Sekelumit Sejarah
Partai Politik Pada Awal Proklamasi Kemerdekaan
Ivan Taniputera
2 Juni 2012
Judul buku : Partai Demokrat Antek Pendjadjah
Penulis : Hendri F. Isnaeni
Penerbit : Ufuk Press, 2011
Halaman : 187 halaman
Saya baru saja mendapatkan buku
yang sangat menarik ini. Dari judulnya sudah sangat “menantang.” Namun kalau
kita cermati lagi, ternyata kata “penjajah” ditulis dengan “Pendjadjah” yang
mencirikan “kekunoannya.” Ternyata yang dimaksud adalah Partai Demokrat di
zaman awal kemerdekaan. Bagaimana riwayatnya? Silakan ikuti penuturan berikut
ini. Uniknya memang dalam sejarah awal kepartaian di negeri kita, ada beberapa
partai di zaman dahulu namanya sama atau sangat mirip dengan partai di zaman
sekarang, meski tak ada hubungannya.
MAS SLAMET & PARTAI DEMOKRAT
Proklamasi Kemerdekaan ternyata
tidak disambut gembira oleh semua orang. Salah satunya yang tidak senang dengan
Proklamasi ini adalah seorang tokoh bernama Mas Slamet. Ia adalah pegawai
tinggi kantor keuangan pemerintah Hindia Belanda di Jakarta. Waktu itu
jabatannya adalah Adjunct Inspecteur
Inspectuur (halaman 20). Susana revolusi kemerdekaan dan berdirinya
Republik Indonesia yang juga penanda berakhirnya kekuasaan Hindia Belanda,
mengakibatkan kehidupan para pengawai pemerintah kolonial bergaji tinggi dan
hidup mapan, seperti Mas Slamet mengalami kehancuran. Oleh karenanya, ia dengan
terang-terangan menyatakan ketidak-setujuannya pada Bung Karno dan Bung Hatta
di hadapan rekan-rekan sekantornya. Diungkapkan pula keberpihakannya pada
Belanda, yakni dengan mengatakan bahwa dirinya maju karena Belanda, sebagaimana
dikutip oleh Pewarta Deli, 21 Januari 1946 (halaman 21). Ternyata rekan-rekan
sekantornya adalah para pemuda yang mendukung Proklamasi Kemerdekaan. Tentu
saja mereka merasa sangat marah mendengar perkataan Mas Slamet dan ia lalu
diculik serta dikurung selama dua bulan. Sesudah menghirup kembali udara
kebebasan, ia menulis surat pada Ratu Wilhemina, yang isinya mengadukan
perlakuan para pemuda tadi. Dalam surat itu, intinya ia mengadukan penyiksaan
yang dialaminya selama dalam tawanan.
Mas Slamet lantas berniat
mendirikan Republik Indonesianya sendiri yang berbeda dengan Republik Indonesia
sebagaimana diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta. Guna mewujudkan niatnya
tersebut, ia lantas mendirikan Partai Demokrat, yang beranggotakan 8 orang dan
dipimpin oleh Mas Slamet sendiri (halaman 22). Konon, Mas Slamet hendak menghadap
Panglima Tentara Sekutu, Jenderal Sir Philips Christision guna meminta
perlindungan saat mengadakan rapat-rapat umum. Ia juga mengajukan permohonan
agar diizinkan berbicara di radio Serikat demi memprogandakan partainya.
Menurut Harian Zaman Baroe (6 Juni
1946), Mas Slamet menghina Soekarno-Hatta sebagai antek fasis Jepang (halaman
26). Republik yang didambakan oleh Mas Slamet akhirnya kandas walaupun ia
sempat ke Negeri Belanda dan berbicara dengan Ratu Belanda. Mas Slamet kemudian
pindah ke Belanda.
PKN & PARTAI GERINDA
Agar mudah pemaparan mengenai
sejarah partai ini akan ditampilkan dalam bentuk kronologi:
1.Juni 1930: Paman Sri Sultan
Hamengkubuwono IX bernama Pangeran Suryodiningrat mendirikan PKN (Pakempalan
Kawula Ngayogyakarta atau Perkumpulan Warga Yogyakarta). Anggotanya mencapai
260 ribu orang (halaman 65).
2.1934: Timbul tekanan dari
pemerintah dan pihak kepolisian, sehingga PKN hanya membatasi diri pada masalah
sosial dan ekonomi, terutama dalam upaya memajukan koperasi-koperasi. Meskipun
demikian, kaum nasionalis tidak bersedia menjalin hubungan dengan PKN yang
dianggapnya feodal.
3.Zaman Jepang: PKN dibubarkan
oleh Jepang.
4.7 Oktober 1951, PKN bangkit
lagi dengan nama Gerinda, selaku salah satu organisasi politik lokal,
pemimpinnya adalah tetap Pangeran Suryodiningrat. Para anggota merasa yakin
bahwa Pangeran Suryodiningrat adalah Ratu Adil yang akan menghidupkan
kerajaan-kerajaan di Jawa pada zaman dahulu (halaman 71).
5.1957: Pada pemilihan DPRD di
Yogyakarta, Gerinda memperoleh 6 kursi. Gerinda seringkali diejek oleh PKI.
1958: di Kabupaten Gunung Kidul,
Gerinda meraih 8 kursi. (halaman 88)
6.1960: Karena pertentangan keras
antara PKI dan PNI, maka Gerinda terhapus dari kancah perpolitikan di
Yogyakarta (halaman 87).
Gerinda ini kemudian bergabung
dengan GOLKAR.
Pada tahun 1990, Gerinda menjadi
organisasi budaya yang mengusung budaya Majapahit (halaman 96).
REBUTAN SIMBOL PALU ARIT ANTARA
PKI DAN PRD
(juga dimuat pada www.majalah-historia.com),
4 Mei 2010.
Apa yang dimaksud PRD di sini
adalah Persatoean Rakjat Djelata. PKI dan PRD pernah memperebutkan simbol yang
sama. Akhirnya pengurus PRD mengeluarkan pengumuman bahwa PRD memiliki simbol
palu dan air di atas warna merah serta putih (halaman 102). PRD sendiri adalah
nama partai yang berdiri pada tanggal 1 Oktober 1945. Adapun susunan pengurus
anggotanya adalah sebagai berikut (halaman 103):
Ketua : Abdulrachman
Ketua Muda : St. Dawanis
Penulis I : M. Karnawidjaja
Penulis II : Abdulrachman
Kosim
Bendahara I : Soerip Soeprastijo
Bendaraha II : Mohammad Arsad
Pada perkembangan selanjutnya,
PRD melebur dengan Murba. Adapun Murba sendiri adalah partai yang dibentuk pada
tanggal 3 Oktober 1948, serta merupakan fusi antara GRR (Gerakan Revolusi
Rakyat), PRD, Partai Rakjat, Partai Buruh Merdeka, Acoma, dan Partai Wanita
Rakjat (halaman 108).
Nama-nama partai dan organisasi lain yang mirip
dengan partai di zaman sekarang adalah:
- PDI (Perserikatan Demokratis Indonesia) yang berdiri tahun 1946. Ini merupakan partai pendukung RIS dan anti NKRI (halaman 111).
- PKS (Pertaroehan dan Keloearan Sajoeran-sajoeran), ini merupakan organisasi bentukan Jepang pada akhir tahun 1942, yang berkaitan dengan distribusi sayuran.
- PKB (Poesat Koperasi Bandoeng) atau Shomin Kumiai Rengokai Bandoeng. Ini juga merupakan lembaga bentukan Jepang yang membawahi berbagai rukun tani dan pusat-pusat perkoperasian.
- PKB juga merupakan singkatan Digoel Comite Penolong Kesengsaraan Bangsa (halaman 159). Yakni organisasi yang dibentuk oleh para tawanan di Digul guna melawan Jepang.
- PPP (Panitia Penolong Pedalaman)
Ini merupakan organisasi yang
dibentuk semasa revolusi kemerdekaan demi membantu rakyat yang sengsara akibat
perang. Tujuannya adalah menggalang dana demi menolong masyarakat, dimana pada
tanggal 31 Januari 1949 diadakan rapat yang dipimpin oleh Dr. R. Jahya di
Gedung Nasional Indonesia, Bubutan, Surabaya, dan dibentuklah suatu komite atau
panitia. Panitia ini disebut Panitya Penolong Pengungsi (PPP). Pengurusnya
adalah sebagai berikut:
Ketua : Dr R. Jahja.
Wakil ketua : Mr. Jap Sin Fong.
Penulis I : NIS Alkaff
Penulis II : R. Doelhadi
Bendahara : Sie Khwan Ho
Pembantu : A. Ghafoor, Alamoedie, Zoetmulder, Oen Thjing Tiauw, S.
Harsono, Amiroedin, R. Moch. Dharmawan, R. Soegondo Suleika, Soehardjo.
Ketua Kehormatan : P. Tuan R. T. Tm Djoewito
Penasihat : R. Boediardjo. (halaman 165)
- Badan PKS (Badan Penolong Kesengsaraan Semarang), dibentuk tanggal 9 Februari 1947. Merupakan organisasi dibentuk guna menolong keluarga-keluarga yang kepala keluarganya ditawan Belanda.
Buku ini sangat menarik dan wajib
dimiliki oleh mereka yang ingin belajar mengenal sejarah perpartai politikan
dan organisasasi di negara kita dengan cara yang menyenangkan.