
Merupakan
bundel majalan Moestika Dharma dari tahun 1932-1941. Tebal
masing-masing bundel rata-rata 2 cm. Isinya mengenai keagamaan,
sejarah, filsafat, dan lain sebagainya; terutama yang ada kaitannya
dengan ajaran Tridharma (Buddha, Dao, dan Konghucu). Meskipun demikian,
juga terdapat pula uraian mengenai ajaran agama lainnya. Sebagai contoh
adalah serial uraian Bhagavadgita oleh Kwee Tek Hoay dan ajaran
Krishnamurti. Ini merupakan harta pusaka yang sangat berharga.
Pada edisi pertama no. 1 taon ka 1, April 1932 terdapat uraian mengenai sejarah berdirinya Moestika Dharma:
"Pada
tanggal 2 Augustus taon jang laloe, dalem gedong Khong Kauw Hwe di Solo
ada dibikin pertemoean antara bebrapa pamoeka Khong Kauw dan Theosoof
Tionghoa dari Djawa Wetan, Tengah dan Koelon, aken meroendingken soeal
agama dari bangsa Tionghoa, dalem mana ada dibitjaraken djoega atoeran
dan oepatjara jang bersifat sebagi kias atawa sijmbolisch, jang masih
blom kataoean atawa toedjoeannja jang aseli, hingga kabanjakan orang
tjoemah mengikoetin dengen memboeta pada koelit atawa bagian loearnja
jang sringkali kaliatan tida berarti apa-apa. Lantaran tida mengenal
pada toedjoean atawa maksode jang ada tersemboeni di sablah dalem,
bertambah poela kerna pengaroehnja djeman sekarang jang menoedjoe ka
djoeroesan materialistisch, maka boekan sedikit orang jang lantes tarik
poetoesan bahoea itoe semoea atoeran dan oepatjara boekan sadja tida
perloe, tapi djoega ada bodo dan tachajoel, hingga kaloe bisa lebih
lekas disingkirken ada lebih baek....."
Oleh karena itu, tujuan
pendirian majalan Moestika Dharma adalah memaparkan pemahaman yang benar
mengenai agama, tradisi, dan adat istiadat Tionghoa.
Selanjutnya
pada Moestika Dharma no.3 taon ka 1, Juni 1932, memuat mengenai
perempuan Tionghoa dan agama, yang merupakan artikel karya Nyonya Tjoa
Hin Hoe, Soerabaja, halaman 100:
"Dalem segala pergerakan apa
sadja di ini doenia, tida aken bisa mendjadi rame dan madjoe kapan kaoem
prampoean tida ambil bagian. Sebab Natuur soeda moestiken adanja Im dan
Yang, begitoe djadi dimana ada lelaki, haroes djoega terdapet orang
prampoean boeat djadi imbangan. Begitoelah dari djeman doeloe sekali,
kaoem prampoean soeda mengambil kadoedoekan jang boekan ketjil; dalem
politiek sociaal agama, dan roemah tangga...."
Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan sudah adanya peranan dan emansipasi kaum perempuan Tionghoa.
Di
nomor yang sama, halaman 113, terdapat ajaran Mengzi (Beng Tjoe atau
Mencius) mengenai bagaimana seorang raja berlaku terhadap musuhnya yang
kuat:
"Hertog Wen dari negri Teng (Teng Boen Kong) menanja pada Beng Tjoe begini:
"Teng
ada satoe keradja'ann ketjil. Meski akoe soedah berboeat sabrapa bisa
aken menjenangken hatinja negri-negri besar jang berdampingan, kita tida
djoeba bisa terloepoet dari ganggoean. Haloean apakah akoe haroes ambil
soepaja negrikoe tinggal slamet?"
Beng Tjoe mendjawab:-
"Di
djeman doeloe, waktoe Radja Tay (kake mojangnja Radja Boen Ong) berdiam
di negri Pin, itoe bangsa-bangsa biadab di sablah oetara selaloe
lakoeken peperangan ka itoe negri. Radja Tay tjoba membri kapoeasan pada
marika dengen hadiaken soetra dan koelit binatang, tapi ia masih teroes
diganggoe. Ia briken bingkisan beroepa andjing dan koeda, djoega masih
teroes dapet ganggoean...."
Mengzi menawarkan dua hal, yakni:
1.Menyingkir dari negeri tersebut bersama rakyatnya guna membangun negeri baru.
2.Mempertahankan mati-matian negeri warisan leluhurnya tersebut.
Pada
Moestika Dharma nomor 9 taon ka-1, December 1932, halaman 309
dipaparkan mengenai asal muasal berkembangnya Agama Protestant di
Indonesia, karya Pouw Kioe An:
"Di Indramajoe itoe waktoe soedah
ada orang-orang jang anoet Protestant dan pada taon 1865 ada toedjoeh
orang jang dipermandikan (doop). Ini djema'at Kristen sebagian besar
terdiri dari orang-orang Tionghoa.
Pada tanggal 27 September 1868
pendita Dijkstra di Cheribon telah kasih permandian soetji pada
orang-orang Indonesier pertama jang masoek agama Protestant...."
Selanjutnya
terdapat pula kisah-kisah mengenai hantu, sebagian contoh di Moestika
Dharma no.6 taon ka 1, September 1932, halaman 224, karya Kwee Tek Hoay
(K.T.H.):
"Kampoeng Goesti, Mangga Doea, dan Djembatan Merah ada
tempat-tempat jang seram boeat orang jang djalan malem disitoe. Doeloean
banjak orang pertjaja di itoe tempat-tempat ada iblis jang djalan
malem, hingga banjak orang takoet liwat di sitoe kaloe di waktoe malam.
Orang tentoe masih ada jang inget bagimanana ada toekang deeleman jang
tjerita moeat prampoean bagoes, tapi waktoe sampe di Mangga Doea itoe
prampoean mendadak ilang....."
Pada edisi lainnya terhadap rumah bekas pembunuhan yang menjadi berhantu.
Berikut ini adalah contoh-contoh halamannya.





Berminat foto kopi segera hubungi
ivan_taniputera@yahoo.com.