SERIAL KEARIFAN LOKAL: Ajaran Arung Bila Tentang Pemerintahan dari Tanah Bugis
Ivan Taniputera
8 Mei 2012
Ini merupakan nasihat Arung Bila bagi mereka yang memegang jabatan pemerintahan.
Arung
Bila berkata, "Ada pesan orang tua dulu bahwa enam ketentuan yang harus
dihindari apabila memangku jabatan Mangkau sebagai berikut:
(Catatan: Mangkau = raja)
1.Melangkahi pematang (melanggar ketentuan);
2.Jangan kehilangan pokok pembicaraan atau pegangan;
3.Lebih baik diam daripada banyak bicara yang tidak menentu;
4.Membunuh orang tanpa ada alasan yang kuat;
5.Membuat malu keluarga orang lain, yang sebenarnya ia termasuk orang baik-baik;
6.Jangan purbasangka kepada sesama Mangkau.
(sumber: "Bungai Rampai Sastra Bugis: Bacaan Sejarah Sulawesi Selatan" oleh Tamin Chairan, M. Arief Mattalitti, dan Adnan Usmar, halaman 170.)
Pada zaman sekarang, nasihat ini masih dapat diterapkan pada dunia kepemimpinan dan manajemen dengan cukup baik.
Seorang
atasan juga hendaknya tidak melanggar apa yang telah ditetapkan. Ini
menandakan bahwa seorang penguasa, atasan, ataupun pemimpin, tidak
berada di atas hukum atau perjanjian yang telah ditetapkan. Bahkan
seorang boss perusahaan besar juga hendaknya menepati janji atau
ketentuan yang telah disepakatinya. Apabila ketentuan atau janji telah
dilanggar apalagi yang hendak dijadikan pegangan? Menjalankan janji dan
ketetapan itu merupakan wujud kehormatan seseorang. Jikalau seorang
pemimpin telah menetapkan aturan atau menjanjikan sesuatu, maka
patuhilah semua itu.
Agar sanggup menuai keberhasilan, kita harus
memiliki tujuan dan pusat perhatian yang kokoh. Seorang pemimpin harus
memegang prinsipnya sendiri yang dianggap baik dan benar. Jikalau
seseorang pemimpin tidak punya prinsip yang tetap, tentu anak buahnya
akan kebingungan. Ibaratnya adalah perahu yang tak punya kemudi.
Perusahaan yang baik harus mempunyai visi dan misi yang kokoh dan setia
berpegang padanya. Ini berlaku baik bagi atasan maupun karyawan.
Seorang
pemimpin hendaknya juga tidak mengatakan hal-hal yang tidak perlu
terkait dengan tugas kepemimpinannya. Pernah ada seorang atasan yang
sering curhat masalah keluarganya di kantor. Memang benar bahwa curhat
bukanlah sesuatu yang salah, hanya saja tempatnya tidak tepat. Jika
ingin curhat bukankah sebaiknya seusai jam kerja. Akibatnya, anak buah
menjadi tahu masalah keluarganya dan ia menjadi bahan olok-olokan.
Membunuh
orang lain, dalam dunia kepemimpinan modern mungkin dapat disepadankan
dengan menjatuhkan sanksi. Di sini, seorang pemimpin tidaklah
sembarangan menjatuhkan sanksi. Semuanya harus dipertimbangkan dengan
bijaksana. Selain itu, sanksi hendaknya lebih diarahkan pada pendidikan
karakter.
Seorang pemimpin juga hendaknya tidak membuat malu
keluarga sesama rekan kerja, umpamanya dengan menciptakan aib. Tempat
kerja merupakan lokasi yang rawan bagi perselingkuhan. Namun
pengendalian diri yang baik dan rasa malu yang kuar nampaknya dapat
mencegah hal ini.
Terakhir, seorang pemimpin hendaknya tidak
saling mencurigai dan iri satu sama lain. Suatu perusahaan yang sehat
hendaknya dapat menciptakan harmoni antar sesama anggotanya. Apabila
tangan melawan kaki. Kaki kiri melawan kaki kanan. Tangan kanan melawan
tangan kiri. Apakah yang dapat diharapkan dari perusahaan semacam itu?
Jika semua anggota saling melawan satu sama lain, bagaimana dapat
memberikan layanan yang baik bagi pelanggan?
Demikianlah kearifan lokal dari Tanah Bugis ini masih relevan hingga sekarang.