SERIAL PAHLAWAN KEMANUSIAAN 1 (MEREKA YANG BERANI BERKATA YA PADA KEBENARAN DAN BERKATA TIDAK PADA KEJAHATAN): SOPHIE SCHOLL
Ivan Taniputera
27 November 2014
Sumber gambar: http://en.wikipedia.org/wiki/Sophie_Scholl#mediaviewer/File:Sophie_Scholl_portrait.jpg
Pada
serial perdana Pahlawan Kemanusiaan kali ini kita akan berupaya
mengenal Sophie Scholl (9 Mei 1921-22 Februari 1943) secara ringkas.
Masa mudanya dihabiskan di tengah-tengah kekejaman rezim Nazi.
Berdasarkan surat-surat dari kekasihnya, Fritz Hartnagel, seorang
anggota pasukan Jerman yang ditugaskan di Front Timur, ia mengetahui
kekejaman pasukan Jerman di Front Timur terhadap penduduk sipil setempat
dan orang-orang Yahudi. Kenyataan-kenyataan tersebut menimbulkan
pengaruh besar dalam diri Sophie Scholl. Ia menyadari betapa kejamnya
peperangan dan rezim yang mencetuskannya. Peperangan hanya mengakibatkan
penderitaan bagi siapa saja yang terlibat di dalamnya
Pada tahun 1942, Sophie Scholl bersama beberapa orang lainnya membentuk perkumpulan Die Weisse Rosse (Mawar Putih), tujuannya adalah menentang perang dan kekejaman rezim Nazi. Mereka adalah Hans Scholl (saudara Sophie), Wili Graf, dan Christoph Probst. Pada masa berkuasanya rezim Nazi, tindakan tersebut dapat dianggap sebagai pengkhianatan dan terancam hukuman mati. Mereka kemudian menulis pamflet anti peperangan dan membagikannya di Universitas Muenchen. Isi pamflet tersebut adalah mengajak rakyat Jerman melakukan perlawanan pasif dan tanpa kekerasan terhadap rezim Nazi. Tindakan mereka tersebut tercium oleh penguasa dan Sophie beserta saudara dan kawan-kawannya ditangkap pada tanggal 18 Februari 1943.
Mereka dihadapkan pada pengadilan pada tanggal 22 Februari 1943 dan pada saat itu Sophie Scholl mengatakan:
"Bagaimanapun juga seseorang harus memulainya. Apa yang kami tulis dan katakan juga diyakini oleh orang-orang lainnya. Hanya saja mereka tidak berani mengungkapkannya seperti kami."
Pada hari itu, mereka dijatuhi hukuman mati dengan cara dipenggal. Eksekusi dilakukan pada pukul 17:00 dan saksi mata meriwayatkan keberanian Sophie Scholl waktu melangkah menuju tempat pemenggalan. Ia mengucapkan kata-kata terakhirnya sebagai berikut:
"Bagaimana kita mengharapkan kebenaran akan bertahan jikalau tiada seorang pun yang bersedia mengorbankan dirinya demi kebenaran. Pada hari yang indah dan cerah ini aku harus pergi, tapi apakah arti kematianku, jika melalui kami, ribuan orang tersadar dan tergerak mengambil tindakan?"
Sophie Scholl berani mengorbankan dirinya untuk kebenaran dan kemanusiaan. Ia tidak menyayangkan kehidupannya sendiri. Kejahatan dapat merajalela jika "orang-orang baik" diam saja. Saya sendiri mungkin tidak mempunyai keberanian seperti Sophie Scholl dan kawan-kawannya. Namun pada kesempatan kali ini, saya ingin mengajak para pembaca mengenal perjuangan Sophie Scholl dan mengenang kembali tindakan kepahlawanan tersebut. Di saat satu orang baik berani maju ke depan, maka orang-orang akan terinsipirasi dan maju mengikuti. Di tengah-tengah kegelapan pekat tanpa cahaya, maka jika ada satu orang saja yang menyalakan cahaya, maka cahaya-cahaya lainnya akan bermunculan.
Semoga bermanfaat.
Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Sophie_Scholl
Pada tahun 1942, Sophie Scholl bersama beberapa orang lainnya membentuk perkumpulan Die Weisse Rosse (Mawar Putih), tujuannya adalah menentang perang dan kekejaman rezim Nazi. Mereka adalah Hans Scholl (saudara Sophie), Wili Graf, dan Christoph Probst. Pada masa berkuasanya rezim Nazi, tindakan tersebut dapat dianggap sebagai pengkhianatan dan terancam hukuman mati. Mereka kemudian menulis pamflet anti peperangan dan membagikannya di Universitas Muenchen. Isi pamflet tersebut adalah mengajak rakyat Jerman melakukan perlawanan pasif dan tanpa kekerasan terhadap rezim Nazi. Tindakan mereka tersebut tercium oleh penguasa dan Sophie beserta saudara dan kawan-kawannya ditangkap pada tanggal 18 Februari 1943.
Mereka dihadapkan pada pengadilan pada tanggal 22 Februari 1943 dan pada saat itu Sophie Scholl mengatakan:
"Bagaimanapun juga seseorang harus memulainya. Apa yang kami tulis dan katakan juga diyakini oleh orang-orang lainnya. Hanya saja mereka tidak berani mengungkapkannya seperti kami."
Pada hari itu, mereka dijatuhi hukuman mati dengan cara dipenggal. Eksekusi dilakukan pada pukul 17:00 dan saksi mata meriwayatkan keberanian Sophie Scholl waktu melangkah menuju tempat pemenggalan. Ia mengucapkan kata-kata terakhirnya sebagai berikut:
"Bagaimana kita mengharapkan kebenaran akan bertahan jikalau tiada seorang pun yang bersedia mengorbankan dirinya demi kebenaran. Pada hari yang indah dan cerah ini aku harus pergi, tapi apakah arti kematianku, jika melalui kami, ribuan orang tersadar dan tergerak mengambil tindakan?"
Sophie Scholl berani mengorbankan dirinya untuk kebenaran dan kemanusiaan. Ia tidak menyayangkan kehidupannya sendiri. Kejahatan dapat merajalela jika "orang-orang baik" diam saja. Saya sendiri mungkin tidak mempunyai keberanian seperti Sophie Scholl dan kawan-kawannya. Namun pada kesempatan kali ini, saya ingin mengajak para pembaca mengenal perjuangan Sophie Scholl dan mengenang kembali tindakan kepahlawanan tersebut. Di saat satu orang baik berani maju ke depan, maka orang-orang akan terinsipirasi dan maju mengikuti. Di tengah-tengah kegelapan pekat tanpa cahaya, maka jika ada satu orang saja yang menyalakan cahaya, maka cahaya-cahaya lainnya akan bermunculan.
Semoga bermanfaat.
Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Sophie_Scholl