Tampilkan postingan dengan label kebijaksanaan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kebijaksanaan. Tampilkan semua postingan

Minggu, 22 Desember 2019

PENTINGNYA INTUISI


PENTINGNYA INTUISI.
.
Ivan Taniputera.
20 Desember 2019.
.
Pada akhir minggu ini saya ingin sedikit mengulas mengenai pentingnya intuisi. Pertama-tama, kita akan mengulas terlebih dahulu apa makna intuisi. Berikut ini kita akan mengutipkan dari wikipedia, yakni di bawah entri intuition:
.
“Intuition is the ability to acquire knowledge without recourse to conscious reasoning. Different writers give the word "intuition" a great variety of different meanings, ranging from direct access to unconscious knowledge, unconscious cognition, inner sensing, inner insight to unconscious pattern-recognition and the ability to understand something instinctively, without the need for conscious reasoning”
,
Kita akan menerjemahkannya sebagai berikut.
.
“Intuisi adalah kemampuan untuk memperoleh pengetahuan tanpa melalui penalaran sadar. Berbagai penulis memberikan makna yang beraneka ragam bagi kata “intuisi,” mulai dari akses secara langsung pada pengetahuan tidak sadar, kognisi tidak sadar, pengindraan batin, wawasan batin, hingga pengenalan pola yang tidak disadari serta kemampuan memahami sesuatu secara instingtif tanpa memerlukan penalaran sadar.”
.
Berdasarkan makna di atas, maka intuisi adalah seolah-olah suatu pengetahuan yang datang begitu saja, tanpa kita mengolahnya melalui suatu proses pemikiran yang disadari. Orang awam mungkin menyebut intuisi ini sebagai “indra keenam.” Pada pembaca mungkin pernah mendapatkan pengalaman memperoleh intuisi semacam ini. Sebagai contoh, seseorang berkenalan dengan kawan baru. Entah mengapa ada suatu perasaan dalam hatinya yang mengatakan bahwa kawan baru itu orangnya tidak beres atau tidak baik. Ia lalu menjaga jarak terhadapnya. Ternyata beberapa hari kemudian, ia mendapatkan kabar bahwa orang baru itu memang penipu. Contoh lain, adalah seseorang yang mendapatkan suatu masalah. Tiba-tiba saja dalam batinnya timbul semacam kilasan pemikiran atau bisikan yang menyarankan pemecahan masalah tersebut dan benar saja, memang begitulah solusinya.
.
Banyak orang salah menyangka bahwa indra keenam itu termasuk dalam ranah mistis atau magis. Ranah yang hanya dimiliki oleh dukun atau paranormal. Sebenarnya, hal itu kurang tepat. Intuisi merupakan sesuatu yang penting bagi siapa saja. Sebagai contoh, misalkan Anda seorang pebisnis. Adalah baik jika Anda mempunyai intuisi yang kuat. Anda akan mengetahui keputusan-keputusan bisnis tepat yang harus diambil. Begitu pula jika Anda seorang ilmuwan. Intuisi juga berguna untuk menyelesaikan berbagai persoalan tentang sains. Sebagai contoh adalah Friedrich August Kekule (1829-1836), seorang ahli kimia yang menemukan struktur kimia Benzena berkat bantuan mimpi. Singkatnya, semua orang memerlukan intuisi dan ini bukanlah sesuatu yang gaib.
.
Intuisi sebenarnya berkaitan dengan kepekaan. Hewan-hewan juga memiliki kepekaan semacam ini. Sebagai contoh, menjelang terjadinya bencana alam, seperti gunung berapi, banyak hewan akan turun gunung guna menyelamatkan dirinya. Hewan-hewan ini mempunyai semacam kepekaan terhadap perubahan energi atau getaran di alam.
.
Ada orang yang sudah mempunyai bakat dalam intuisi semenjak lahirnya, seperti orang yang dilahirkan dengan bakat melukis. Namun bukan berarti intuisi tidak dapat dikembangkan atau dilatih. Sebagaimana halnya setiap orang dapat belajar melukis.
.
Pada kesempatan kali ini, saya akan memperkenalkan cara atau metoda yang sangat sederhana dalam melatih intuisi. Anda dapat menggunakan telefon genggam Anda. Latihan ini adalah berupaya mengenali jam dengan angka kembar, yakni jam yang angka jam dan menitnya sama, misalnya 00:00, 01:01, dan seterusnya. Jadi tujuan latihan ini adalah kemampuan untuk melihat pada jam telefon genggam Anda tepat pada atau sejenak menjelang jam menunjukkan angka kembar tersebut dengan sendirinya. Dengan kata lain, harus ada sesuatu yang menggerakkan diri Anda menengok pada telefon genggam Anda saat jam menunjukkan angka-angka kembar tersebut.
.
.
Pertama-tama Anda menyetel alarm telefon genggam Anda sebagai contoh pada pukul 00:00. Ada dapat memilih pukul berapa saja, asalkan angka jam dan menitnya kembar. Setelah alarm berbunyi, maka Anda dapat menyetelnya pada jam dengan angka kembar lain. Lakukan latihan ini beberapa waktu sekehendak hati Anda. Paling tidak Anda memerlukan waktu beberapa hari. Selanjutnya, Anda jangan lagi menggunakan alarm. Cobalah bergantung pada perasaan Anda sendiri, tanpa bantuan alarm. Tengoklah jam di telefon genggam Anda, sewaktu muncul dorongan dalam hati Anda untuk melakukannya. Lihat apakah benar saat itu tepat atau menjelang jam dengan angka jam dan menit kembar. Apabila Anda sudah berhasil melakukannya dengan tingkat keseringan yang tinggi, maka itu tadanya latihan Anda telah dapat dikatakan sukses. Tentu saja keberhasilannya tidak harus 100 %. Anda akan mendapati bahwa intuisi Anda seringkali akan tepat. Cobalah mengambil keputusan-keputusan bisnis berdasarkan intuisi Anda. Tentu saja jangan keputusan-keputusan besar terlebih dahulu. Perhatikan apakah keputusan-keputusan itu seringkali tepat?
.
Sekedar berbagi pengalaman. Saya mempunyai kesaksian sebagai berikut. Tadi siang saya sedang memanaskan mesin mobil saya. Setelah beberapa saat ada dorongan dalam hati yang mengatakan bahwa itu sudah cukup. Saya bergegas berjalan ke meja kerja saya dan menengok telefon genggam saya. Ternyata jamnya adalah 15:15.
.
Apabila ada yang sudah mencobanya dan mendapatkan pengalaman menarik boleh membagikan pengalaman itu pada saya.
.
Saya berharap artikel ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Selasa, 17 Juli 2018

POHON DAN BAYANGANNYA

POHON DAN BAYANGANNYA.
.
Ivan Taniputera.
17 Juli 2018.
.


.
Suatu kali saya sedang mengadakan perjalanan ke sebuah negeri antah berantah. Pemandu saya, Pak Marques menuturkan mengenai sebuah desa yang bernama Desa Kebijaksanaan. Di sana terdapat seorang lanjut usia, yang biasa dipanggil Pak Pengetahuan. Ia gemar menuturkan kisah-kisah kebijaksanaan yang unik pada para warga desa. Konon semenjak usia mudanya, Pak Pengetahuan sudah menjadi tukang cerita. Karena warga di desa itu tidak begitu menggemari gadget beserta teknologi modern lainnya, maka kisah-kisah tuturan Pak Pengetahuan merupakan sumber hiburan utama bagi mereka. Saya berniat mengunjungi desa tersebut, karena saya menggemari tujuan wisata yang lain dari yang lain. Pak Marques kemudian mengatur perjalanan ke sana. Pada kesempatan kali ini saya hanya menuturkan ulang saja apa yang saya alami di desa tersebut.
.
Singkat cerita keesokan harinya saya tiba di Desa Kebijaksanaan selewat tengah hari; yakni sekitar pukul 01.00 siang. Pemandangan alam di sana tidaklah mengecewakan. Kami lalu menuju ke tempat kediaman Pak Pengetahuan. Ternyata di sana telah berkumpul para warga desa yang siap mendengarkan kisah Pak Pengetahuan. Mereka sedang beristirahat sejenak dari pekerjaan di ladang. Memang, sebagian besar penduduk desa bermata pencaharian sebagai peladang. Hasil utama desa mereka adalah jagung.
.
Siang itu, Pak Pengetahuan mengisahkan mengenai seseorang yang belum pernah melihat pohon. Tentu saja karena namanya sebuah kisah, maka kita janganlah terlalu mencoba mencernanya dengan logika, begitu pikir saya. Ia hanya mendengar penuturan teman-temannya bahwa pohon itu sangatlah indah. Ia lalu ingin melihat seperti apakah pohon itu. Orang itu, sebut saja namanya Si Pengelana, bertanya pada seorang profesor yang pandai, mengenai seperti apakah pohon itu. Profesor yang ditanya lalu menjelaskan secara panjang lebar mengenai pohon beserta ciri-cirinya. Setelah mendengar uraian sang profesor, ia lalu melangkah pergi dan mencari sesuatu dengan ciri-ciri seperti yang digambarkan profesor tersebut.
.
Saat berjalan, tiba-tiba mata Si Pengelana terpaku pada sebuah citra di tanah yang tak lain dan tak bukan adalah bayangan sebatang pohon. Ia berhenti sebentar dan mengamatinya. Ia lantas berkata, “Sungguh mirip sekali dengan apa yang digambarkan profesor yang kutanya tadi.” Tiba-tiba ia melompat penuh kegembiraan seraya berseru, “Oh inilah rupanya yang disebut pohon itu!” Si Pengelana terpaku dengan takjub. Ia merasa telah menemukan apa yang dicarinya. Demikianlah, Si Pengelana terus mematung di tempat tersebut dipenuhi luapan kegirangan batin luar biasa yang tak tergambarkan. Matanya terus mengamati citra di tanah tersebut. Entah berapa waktu telah berlalu.
.
Matahari semakin menggelincir ke arah barat dan malam pun tiba. Si Pengelana baru menyadari bahwa citra yang diamatinya penuh rasa takjub itu menghilang. Kegelapan menyelimuti tempat di sekitarnya. Tetapi yang lebih penting lagi adalah timbul perasaan sedih dan kehilangan yang luar biasa. Jika sebelumnya, ia merasakan kegembiraan meluap-luap; kini rasa sedih itu menjalari batinnya. Ke manakah perginya “pohon” yang dikaguminya itu. Karena hari telah menjadi gelap, Si Pengelana mengeluarkan korek dari saku bajunya. Ia menyalakan korek itu dan melihat ke sekeliling. Tiba-tiba dengan diterangi cahaya korek yang dinyalakannya, tidak jauh dari tempat tersebut, ia menyaksikan suatu sosok sedang berdiri dengan gagahnya. Ia mengamati sosok tersebut. Ternyata sosok itu justru jauh lebih mendekati gambaran mengenai pohon sebagaimana diuraikan sang profesor. Seluruh uraian sang profesor benar-benar bersesuaian dengan sosok tersebut. Bersesuaian secara sempurna tanpa ada yang terlewatkan.
.
Kegembiraan baru menjalari batin Si Pengelana. Kini ia tahu bahwa apa yang baru saja dilihatnya itu merupakan pohon sebenarnya. Bayangan sebuah pohon bisa menghilang sedangkan pohon yang sebenarnya tetap ada. Si Pengelana lalu memeluk pohon tersebut. Ia telah berjumpa dengan apa yang dicarinya.
.
Pak Pengetahuan mengakhiri kisahnya karena para warga desa hendak kembali ke ladang masing-masing. Para warga pun nampak puas dan bertepuk tangan.
.
Kisah ini bagi saya cukup menarik, tetapi saya sendiri tidak yakin dengan penafsiran saya terhadap makna filosofis cerita tersebut. Apakah para warga desa yang mendengarnya mengetahui makna filosofis tersebut? Entahlah. Apakah memang cerita itu hanya sekedar cerita saja tanpa mempunyai makna filosofis tertentu? Entahlah. Saya lalu mendekati Pak Pengetahuan dan menanyakan apakah makna kisah tersebut. Pak Pengetahuan hanya tersenyum dan berkata, “Temukanlah sendiri.”
.
“Apakah yang dimaksud dengan bayangan pohon itu?”
“Apakah yang dimaksud dengan pohon itu?”
“Siapakah sesungguhnya yang dimaksud dengan Si Pengelana?”
“Mengapa justru cahaya korek api yang kecil dapat menuntun Si Pengelana menemukan pohon sebenarnya?” “Mengapa malah bukan cahaya matahari?”
“Apakah yang dimaksud dengan cahaya korek api kecil pada kisah ini?”
.
Banyak pertanyaan yang timbul dalam benak saya. Apakah para pembaca mengetahui jawabannya? Apakah para pembaca ingin mengetahui jawabannya?
.
“Temukanlah sendiri.”

Senin, 09 Juli 2018

APAKAH TERDAPAT BAYANGAN BERUPA WUJUD TIGA DIMENSI? MARI PERLUAS WAWASAN ANDA MENUJU DIMENSI YANG LEBIH TINGGI

APAKAH TERDAPAT BAYANGAN BERUPA WUJUD TIGA DIMENSI? MARI PERLUAS WAWASAN ANDA MENUJU DIMENSI YANG LEBIH TINGGI
.
Ivan Taniputera.
1 Juli 2018
.
Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas topik yang agak berat. Umumnya, setiap orang akan menyatakan bahwa bayangan (shadow) itu bersifat dua dimensi. Agar jelas, sebelumnya perlu dijelaskan bahwa yang dimaksud bayangan di sini adalah citra yang terbentuk karena terdapat penghalang dengan cahaya. Sebagai contoh adalah bayangan pohon di sebuah tembok atau dinding. Cahaya matahari terhalang pohon dan membentuk bayangan pohon tersebut di tembok atau dinding. Bayangan tersebut akan bersifat dua dimensi. Lalu adakah bayangan yang berupa tiga dimensi?
.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut silakan pahami terlebih dahulu hal-hal sebagai berikut.
.
Sebuah obyek berdimensi 0 (yakni sebuah titik) tidak mengenal konsep atas-bawah; depan-belakang, dan kiri-kanan.
Sebuah obyek berdimensi 1 (yakni sebuah garis) tidak mengenal konsep atas-bawah dan depan-belakang.
Sebuah obyek berdimensi 2 (yakni sebuah bidang datar) tidak mengenal konsep atas dan bawah. Ia hanya mengenal sumbu x dan y saja.
Sebuah obyek berdimensi 3 (yakni sebuah bangun ruang) mengenal konsep atas-bawah; depan-belakang, dan kiri-kanan. Kita hidup dalam alam yang berdimensi tiga.
.
Misalkan terdapat makhluk yang hidup pada suatu dimensi, maka ia tidak akan memahami konsep sebagaimana hanya dikenal di dimensi lebih tinggi. Kita ambil contoh makhluk berdimensi dua (jika ada) tidak akan sanggup memahami konsep atas dan bawah. Bagi mereka ruang hidup mereka hanyalah kiri-kanan dan depan-belakang saja. Kita tidak akan sanggup menjelaskan konsep atas-bawah beserta segenap pemahaman mengenai ruang berdimensi tiga sebagaimana yang kita amati sebagai realita sehari-hari pada makhluk berdimensi dua. Mereka akan menganggap bahwa konsep atas-bawah itu tidak ada dan bahkan mungkin akan mulai mencerca kita sebagai penipu.
.
Begitu pula kita tidak akan sanggup membayangkan konsep-konsep yang berada di tataran dimensi lebih tinggi.
.
Kita akan kembali pada topik kita mengenai bayangan. Marilah kita bayangkan cahaya yang menyinari sebuah ruas garis (dimensi 1). Jika kita menyinarkan cahaya pada salah satu ujung, maka di sini lain akan terbentuk bayangan berupa sebuah titik. Bila kita berganti menyinarkan cahaya pada ujung satunya lagi, maka pada sisi lawannya terbentuk pula bayangan berupa sebuah titik. Makhluk berdimensi 0 akan memandangnya sebagai dua buah titik karena mereka tidak memahami konsep mengenai garis. Mereka tidak akan menyadari bahwa dua buah titik berbeda itu sesungguhnya merupakan bagian sebuah ruas garis yang sama.
.
Kita beralih pada dimensi 2. Kita ambil sebuah persegi sebagai contoh. Jika kita menyinarkan cahaya pada sisi-sisinya, maka pada penjuru lawannya akan terbentuk bayangan berupa garis yang berdimensi 1. Dengan demikian terdapat empat kemungkinan bayangan berupa garis. Jika terdapat makhluk yang hidup pada dimensi 1, mereka juga akan mengalami kesulitan dalam membayangkan bahwa keempat bayangan berupa garis yang nampak berbeda bagi mereka itu, sesungguhnya terbentuk dari sebuah persegi saja. Para makhluk yang hidup di tataran dimensi 1 tidak akan sanggup membayangkan mengenai persegi dan bangun datar dalam bentuk apa pun.
.
Kita akan naik pada dimensi 3. Kita ambil sebuah kubus sebagai contoh. Sebuah kubus mempunyai enam sisi. Jika kita menyinarkan cahaya pada masing-masing sisi, maka pada setiap penjuru lawannya akan terbentuk bayangan berupa persegi. Jadi, terdapat enam kemungkinan bayangan berupa persegi. Bila terdapat makhluk yang hidup di dimensi 2, mereka juga akan sulit membayangkan bahwa keenam persegi tersebut sesungguhnya merupakan bayangan sebuah kubus saja. Tidak ada satu pun bayangan itu yang eksis atau hadir terpisah dari kubus.
.
Logika ini dapat pula kita terapkan pada dimensi yang lebih tinggi. Tentu saja karena keterbatasan kita yang hidup di ranah dimensi 3, mustahil bagi kita membayangkan dimensi 4. Namun karena benda berdimensi 1 akan menghasilkan bayangan berdimensi 0; benda berdimensi 2 akan menghasilkan bayangan berdimensi 1; dan bayangan berdimensi 3 akan menghasilkan bayangan berdimensi 2; tidakkah sesuatu yang berdimensi 4 akan menghasilkan bayangan berdimensi 3? Hal ini dapat kita terapkan lebih lanjut pada dimensi-dimensi yang lebih tinggi.
.
Kita juga mungkin akan mengalami kesulitan dalam membayangkan bahwa bayangan-bayangan berupa obyek tiga dimensi itu sesungguhnya terbentuk dari sebuah obyek berdimensi 4 saja.

Untuk jelasnya silakan perhatikan gambar di bawah ini.
.
 
.
Kita barangkali dapat memperluas hal ini pada ranah fenomena hantu. Banyak orang menyatakan pernah menyaksikan sosok-sosok bayangan hitam. Apakah sosok-sosok itu sesungguhnya merupakan bayangan dari sesuatu yang berdimensi lebih tinggi?
.
Terlepas dari semua itu, pelajaran yang dapat kita ambil adalah agar kita senantiasa memperluas wawasan pemahamahan kita. Semakin tinggi wawasan pemahaman kita, semakin banyak hal pula akan kita pahami.

Selasa, 13 Juni 2017

RENUNGAN AJARAN DEWA TAN TIK SIOE

RENUNGAN AJARAN DEWA TAN TIK SIOE.
.
Ivan Taniputera.
14 Juni 2017.
.
Pada kesempatan kali ini kita akan sedikit membahas mengenai ajaran Dewa Tan Tik Sioe:
.
“Kita ada mempoenjai saboewa roema bogrek djanganlah aken memandeng roema bagoes.” (Dewa Tan Tik Sioe pada Moestika Adem Hati, 1917).
.
Apabila kita terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia modern kurang lebih adalah:
.
“Jika kita memiliki rumah yang buruk janganlah mengharapkan rumah mewah.”
.
Berdasarkan ajaran di atas, dapat disimpulkan bahwa kita hendaknya tidak merasa putus asa bila tidak mendapatkan apa yang diharapkan. Banyak orang mengharapkan hasil yang tinggi namun sewaktu ambisinya tidak tercapai ia menjadi sangat tertekan. Oleh karenanya, kita perlu bersuka cita apa pun hasil yang dicapai.
.
Meskipun demikian, ajaran di atas tidak menganjurkan agar kita mudah berpuas diri. Apabila kita merasa atau menganggap rumah kita buruk, tidaklah salah mengharapkan rumah yang lebih baik. Namun berharap saja tidak cukup. Kita perlu berupaya mewujudkannya dengan memanfaatkan segenap kemampuan beserta sumber daya yang kita miliki. Yang penting adalah kita berupaya sebaik mungkin, tetapi apa pun hasilnya perlu kita terima dengan suka cita.
.
Kita boleh pula  menafsirkan ajaran di atas sebagai berikut. Bila kita menabur sesuatu yang buruk janganlah mengharapkan yang baik. Dalam dunia karir dan usaha, tidak jarang orang saling menjegal serta merugikan satu sama lain. Namun sesuatu yang diperoleh dengan merugikan hak orang lain, tidak akan membuahkan kebaikan. Sesuatu yang buruk mustahil menghasilkan kebaikan. Jika ada sesuatu yang seolah-olah nampak sebagai kebaikan atau kebahagiaan, maka semua itu hanya sementara saja sifatnya.
.
Demikianlah sedikit renungan kita terhadap ajaran Dewa Tan Tik Sioe.

Kamis, 08 Oktober 2015

TELAAH KRITIS TERHADAP KISAH GURU BIJAKSANA

TELAAH KRITIS TERHADAP KISAH GURU BIJAKSANA
.
Ivan Taniputera.
8 Oktober 2015
.




Saya akan melakukan telaah kritis pada kisah yang baru saja saya jumpai. Secara ringkas kisahnya adalah sebagai berikut:
.
Ada dua orang murid, sebut saja si Pandai dan si Bodoh sedang berdebat. Si Pandai mengatakan bahwa 6 x 3 adalah 18; sedangkan si Bodoh dengan yakin menyatakan bahwa 6 x 3 adalah 15. Mereka terus menerus berdebat dan bermaksud menyelesaikan perdebatan itu dengan bertanya pada guru yang mereka segani. 
.
Demikianlah si Pandai dan si Bodoh lalu berkunjung ke tempat kediaman guru. Si Pandai menyatakan bahwa jika dirinya salah maka ia bersedia menerima hukuman 5 kali pukulan dengan rotan. Si Bodoh tidak mau kalah dan menyatakan bahwa jika dirinya yang salah, maka ia bersedia dipenggal.
.
Tanpa pikir panjang, guru menjatuhkan hukuman lima kali pukulan dengan rotan pada si Pandai. Si Pandai tentu saja memprotes hal tersebut dan guru menjawab bahwa hukuman itu bukan dikarenakan jawabannya, melainkan akibat perdebatannya dengan orang bodoh yang tidak mengetahui bahwa 6 x 3 = 18. Guru menganggap bahwa perdebatan itu tidak berguna. Dengan melakukan hal itu, ia telah mendidik agar si Pandai menjadi lebih arif dan menyelamatkan nyawa si Bodoh.
.
Menurut saya kisah di atas mengandung banyak kelemahan dan sama sekali tidak dapat disebut sebagai kisah bijaksana. Guru itu sama sekali tidak bijaksana.
.
Karena kisah di atas menggunakan berhitung atau matematika sebagai analogi, dimana matematika adalah ilmu pasti, maka secara aturan konvensional 6 x 3 hanya mempunyai satu jawaban, yakni 18. Enam kali tiga berarti 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3, yang tentu saja jawabannya sekali lagi adalah 18. Jika guru itu paham matematika, maka ia tentu tahu hal tersebut. Secara konvensional 6 x 3 tidak mungkin 15. Tugas seorang guru adalah menyebarkan kebenaran, termasuk kebenaran matematika atau berhitung.
.
Menghukum murid yang memberikan jawaban benar adalah seolah-olah menyalahkan jawaban tersebut. Jadi guru itu seolah-olah mendukung jawaban yang salah. 
.
Jika si Bodoh yang merasa bangga dengan pandangan salahnya tersebut (karena dibenarkan oleh guru), lalu menyebarkan pandangannya tersebut, tentunya akan sangat berbahaya. Ia bisa saja membujuk orang lain meyakini pandangan salah itu dengan menyatakan bahwa guru bijaksana yang dihormati banyak orang saja sudah mendukungnya. Dalam sejarah banyak pandangan salah yang mengakibatkan penderitaan bagi banyak orang meraja lela, karena tidak ada orang bertindak memotong pandangan salah tersebut dari awalnya. Untungnya dalam kisah di atas yang dibicarakan adalah 6 x 3, bagaimana bila perdebatannya mengenai “membasmi orang yang beda keyakinan dengan kita adalah benar atau salah”? Bagaimana jika si Bodoh menyatakan bahwa “membasmi orang yang beda keyakinan dengan kita adalah benar” sedangkan si Pandai menyatakan hal sebaliknya”? Akankah guru masih menjatuhkan 5 kali pukulan pada si Pandai? Menurut pandangan saya, kebenaran harus tetap didukung, entah menyenangkan atau tidak menyenangkan. 
.
Bagaimana jika si Bodoh harus kehilangan kepala karena pandangan salahnya itu? Biarkan saja orang bodoh binasa karena kebodohannya sendiri. Itu adalah pilihannya sendiri. Namun guru dapat mengampuni si Bodoh dan menasihatinya agar jangan mengambil tindakan berisiko yang bodoh lagi. Dengan demikian, guru tetap mendukung kebenaran dan juga menyelamatkan nyawa si Bodoh. Dengan menyelamatkan nyawanya, si Bodoh mungkin pada lain kesempatan bisa lebih bijaksana, dan kelak namanya mungkin akan berganti menjadi si Pandai II. Ia bukan lagi si Bodoh yang dulu.
.
Namun dengan melakukan tindakan seperti itu, guru yang katanya bijaksana itu justru tidak menyelamatkan si Bodoh. Si Bodoh akan tetap hidup dalam kebodohannya. Guru itu telah bersikap apatis dan menurut saya tidak bisa dikatakan bijaksana. 
.
Sebagai tambahan, kelemahan kisah ini adalah bagaimana jika si Pandai dan si Bodoh sama-sama menghendaki hukuman dipenggal jika bersalah? Masihkah guru akan menghukum si Pandai?
.
Selanjutnya, tindakan si Pandai yang mau mempertahankan kebenaran di hadapan si Bodoh bukan dianggap sebagai tindakan yang tidak berguna. Ia mau melakukan sesuatu untuk mengoreksi pandangan salah. Kejahatan dapat merajalela karena orang baik menolak melakukan sesuatu. Kejahatan bersimaharaja karena orang baik bersikap apatis. Oscar Schindler pada masa PD II berani berkata tidak pada kekejaman dan menyelamatkan ribuan nyawa. Paul Rusesabagina berani berkata tidak pada kekejaman dan menyelamatkan nyawa kaum Hutu yang terancam pembantaian keji. 
.
Jadi upaya si Pandai itu menurut saya sudah benar dan tidak dapat dikatakan sebagai perdebatan tidak bermanfaat. Ia sudah berupaya mengoreksi ketidak-benaran dan tidak bersikap apatis. Bisa saja ia bersikap masa bodoh dan membiarkan si Bodoh dengan pandangan salahnya. Namun itu tidak dilakukannya. Lalu atas dasar apa, guru layak memberikan hukuman 5 pukulan? Jika semua orang menganut pemikiran guru tersebut, maka tidak ada orang yang akan berani mengungkapkan kebenaran. Mereka semua khawatir mendapatkan “lima pukulan dengan rotan.” Semua orang akan menjadi apatis.
.
Sebenarnya ada alternatif yang lebih bijaksana. Bisa saja ditanyakan pada si Bodoh, apakah menurutnya definisi operasi hitung “x” itu. Jikalau menurutnya, “x” adalah “kurangkan satu dan kemudian kalikan,” maka adalah benar bahwa 6 x 3 = 15. Dengan demikian, menurut si Bodoh, 6 x 3 pengertiannya adalah (6-1) lalu kalikan 3, maka hasilnya adalah 15. Meskipun ini “benar,” namun tidak sesuai dengan kelaziman. Mungkin si Bodoh punya konsep sendiri mengenai operasi hitung serta lambang-lambangnya. Jika definisinya sudah saling dipahami maka berbagai permasalahan akan jelas. Kendati demikian, si Bodoh juga seyogianya belajar operasi hitung yang lazim, yakni operasi hitung yang dianut oleh banyak orang berdasarkan perjanjian (konvensi). Kalau dia enggan menerima kelaziman, maka tentu sulit baginya hidup di tengah masyarakat (yang menganut kelaziman tersebut). Tetapi tentu saja itu adalah pilihan hidupnya sendiri.
.
Demikian kritikan saya terhadap kisah di atas, yang menurut saya tidak berisikan kebijaksanaan apa pun. Pandangan yang diwakili kisah di atas justru menjerumuskan seseorang pada apatisme. Tidak heran jika diktaktor-diktaktor bengis seperti Hitler, Stalin, Polpot bisa naik ke panggung negara, karena orang-orang baik secara tidak langsung mendukung mereka melalui berdiam diri.
.
Saya kira jika guru pada kisah di atas membaca artikel ini, bila ia benar-benar bijaksana maka tiada ia akan tersinggung sedikit pun. Oleh karenanya, jangan ada yang tersinggung membaca artikel ini. Guru bijaksana saja tidak tersinggung, lalu mengapa Anda yang tersinggung?

Senin, 28 September 2015

SANGGUP BERAMAL ADALAH KEBERUNTUNGAN

SANGGUP BERAMAL ADALAH KEBERUNTUNGAN
.
Ivan Taniputera.
26 September 2015 . 
.


 

 .

Banyak orang merasa bersungut-sungut saat beramal. Namun kalau kita renungkan kemampuan beramal itu adalah suatu keberuntungan. Lalu jika kita mendapatkan keberuntungan apakah kita akan bersungut-sungut?
.
Bagaimana mungkin orang mendapatkan keberuntungan, tetapi malah bersungut-sungut?
.
Marilah kita renungkan bersama. Agar dapat beramal, kita memerlukan kondisi. Pertama-tama, kita perlu mempunyai sesuatu selaku obyek amal, baik itu materi (uang atau benda) dan tenaga. Namun masalahnya, tidak semua orang selalu mempunyai hal-hal tersebut.
.
Sebagai contoh, ada seorang teman yang sudah bertekad hendak beramal pada pengemis tua yang ada perempatan jalan. Kendati demikian, sewaktu merogoh sakunya, ternyata dompetnya ketinggalan. Karenanya, ia jadi gagal beramal. Jadi ini merupakan bukti bahwa tidak selalu seseorang punya kesempatan beramal. Jadi jika Anda ada kesempatan lakukanlah hal tersebut dengan suka cita.
.
Kedua, jika Anda mempunyai sesuatu yang dijadikan obyek amal, maka itu tandanya Anda beruntung. Anda setidaknya memiliki sesuatu. Banyak orang di muka bumi ini yang tidak memiliki apa-apa. Bila Anda mempunyai sesuatu yang berlebihan, maka itu tandanya termasuk golongan orang beruntung. 
.
Ketiga, ada kalanya kita tidak menjumpai sasaran amal kita. Ada seorang teman yang bertekad akan beramal hari ini pada setiap pengemis yang dijumpainya. Anehnya, pada hari itu, dia justru tidak menjumpai seorang pengemis pun. Padahal, di hari-hari sebelumnya, saat dia enggan beramal, justru ia menjumpai banyak pengemis di sepanjang perjalanannya dari rumah ke kantor. Apabila kita yakin bahwa beramal merupakan salah satu wahana mengumpulkan jasa pahala, maka nampak bahwa orang itu tidak beruntung. Ia tidak mempunyai kesempatan mendapatkan jasa pahala. Meskipun demikian, dalam beramal, kita hendaknya menyingkirkan sikap pamrih kita demi mendapatkan jasa pahala. Beramal hendaknya jangan seperti hitung dagang. Kita beramal apa, akan dapat apa. Itu bukanlah sikap beramal yang baik. Kita beramal dengan kesadaran bahwa tindakan itu dapat meringankan penderitaan orang lain. 
.
Kendati demikian, bagi orang yang sudah terbiasa beramal, maka konsep jasa pahala sudah tidak mereka pikirkan. Semuanya akan berjalan secara alami tanpa ada pikiran pamrih lagi. Karena itu, beramal perlu menjadi bagian pola kebiasaan kita.
Beramal hendaknya menjadi latihan spiritual dalam mengikis keserakahan serta membangkitkan sikap altruistik atau mempedulikan kepentingan insan lain. Jika Anda beramal, Anda mempunyai kesempatan melatih batin Anda. Tidakkah Anda beruntung?
Kembali pada pokok bahasan kita, maka jelas sekali berdasarkan contoh-contoh di atas, tidak selalu kita mempunyai kesempatan beramal. Jadi, jika Anda mempunyai kesempatan beramal, tidakkah Anda beruntung?
.
Demikian agar bermanfaat adanya.
Artikel menarik lainnya silakan kunjungi:
https://www.facebook.com/groups/339499392807581/


Senin, 02 Februari 2015

KRITIKAN TERHADAP KALIMAT-KALIMAT BIJAK

KRITIKAN TERHADAP KALIMAT-KALIMAT BIJAK 

.
Ivan Taniputera
1 Februari 2015
.

Saya kebetulan baru saja membaca artikel mengenai kalimat-kalimat bijak yang berisikan nasihat kehidupan. Sepintas kalimat-kalimat tersebut nampak bagus, namun jika kita cermati lebih lanjut, ternyata isinya terdapat hal-hal yang patut dikritik. Saya akan mencoba mengkritik beberapa di antaranya.

Salah satu kalimat menyatakan bahwa percuma bagi kita menjalin suatu persahabatan, apabila kita tidak hidup rukun dengan saudara kita. Sepintas memang kalimat di atas nampak "bijak, namun saya punya pendapat lain. Jika kita cermati, maka menjalin persahabatan dan hidup rukun dengan saudara itu adalah dua hal yang berbeda. Saya berpendapat bahwa kedua-duanya sama-sama penting. Meskipun kita tidak hidup rukun dengan saudara kita, apakah lalu kita tidak perlu menjalin persahabatan dengan orang lain? Apakah jika kita tidak rukun dengan saudara, maka kita harus hidup acuh tak acuh atau bermusuhan dengan orang lain? Tentu saja itu adalah logika yang kurang tepat jikalau kita tidak hendak mengatakan keliru sepenuhnya. Kendati seseorang, tidak atau belum dapat hidup rukun dengan saudaranya sendiri, maka tetaplah berguna baginya menjalin persahabatan dengan orang lain. Menjalin persahabatan pun adalah suatu  bentuk kebajikan. Terlepas dari seseorang hidup rukun atau tidak dengan saudaranya adalah tetap bermanfaat baginya hidup bersahabat dengan sesama manusia.  Menjalin persahabatan tidaklah percuma. Tentu saja yang terbaik adalah menjalin persahabatan dengan orang baik dan bijaksana. Bahkan mungkin melalui bersahabat dengan orang bijaksana justru akan menjadikan kita tertular kebijaksanaannya dan memampukan kita hidup rukun dengan saudara-saudara kita.

Kalimat berikutnya menyatakan percuma bagi seseorang bersekolah, apabila perilakunya tidak mencerminkan tata krama. Ini adalah logika atau pandangan yang menurut hemat saya sangat keliru. Sekolah atau pendidikan itu seharusnya dapat diakses oleh semua orang tanpa terkecuali. Apakah jikalau seseorang tidak bertata krama maka ia tidak boleh bersekolah? Apakah jikalau seseorang tidak bertata krama, maka apakah ia hendaknya dibiarkan tidak bersekolah? Untuk menjadikan seseorang bertata krama, maka itu bukan hanya tanggung jawab sekolah semata. Seseorang menjadi bertata krama juga karena hasil didikan orang tua dan masyarakat, bukan hanya beban tanggung jawab sekolah semata. Apakah lantas kita boleh mengatakan, percuma seseorang mempunyai masyarakat dan orang tua bila ia tidak bertata krama? Dengan demikian, pandangan "bijak" di atas nampaknya kurang tepat. Bersekolah dan tata krama adalah dua hal yang berbeda. Tiada yang percuma dengan sekolah. Setidaknya kita masih mendapatkan bekal ilmu atau wawasan yang sekiranya bermanfaat bagi kehidupan kita (tentunya bagi yang bersedia memanfaatkannya).
Kritikan selanjutnya bagi kalimat di atas adalah, tata krama merupakan sesuatu yang sangat relatif dan subyektif. Apa yang dianggap bertata krama oleh suatu bangsa, maka bisa jadi tidak demikian pada bangsa atau masyarakat lain. Jadi seseorang bisa dianggap bertata krama oleh suatu masyarakat namun tidak oleh bangsa atau masyarakat lain. Tata krama juga merupakan sesuatu yang bisa saja berubah seiring berlalunya waktu.
Namun saya tidak mengatatakan bertata krama tidaklah penting. Saya tetap menganjurkan agar kita semua menjalankan tata krama sesuai dengan masyarakat tempat kita hidup. Di situ bumi dipijak di sana langit dijunjung.


Kalimab berikutnya menyatakan percuma bagi seseorang menjadi terpelajar, apabila berperilaku angkuh atau sombong. Antara perilaku sombong/ angkuh dan sikap terpelajar tidak ada korelasinya. Sebelumnya agar tidak terjadi perdebatan yang tidak perlu, maka saya jelaskan dahulu bahwa "terpelajar" artinya mempunyai pengetahuan yang sesuai dengan bidangnya. Seseorang dikatakan "terpelajar" dalam ilmu teknik mesin, jikalau ia mempunyai pengetahuan-pengetahuan memadai yang dapat menunjang pekerjaannya sebagai seorang insinyur permesinan. Selama ia mempunyai pengetahuan-pengetahuan tersebut, maka ia akan sanggup melakukan pekerjaannya sebagai seorang insinyur mesin, entah ia berperilaku sombong atau tidak.  Tetapi sebagai seorang insinyur kita hendaknya tetap terbuka menerima pengetahuan-pengetahuan baru, karena pengetahuan yang disebut memadai pun akan terus berkembang. Teknik itu tidaklah statis namun dinamis.

Selanjutnya percuma kepintaran seseorang apabila ia bertindak seenaknya. Bertindak seenaknya itu maksudnya bagaimana? Kekurang-tepatan dari kalimat ini segera tampak nyata. Orang pintar jelas tidak bertindak seenaknya. Sebagai contoh, orang yang pintar teknik mesin, jelas tidak akan bertindak seenaknya sendiri, karena ia mengetahui bahwa terdapat kaidah-kaidah atau standar dalam bidang teknik mesin yang perlu dipatuhi. Kalau masih bertindak seenaknya, maka ia jelas "tidak pintar," karena belum menyadari bahwa tindakan tersebut justru akan menghambat pekerjaannya. Misalnya ia merancang mesin dengan ukuran tidak standar, maka itu akan merepotkannya dalam memilih suku-suku cadang pendukungnya.

Kemudian, percuma memohon dengan terus menerus, apabila waktunya belum tiba. Mungkin yang dimaksud adalah memohon agar keinginan kita tercapai. Kalimat "bijak" ini jelas sangat tidak tepat karena keinginan tercapai bukan dengan memohon. Agar kenyang kita harus berusaha (dengan makan) bukan hanya semata-mata memohon agar perut kita kenyang. Kalau ingin kaya atau punya uang kita harus bekerja bukan memohon agar kaya.

Percuma beramal jikalau seseorang gemar mengambil hak milik orang lain. Beramal itu sebenarnya latihan hidup untuk mengurangi keserakahan. Orang mengambil hak milik orang lain karena serakah. Logikanya jika seseorang gemar mengambil hak milik orang lain, kecil kemungkinannya ia gemar beramal. Keduanya adalah hal yang bertolak belakang. Ibaratnya mengharapkan api menjadi dingin atau es menjadi panas jika kita pegang. Justru orang yang gemar mengambil hak milik orang lain, seharusnya diajarkan beramal guna mengikis keserakahannya.

Percuma berbuat kebajikan jika gemar menuruti hawa nafsunya. Sebagaimana beramal, berbuat kebajikan pun adalah latihan spiritual atau latihan kehidupan. Bagaimana mungkin disebut percuma? Jikalau seorang gemar menuruti hawa nafsunya dikatakan percuma berbuat kebajikan, apakah ia lantas tidak perlu berbuat kebajikan? Bukankah dengan demikian keburukannya menjadi berganda? Justru orang yang gemar menuruti hawa nafsunya harus dilatih berbuat semakin banyak kebajikan. Dengan demikian, lambat laun pikirannya akan terarah menuju kebajikan. Lalu siapakah di antara kita yang sudah bebas dari hawa nafsu?

Demikianlah, tidak semua kalimat-kalimat yang disebut "kalimat kebijaksanaan" itu benar-benar "bijak." Banyak slogan yang nampak indah dan bijak, tetapi sebenarnya kosong. Oleh karenanya, kita harus tetap kritis. Jangan membuta mengikuti atau terkagum-kagum pada slogan yang terdengar "bijak" padahal sebenarnya hanya kata-kata kosong. Kendati demikian, slogan seperti itu bukannya tidak bermanfaat, melainkan sungguh berguna dalam melatih kekritisan dan kemampuan berlogika kita. Sebagai makhluk yang berakal budi marilah kita jangan enggan mengkritik sesuatu.

Semoga bermanfaat.

Salam logika!

Kamis, 06 Maret 2014

MEMBEBASKAN DIRI DARI BAYANG-BAYANG MASA LALU

MEMBEBASKAN DIRI DARI BAYANG-BAYANG MASA LALU

Ivan Taniputera
7 Maret 2014



Salah seorang sahabat lama yang kerap berkonsultasi pada saya menanyakan bagaimana membebaskan diri dari bayang-bayang masa lalu. Guna menjawab pertanyaan tersebut dan juga barangkali terdapat orang-orang lain yang memiliki pertanyaan sama, maka saya memberanikan diri menulis artikel ini.

Bayang-bayang terjadi karena adanya cahaya. Oleh karenanya, agar dapat membebaskan diri dari bayang-bayang masa lalu, Anda perlu memadamkan "cahaya"nya. Apabila "cahaya" sudah padam, maka bayang-bayang masa lampau Anda juga akan padam. Ini adalah suatu kenyataan sangat sederhana, namun tidak banyak orang memahaminya. Mereka ingin bebas dari bayang-bayang masa lalu, namun justru terus menerus mendekat dan mencari sumber "cahaya" baru. Akibatnya bayang-bayang masa lalu yang timbul semakin rumit dan kompleks. Ibaratnya adalah sebuah lingkaran tanpa akhir. Dengan memahami kenyataan ini, jika ingin bebas Anda hendaknya jangan mencari sumber "cahaya" baru. Padamkanlah "cahaya" tersebut.

Lalu barangkali Anda akan spontan bertanya, "Bagaimanakah cara memadamkan "cahaya"nya?" Mencari cara memadamkan "cahaya" itu adalah pekerjaan rumah (PR) Anda sendiri. Terdapat tak terhingga cara dalam memadamkan "cahaya" penimbul bayang-bayang masa lalu. Anda harus menemukan caranya sendiri. Ibaratnya saat meniup lilin, maka kita dapat meniupnya dari sudut berapa saja atau dengan kecepatan hembusan angin berapa saja. Jika kita membakukan dan mengajarkannya pada orang lain, misalnya kita harus meniup lilin dengan sudut 60 derajat terhadap garis mendatar dan kecepatan angin 40 km/jam yang keluar dari mulut kita, maka lama kelamaan orang yang mengikuti ajaran kita terkait peniupan lilin tersebut akan melekat pada "tata cara." Mereka berpeluang menganggap bahwa peniupan lilin dengan cara lainnya adalah "salah." Padahal tujuannya adalah sama-sama memadamkan lilin. Lilin juga akan sama-sama padam. Jadi cara memadamkan "cahaya" Anda harus menemukannya sendiri dan jangan mengekor orang lain. Jangan pula mengajarkannya pada orang lain. Biarkan mereka menemukan caranya sendiri. Anda juga jangan bertanya pada saya bagaimana memadamkan "cahaya" tersebut. Temukanlah sendiri. Itu adalah pekerjaan rumah (PR) Anda. Anda hendaknya tidak menyuruh orang lain mengerjakan PR Anda, bukan? Jika orang lain yang mengerjakan maka Anda telah bertindak curang. Demikian kurang lebih analoginya.

Lalu berapa lama dibutuhkan guna menemukan cara memadamkan "cahaya"? Jawabnya berbeda-beda bagi setiap orang. Bisa sehari, dua hari, enam hari, seminggu, sebulan, setahun, sepuluh tahun, lima puluh tahun, dan yang terburuk adalah seumur hidup. Bahkan mungkin seumur hidup Anda tidak akan sanggup menyelesaikan PR Anda tersebut. Semuanya bergantung pada tekad dan kesungguhan Anda dalam mengerjakan PR.

Anda juga tidak mungkin menyuruh orang lain memadamkan "cahaya"-nya setiap kali bayang-bayang masa lalu itu muncul. Ibaratnya Anda tidak mungkin mengetuk pintu rumah tetangga-tentangga Anda setiap kali Anda ingin memadamkan lilin. Misalnya malam ini Anda akan mengetuk pintu rumah tetangga Anda bernama A tatkala Anda hendak memadamkan lilin Anda. Kemarin Anda meminta B. Besoknya akan meminta C. Ini jelas mustahil dan para tetangga itu mungkin akan terganggu dengan tindakan Anda. Mereka juga mungkin sibuk memadamkan lilinnya masing-masing. Jadi Anda yang hendaknya memadamkan "cahaya" itu adalah diri Anda sendiri. Bukan orang lain.

Selamat mengerjakan pekerjaan rumah (PR) Anda. Semoga bermanfaat.

Artikel menarik lainnya silakan kunjungi https://www.facebook.com/groups/339499392807581/

Kamis, 23 Januari 2014

SAAT YANG MENENTUKAN

SAAT YANG MENENTUKAN 

Ivan Taniputera
23 Januari 2014

Saat menentukan (decisive moment) adalah suatu peristiwa yang berpotensi mengubah jalan kehidupan seseorang atau suatu bangsa. Salah satu contoh saat menentukan dalam kehidupan seseorang adalah seorang teman yang telah bekerja di sebuah perusahaan nasional. Kariernya boleh dikatakan sudah mapan. Namun suatu ketika, ada teman lain yang mengajaknya berbisnis sendiri. Setelah mempertimbangkan matang-matang, teman tersebut dengan penuh keberanian keluar dari perusahaan dan mengawali usahanya sendiri. Kini ia telah menjadi seorang boss. Keputusannya keluar dari pekerjaan dan merintis bisnis sendiri itu merupakan saat menentukan dalam hidupnya.

Terdapat pula contoh lainnya yang saya dapatkan dari menonton tayangan di sebuah saluran televisi mengenai orang-orang yang kecanduan narkoba. Biasanya seseorang mengalami kecanduan karena menerima tawaran narkoba dari temannya. Akibat kecanduan tersebut kehidupan seseorang mengalami keruntuhan. Keputusannya mengonsumsi narkoba itulah merupakan saat menentukan dalam hidupnya.

Dengan demikian, saat menentukan itu dapat mengubah hidup kita secara positif dan negatif. Berdasarkan kenyataan ini ditinjau dari dampaknya kita dapat membedakan saat menentukan menjadi:

  • Yang membawa dampak positif
  • Yang membawa dampak negatif

Setiap keputusan yang kita ambil dalam hidup dapat merupakan saat menentukan yang berpeluang mengubah kehidupan kita secara drastis. Oleh karenanya, orang  berhasil adalah orang yang sanggup mengambil dan menangkap saat menentukan bernilai positif dalam hidupnya. Kita tidak pernah tahu kapan saat menentukan itu timbul. Terkadang saat menentukan itu harus kita temukan sendiri atau justru ia yang mendatangi kita dengan sendirinya. Dengan demikian, berdasarkan kemunculannya terdapat dua jenis saat menentukan:

  • Yang harus kita upayakan atau cari sendiri
  • Yang datang pada kita dengan sendirinya

Apa pun jenis saat menentukan itu, kita harus menelaahnya matang-matang. Kita harus dapat menganalisa dampak yang akan ditimbulkannya. Bagaimana cara kita menelahnya? Gunakan senjata 4 W dan 1 H:

What (Apa?)

Identifikasikan segenap keputusan Anda secara jelas. Misalnya Anda ingin merintis bisnis baru dalam bidang makanan. Maka Anda harus jelas terlebih dahulu APA yang dimaksud bisnis makanan tersebut. Makanan APA yang mau dijual dan lain sebagainya. Tanyakan APA sebanyak mungkin dan telaah apakah Anda dapat menjawabnya semua. Jika Anda tidak dapat menjawabnya, berarti pengetahuan Anda belum memadai dan harus mencari lebih banyak keterangan.

Where (Dimana?)

Di manakah Anda akan menjalankan keputusan tersebut? Pertanyaan ini dapat dijawab dengan sebuah tempat secara harafiah, atau sebuah tempat yang abstrak, termasuk di manakah kesiapan mental Anda saat ini?

Who (Siapa?)

Ini menanyakan SIAPA diri Anda, dalam artian apakah Anda adalah orang yang tepat dalam menjalankan keputusan tersebut.

Why (Mengapa?)

Mengapa Anda menjalankan keputusan tersebut? Analisa dahulu alasannya baik secara fisik mau pun moral.

How (Bagaimana?)

Bagaimana Anda menjalankan keputusan tersebut. Apakah Anda sudah punya metoda yang jelas atau hanya sekedar impian atau khayalan semata?

Gunakan senjatan di atas guna menelaah keputusan Anda. Jika sudah terjawab semua dengan memuaskan barulah Anda menjalankannya. Dengan demikian, Anda telah siap menapaki saat menentukan dalam kehidupan Anda menuju ke arah positif.

Satu hal penting sebagai penutup artikel ini adalah saat menentukan yang dapat mengubah kehidupan seseorang secara drastis menuju ke arah lebih baik hanya diperuntukkan bagi kaum pemberani saja. Berani tetapi bijaksana, bukan hanya asal berani saja.

Demikian semoga bermanfaat. Selamat menapaki saat menentukan dalam kehidupan Anda menuju ke arah positif.