka tindak pidana korupsi. Berita itu bagaikan petir yang menyambar di siang bolong nan cerah. Tentu sang pejabat belum tentu bersalah. Kelak pengadilan yang akan membuktikan apakah Beliau bersalah atau tidak. Apakah ada konspirasi? Entahlah. Pun bukan tujuan artikel ini memperlihatkan bahwa ia bersalah atau tidak. Tujuan artikel ini adalah membangkitkan renungan kita.
Jikalau kira renungkan lebih jauh, meski menjadi pejabat itu sangat mulia, tetapi kedua kaki mereka masing-masing menginjak pintu gerbang surga dan satu lagi pintu gerbang neraka. Bagaimana bisa? Seorang pejabat akan menghadapi ribuan godaan, yang tak lain dan tak bukan adalah harta, kekuasaan, dan wanita. Seorang mungkin mengawali dengan setumpuk idealisme dan cita-cita mulia, namun siapakah yang tahan menyaksikan segepok uang? Sanggupkah seseorang menahan godaan dan tidak menggadaikan idealisme dan cita-cita mulianya tersebut. Mungkin hanya sedikit saja yang bertahan sampai akhir dan sanggup melangkah memasuki gerbang surga. Tetapi berapa banyak yang kehilangan cita-cita mulianya dan terjerumus ke dalam gerbang neraka? Marilah kita renungkan.
Seorang pejabat ibaratnya adalah sebatang pohon yang berada di puncak gunung. Terpaan angin godaan sungguh dashyat. Dapatkah pohon itu tetap bertahan kokoh dengan akar-akarnya.
Kita tidak perlu menghujat, menghina, atau memaki orang lain. Jikalau berada di kedudukan atau keadaan yang sama, belum tentu juga kita dapat bertahan. Kita hendaknya justru merasa kasihan. Mereka ibaratnya adalah orang yang tersandung dan jatuh. Orang yang tersandung dan jatuh apakah harus kita hina dan maki-maki?
Jangan sampai cita-cita mulia itu justru menyeret seseorang ke dalam neraka. Apabila kita ingin mengabdi pada sesama, maka tidak harus sebagai pejabat. Masih banyak lahan pengabdian lain, termasuk menulis dan berbagi pengalaman serta pengetahuan kita pada sesama.
Setelah membaca artikel renungan ini, masihkah Anda ingin menjadi pejabat?