Tampilkan postingan dengan label ajaran hidup. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ajaran hidup. Tampilkan semua postingan

Senin, 16 Desember 2024

FILSAFAT KEHIDUPAN: ROH PENAGIH HUTANG YANG TERLAHIR SEBAGAI ANAK: ANAK-ANAK YANG MENIMBULKAN MASALAH SERIUS BAGI ORANG TUANYA

 FILSAFAT KEHIDUPAN: ROH PENAGIH HUTANG YANG TERLAHIR SEBAGAI ANAK: ANAK-ANAK YANG MENIMBULKAN MASALAH SERIUS BAGI ORANG TUANYA

 

Ivan Taniputera

15 Desember 2024

 


 

CATATAN: Tulisan ini tidak boleh diambil atau dikutip tanpa ijin penulis. Mengambil atau mengutip tanpa ijin adalah mencuri, yang dapat menjerumuskan pada alam-alam penderitaan; terlebih lagi mencuri Dharma. Kita juga hendaknya tidak merendahkan diri kita sendiri sebagai pencuri.

 

Belakangan ini, kita sering mendengar berita-berita mengenai seorang anak yang berulah sehingga orang tuanya juga ikut menanggung masalah atau kerugian besar. Sebagai contoh, ada anak seorang kaya dan berpengaruh yang menganiaya orang lain demikian parahnya. Kendati demikian, yang terkena masalah hukum bukan hanya anak itu saja. Orang tuanya pun turut terseret kasus hukum, karena ia juga memiliki kesalahan yang selama ini tersembunyi. Kesalahan orang tuanya itu pada akhirnya turut terbongkar, sehingga dijebloskan pula ke dalam penjara.  Ada pula anak seorang kaya yang menganiaya kekasihnya hingga tewas. Hal ini tentu saja merusak reputasi keluarganya. Masih ada lagi kasus, dimana seorang ayah yang berniat membela anaknya secara berlebihan terkena kasus hukum. Anak itu menurut berita sebelumnya telah dibully oleh anak lain. Sementara itu, kabar yang paling baru terdapat seorang anak yang menganiaya karyawannya sendiri. Bisnis orang tuanya menjadi terseret pula. Ada juga berita mengenai anak yang membunuh orang tuanya. Berita-berita tersebut semuanya mengisahkan mengenai seorang anak yang menimbulkan masalah bagi orang tuanya. Jadi alih-alih mengharumkan nama keluarga atau menambah keberuntungan keluarga, mereka malah merugikan serta mencelakai orang tuanya. Meski tidak semua orang tua dalam kasus di atas turut terseret kasus hukum, tetapi tentu saja kalau anak bermasalah mereka akan merasa malu atau sedih dengan perilaku anaknya. Selain itu, mereka tentunya juga akan kehilangan banyak hal.

 

Pertanyaannya, mengapa itu semua terjadi? Jawabannya sangat rumit. Bisa jadi orang tua kurang memberikan pendidikan yang baik bagi anak-anaknya. Dengan demikian, jiwa anak menjadi labih. Bisa juga karena orang tua terlalu memanjakan anaknya. Namun jawaban lebih lengkap dari sisi ini, lebih baik dijawab saja oleh para pakarnya. Saya lebih memilih untuk mengulasnya dari sisi Agama Buddha. Agama Buddha mengenal apa yang disebut sebagai roh penagih hutang atau 怨親債主 (Yuàn qīn zhàizhǔ). Itu merupakan sosok orang-orang yang kita pernah berhutang karma buruk pada kehidupan lampau. Sebagai contoh, orang yang tidak membayar hutangnya pada seseorang. Orang yang dihutangi itu lantas bertumimbal lahir sebagai anak orang berhutang tersebut. Saat karma itu sudah waktunya berbuah, maka anak itu lantas melakukan suatu tindakan yang entah bagaimana atau entah dalam bentuk apa, yang mengakibatkan harta orang tuanya ludes. Bisa juga orang tuanya dalam kehidupan sekarang tidak memupuk karma baik dan malah melakukan berbagai kesalahan. Akibatnya karma buruk masa lalu dan masa sekarang pada saat yang sesuai akhirnya berbuah bersama. Dampak yang ditimbulkannya juga besar.

 

Bisa juga anak yang lahir sakit-sakitan merupakan roh penagih hutang bagi orang tersebut. Anggota keluarga yang sering bertengkar satu sama lain mungkin juga merupakan roh penagih hutang satu sama lain. Intinya adalah energi karma entah baik entah buruk tidak dapat hilang begitu saja dan menunggu saat yang tepat guna memanifestasikan serta mematangkan dirinya. Tidak dapat menghilang begitu saja.

 

Lalu bagaimanakah cara mengatasi dampak negatif dibawa oleh roh penagih hutang, khususnya yang terlahir sebagai anak? Nampaknya sulit menemukan jawaban yang sederhana bagi hal ini. Awalnya mungkin kita juga tidak mengetahui apakah anak tersebut merupakan roh penagih hutang, yakni hingga ia menimbulkan masalah serius yang berdampak besar pada orang tuanya. Mulanya barangkali tidak terlihat ada masalah apa-apa. Jadi, tidak semuanya diketahui dari awal. Kalau begitu, apakah hal terbaik yang dapat dilakukan?

 

Pertama-tama, kita harus memahami bahwa suatu karma entah baik atau buruk dapat dibuat agar tidak berbuah. Hal ini dapat diumpamakan dengan sebuah benih. Benih suatu tumbuhan akan bertunas atau tidak bertunas bergantung dari sebab beserta kondisi yang ada. Jadi, kalau ingin suatu benih tidak bertunas, maka harus dihadirkan sebab-sebab beserta kondisi yang menjadikannya tidak dapat bertunas; misalnya jangan diberi air, tanah, atau pun sinar matahari. Dengan demikian, benih menjadi busuk sehingga tidak dapat bertunas lagi menjadi tumbuhan besar. Hal yang sama berlaku pada karma. Karma buruk yang dibawa oleh roh penagih hutang dapat dibuat tidak berbuah. Bagaimana caranya? Dengan menghadirkan sebab atau kondisi yang tidak memungkinkannya berbuah. Kita akan memberikan contoh cara-caranya di bawah ini.

 

Cara paling utama adalah memberikan suatu ajaran moralitas yang baik pada anak-anak Anda. Kalau moralnya sudah terbentuk dengan baik, maka ia tidak mungkin melakukan tindakan-tindakan tercela. Jikalau seseorang sudah mempunyai didikan moralitas yang baik semenjak dini, apakah mungkin ia dengan mudahnya mencelakai orang lain? Kuncinya adalah pendidikan untuk menjadi orang baik. Anda harus menjadikan anak Anda sebagai orang baik, bukan hanya “orang pandai, orang sukses, atau orang yang hebat.” Kalau Anda dapat menjadikan anak Anda sebagai sosok yang senantiasa berjalan lurus, maka peluang untuk menimbulkan masalah serius menjadi jauh lebih kecil. Kalau peluang masalah serius lebih kecil, maka dampak buruk yang akan ditimbulkan terhadap orang tua dan keluarga, juga akan lebih kecil. Orang tua sering menekankan agar anak-anaknya menjadi “orang pandai, orang sukses, orang kaya, orang hebat, dan lain sebagainya,” tetapi apakah mereka pernah menekankan agar anaknya menjadi orang baik? Ini adalah sebuah peringatan yang sangat penting.

 

Selain itu, yang juga tidak kalah penting adalah hidup Anda juga harus lurus dan benar. Kalau Anda ingin hidup anak Anda lurus dan benar, tetapi jalan Anda masih bengkok-bengkok, maka itu adalah sesuatu yang tidak masuk akal. Jika Anda masih korupsi dan melakukan ketidakjujuran. Kalau Anda masih berupaya menjadi orang yang seolah-olah berkuasa dengan mengandalkan atau menyandarkan diri pada aparat atau orang-orang penting, maka bagaimana mungkin Anda berharap anak Anda menjadi anak yang memiliki jati diri baik? Itu adalah omong kosong. Intinya adalah, Anda sendiri juga harus hidup lurus dan bersih. Dengan demikian, energi negatif yang dibawa dari masa lampau akan makin lemah, sehingga akhirnya lenyap dan tidak sanggup memanifestasikan dirinya sendiri.

 

Apakah dengan semua yang dipaparkan di atas sudah pasti akan menghapuskan dampak buruk yang dibawa roh penagih hutang? Belum tentu juga. Anda tidak mengetahui seberapa besar hutang karma buruk yang dibawa dari masa lampau. Anda juga tidak tahu kapan energi karma buruk itu benar-benar sirna. Kendati demikian, kalau tidak melakukannya, maka peluang terjadinya hal buruk akan jauh lebih besar. Jadi, pilihannya ada di tangan Anda sendiri.

 

Demikian sedikit pembahasan kita mengenai roh penagih hutang yang terlahir sebagai anak seseorang. Sebenarnya, pembicaraan mengenai karma itu sangat rumit dan dalam. Hanya seorang Buddha yang memiliki pengetahuan paling sempurna mengenai hukum karma.

 

Saya sangat senang apabila tulisan ini dapat memberikan manfaat.

Selasa, 13 Juni 2017

RENUNGAN AJARAN DEWA TAN TIK SIOE

RENUNGAN AJARAN DEWA TAN TIK SIOE.
.
Ivan Taniputera.
14 Juni 2017.
.
Pada kesempatan kali ini kita akan sedikit membahas mengenai ajaran Dewa Tan Tik Sioe:
.
“Kita ada mempoenjai saboewa roema bogrek djanganlah aken memandeng roema bagoes.” (Dewa Tan Tik Sioe pada Moestika Adem Hati, 1917).
.
Apabila kita terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia modern kurang lebih adalah:
.
“Jika kita memiliki rumah yang buruk janganlah mengharapkan rumah mewah.”
.
Berdasarkan ajaran di atas, dapat disimpulkan bahwa kita hendaknya tidak merasa putus asa bila tidak mendapatkan apa yang diharapkan. Banyak orang mengharapkan hasil yang tinggi namun sewaktu ambisinya tidak tercapai ia menjadi sangat tertekan. Oleh karenanya, kita perlu bersuka cita apa pun hasil yang dicapai.
.
Meskipun demikian, ajaran di atas tidak menganjurkan agar kita mudah berpuas diri. Apabila kita merasa atau menganggap rumah kita buruk, tidaklah salah mengharapkan rumah yang lebih baik. Namun berharap saja tidak cukup. Kita perlu berupaya mewujudkannya dengan memanfaatkan segenap kemampuan beserta sumber daya yang kita miliki. Yang penting adalah kita berupaya sebaik mungkin, tetapi apa pun hasilnya perlu kita terima dengan suka cita.
.
Kita boleh pula  menafsirkan ajaran di atas sebagai berikut. Bila kita menabur sesuatu yang buruk janganlah mengharapkan yang baik. Dalam dunia karir dan usaha, tidak jarang orang saling menjegal serta merugikan satu sama lain. Namun sesuatu yang diperoleh dengan merugikan hak orang lain, tidak akan membuahkan kebaikan. Sesuatu yang buruk mustahil menghasilkan kebaikan. Jika ada sesuatu yang seolah-olah nampak sebagai kebaikan atau kebahagiaan, maka semua itu hanya sementara saja sifatnya.
.
Demikianlah sedikit renungan kita terhadap ajaran Dewa Tan Tik Sioe.

Jumat, 01 April 2016

RESEP DASHYAT BEBAS HUTANG

RESEP DASHYAT BEBAS HUTANG
Ivan Taniputera. 
2 April 2016







"Aku adalah sama bagi setiap makhluk, dan cinta kasihKu senantiasa tidak berubah; namun barang siapa yang menyembahKu dengan ketulusan sepenuhnya, Aku di dalamnya, dan ia berada di dalamKu.
Bahkan barangsiapa yang melakukan kejahatan, menyembahKu dengan sepenuh jiwa, ia hendaknya dipandang sebagai pribadi yang bajik, karena niat bajiknya itu.Ia dengan segera menjadi murni dan meraih kedamaian selamanya. 
Sadarilah Arjuna, ia yang mencintaiKu tidak akan mengalami kehancurannya." (Bhagavad Gita, 9:29-31).
.
"Tidak ada gunanya kami memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini. Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu." (Daniel 3:16-18, LAI)
,
Banyak orang bertanya pada saya mengenai bagaimana terbebas dari segenap hutang-hutangnya. Banyak orang telah merasa jenuh atas hutang-hutang dialaminya. Mereka ingin cara ampuh dan dashyat membebaskan dirinya dari hutang-hutang tersebut. Mereka menginginkan kehidupan bebas hutang. Oleh karenanya, pada kesempatan kali ini saya akan menulis jawaban bagi pertanyaan tersebut. . Artikel ini akan bersifat universal dan tidak hanya terbatas bagi agama tertentu saja. Bahkan orang tidak beragama sekalipun diharapkan dapat memperoleh manfaat darinya.
.
Pertama-tama, apakah ada resep dashyat bebas hutang? Jawabnya ada! Namun sebelumnya, izinkanlah saya bertanya, sanggupkah Anda mencintai dan mengasihi Buddha, Tuhan, Guru, Dewa, Alam Semesta, atau apa saja yang menjadi tumpuan keyakinan Anda, melebihi kebebasan dari hutang-hutang tersebut? . Jikalau Sosok Suci tersebut tidak membebaskan Anda dari hutang, apakah Anda akan tetap menginginkan dan mencintaiNya?
.
Banyak orang menganut "sistim Hutang-Bayar," artinya ia memuja dan menyembah Sosok-Sosok Suci tersebut dilandasi harapan agar Mereka membalasnya dengan sesuatu. "Aku melakukan ini, maka lakukanlah keingananku sebagai balasan atau pahalanya," demikian yang terlintas dalam pikiran banyak pemuja. Dengan kata lain, Anda membuat Sosok-sosok Suci itu "berhutang" pada Anda dan Anda berharap Mereka "membayarnya."
 .
Mari kita renungkan, jika Anda hidup dalam "sistim Hutang Bayar," maka Anda hidup dalam "dunia Hutang Bayar." Lalu apakah dengan demikian, Anda bisa terbebas dari hutang-hutang Anda? Jika Anda hidup di tengah-tengah air, jika tidak keluar darinya, apakah Anda sanggup terbebas dari air? Kenyataan yang sangat sederhana.
.
Oleh karenanya, jika Anda ingin terbebas dari hutang, maka keluarlah dari "sistim Hutang Bayar." Cintailah Sosok-Sosok Suci itu melebihi kebebasan dari hutang-hutang Anda. Mereka membebaskan dari hutang atau tidak, saya tetap mencintai dan menginginkan Mereka.
.
Dalam berbuat kebaikan. Banyak orang juga terpikir dalam benaknya, jika saya melakukan kebaikan ini, maka saya berharap mendapatkan pahala itu. Ini adalah juga "sistim Hutang Bayar." Tidak dapatkah Anda melakukan kebajikan, hanya semata-mata dengan pandangan bahwa kebaikan itu perlu dilakukan? Tidak dapatkah Anda memberi atau beramal pada orang kelaparan, HANYA semata-mata dengan tujuan agar ia tidak mati kelaparan? Ingatlah bahwa jika Anda hidup dalam dunia Hutang Bayar, maka Anda juga sulit terbebas dari kutukan hutang.
.
Mengubah pola pikir Anda adalah satu-satunya cara ampuh membebaskan diri dari kutukan dan jerat-jerat hutang. 
Salam bebas hutang! Hari ini juga!

Selasa, 29 Desember 2015

APAKAH HIDUP ITU?

APAKAH HIDUP ITU?
.
Ivan Taniputera.
29 Desember 2015
.
Apakah hidup itu
Kau mungkin bertanya begitu
Baiklah akan berceritalah daku
Mengenai hidup apakah itu
Hidup saat kau sudah terjaga dari tidurmu
Turunlah lekas dari peraduanmu
Kalau kau sudah terjaga dari mimpimu
Segeralah bangkit berdiri kebaskan debu
Basuhlah dengan air segar tubuhmu
Jika sudah mandi keringkanlah tubuh dengan handukmu
Jika sudah kering kenakanlah busanamu
jika sudah berbusana isilah perutmu
Jika sudah bersantap cucilah piringmu
Jika sudah mencuci piring awalilah kegiatan pada harimu
Siang hari setelah bekerja nikmati santap siangmu
Setelah bersantap bekerjalah lagi wahai sahabatku
Setelah bekerja di sore hari pulanglah dikau
Kembali ke rumah tuk lepaskan penatmu
Sudah rehat penat bersukacitalah dengan makan malammu
Sudah bersantap malam nikmati waktu bebasmu
Setelah itu kembalilah dikau ke peraduanmu
Begitulah hidup o kawanku
Hanya begitu
Sesederhana itu

Kamis, 08 Oktober 2015

TELAAH KRITIS TERHADAP KISAH GURU BIJAKSANA

TELAAH KRITIS TERHADAP KISAH GURU BIJAKSANA
.
Ivan Taniputera.
8 Oktober 2015
.




Saya akan melakukan telaah kritis pada kisah yang baru saja saya jumpai. Secara ringkas kisahnya adalah sebagai berikut:
.
Ada dua orang murid, sebut saja si Pandai dan si Bodoh sedang berdebat. Si Pandai mengatakan bahwa 6 x 3 adalah 18; sedangkan si Bodoh dengan yakin menyatakan bahwa 6 x 3 adalah 15. Mereka terus menerus berdebat dan bermaksud menyelesaikan perdebatan itu dengan bertanya pada guru yang mereka segani. 
.
Demikianlah si Pandai dan si Bodoh lalu berkunjung ke tempat kediaman guru. Si Pandai menyatakan bahwa jika dirinya salah maka ia bersedia menerima hukuman 5 kali pukulan dengan rotan. Si Bodoh tidak mau kalah dan menyatakan bahwa jika dirinya yang salah, maka ia bersedia dipenggal.
.
Tanpa pikir panjang, guru menjatuhkan hukuman lima kali pukulan dengan rotan pada si Pandai. Si Pandai tentu saja memprotes hal tersebut dan guru menjawab bahwa hukuman itu bukan dikarenakan jawabannya, melainkan akibat perdebatannya dengan orang bodoh yang tidak mengetahui bahwa 6 x 3 = 18. Guru menganggap bahwa perdebatan itu tidak berguna. Dengan melakukan hal itu, ia telah mendidik agar si Pandai menjadi lebih arif dan menyelamatkan nyawa si Bodoh.
.
Menurut saya kisah di atas mengandung banyak kelemahan dan sama sekali tidak dapat disebut sebagai kisah bijaksana. Guru itu sama sekali tidak bijaksana.
.
Karena kisah di atas menggunakan berhitung atau matematika sebagai analogi, dimana matematika adalah ilmu pasti, maka secara aturan konvensional 6 x 3 hanya mempunyai satu jawaban, yakni 18. Enam kali tiga berarti 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3, yang tentu saja jawabannya sekali lagi adalah 18. Jika guru itu paham matematika, maka ia tentu tahu hal tersebut. Secara konvensional 6 x 3 tidak mungkin 15. Tugas seorang guru adalah menyebarkan kebenaran, termasuk kebenaran matematika atau berhitung.
.
Menghukum murid yang memberikan jawaban benar adalah seolah-olah menyalahkan jawaban tersebut. Jadi guru itu seolah-olah mendukung jawaban yang salah. 
.
Jika si Bodoh yang merasa bangga dengan pandangan salahnya tersebut (karena dibenarkan oleh guru), lalu menyebarkan pandangannya tersebut, tentunya akan sangat berbahaya. Ia bisa saja membujuk orang lain meyakini pandangan salah itu dengan menyatakan bahwa guru bijaksana yang dihormati banyak orang saja sudah mendukungnya. Dalam sejarah banyak pandangan salah yang mengakibatkan penderitaan bagi banyak orang meraja lela, karena tidak ada orang bertindak memotong pandangan salah tersebut dari awalnya. Untungnya dalam kisah di atas yang dibicarakan adalah 6 x 3, bagaimana bila perdebatannya mengenai “membasmi orang yang beda keyakinan dengan kita adalah benar atau salah”? Bagaimana jika si Bodoh menyatakan bahwa “membasmi orang yang beda keyakinan dengan kita adalah benar” sedangkan si Pandai menyatakan hal sebaliknya”? Akankah guru masih menjatuhkan 5 kali pukulan pada si Pandai? Menurut pandangan saya, kebenaran harus tetap didukung, entah menyenangkan atau tidak menyenangkan. 
.
Bagaimana jika si Bodoh harus kehilangan kepala karena pandangan salahnya itu? Biarkan saja orang bodoh binasa karena kebodohannya sendiri. Itu adalah pilihannya sendiri. Namun guru dapat mengampuni si Bodoh dan menasihatinya agar jangan mengambil tindakan berisiko yang bodoh lagi. Dengan demikian, guru tetap mendukung kebenaran dan juga menyelamatkan nyawa si Bodoh. Dengan menyelamatkan nyawanya, si Bodoh mungkin pada lain kesempatan bisa lebih bijaksana, dan kelak namanya mungkin akan berganti menjadi si Pandai II. Ia bukan lagi si Bodoh yang dulu.
.
Namun dengan melakukan tindakan seperti itu, guru yang katanya bijaksana itu justru tidak menyelamatkan si Bodoh. Si Bodoh akan tetap hidup dalam kebodohannya. Guru itu telah bersikap apatis dan menurut saya tidak bisa dikatakan bijaksana. 
.
Sebagai tambahan, kelemahan kisah ini adalah bagaimana jika si Pandai dan si Bodoh sama-sama menghendaki hukuman dipenggal jika bersalah? Masihkah guru akan menghukum si Pandai?
.
Selanjutnya, tindakan si Pandai yang mau mempertahankan kebenaran di hadapan si Bodoh bukan dianggap sebagai tindakan yang tidak berguna. Ia mau melakukan sesuatu untuk mengoreksi pandangan salah. Kejahatan dapat merajalela karena orang baik menolak melakukan sesuatu. Kejahatan bersimaharaja karena orang baik bersikap apatis. Oscar Schindler pada masa PD II berani berkata tidak pada kekejaman dan menyelamatkan ribuan nyawa. Paul Rusesabagina berani berkata tidak pada kekejaman dan menyelamatkan nyawa kaum Hutu yang terancam pembantaian keji. 
.
Jadi upaya si Pandai itu menurut saya sudah benar dan tidak dapat dikatakan sebagai perdebatan tidak bermanfaat. Ia sudah berupaya mengoreksi ketidak-benaran dan tidak bersikap apatis. Bisa saja ia bersikap masa bodoh dan membiarkan si Bodoh dengan pandangan salahnya. Namun itu tidak dilakukannya. Lalu atas dasar apa, guru layak memberikan hukuman 5 pukulan? Jika semua orang menganut pemikiran guru tersebut, maka tidak ada orang yang akan berani mengungkapkan kebenaran. Mereka semua khawatir mendapatkan “lima pukulan dengan rotan.” Semua orang akan menjadi apatis.
.
Sebenarnya ada alternatif yang lebih bijaksana. Bisa saja ditanyakan pada si Bodoh, apakah menurutnya definisi operasi hitung “x” itu. Jikalau menurutnya, “x” adalah “kurangkan satu dan kemudian kalikan,” maka adalah benar bahwa 6 x 3 = 15. Dengan demikian, menurut si Bodoh, 6 x 3 pengertiannya adalah (6-1) lalu kalikan 3, maka hasilnya adalah 15. Meskipun ini “benar,” namun tidak sesuai dengan kelaziman. Mungkin si Bodoh punya konsep sendiri mengenai operasi hitung serta lambang-lambangnya. Jika definisinya sudah saling dipahami maka berbagai permasalahan akan jelas. Kendati demikian, si Bodoh juga seyogianya belajar operasi hitung yang lazim, yakni operasi hitung yang dianut oleh banyak orang berdasarkan perjanjian (konvensi). Kalau dia enggan menerima kelaziman, maka tentu sulit baginya hidup di tengah masyarakat (yang menganut kelaziman tersebut). Tetapi tentu saja itu adalah pilihan hidupnya sendiri.
.
Demikian kritikan saya terhadap kisah di atas, yang menurut saya tidak berisikan kebijaksanaan apa pun. Pandangan yang diwakili kisah di atas justru menjerumuskan seseorang pada apatisme. Tidak heran jika diktaktor-diktaktor bengis seperti Hitler, Stalin, Polpot bisa naik ke panggung negara, karena orang-orang baik secara tidak langsung mendukung mereka melalui berdiam diri.
.
Saya kira jika guru pada kisah di atas membaca artikel ini, bila ia benar-benar bijaksana maka tiada ia akan tersinggung sedikit pun. Oleh karenanya, jangan ada yang tersinggung membaca artikel ini. Guru bijaksana saja tidak tersinggung, lalu mengapa Anda yang tersinggung?

Rabu, 24 Juni 2015

KITAB SINAR BINTANG HALIMOEN KARYA TAN TIK SIOE SIAN (RAMA MOORTIE)

KITAB SINAR BINTANG HALIMOEN KARYA TAN TIK SIOE SIAN (RAMA MOORTIE)

Ivan Taniputera
24 Juni 2015



Judul: Kitab Sinar Bintang 1: Halimoen
Penulis: Tan Tik Sioe Sian 
Jumlah halaman: 53, tetapi halaman 13-18 hilang
Bahasa: Indonesia (Melayu) dan Jawa dengan aksara Jawa (halaman 19-53)

Buku ini berisikan nasihat-nasihat dan petuah kehidupan. Antara lain pada "Sahir Tjahja Soemirat Kajangan: Sinar Bintang Halimoen" dituturkan sebagai berikut:

"Lidah! bergoijang-itoe idjadjil!
Tinggi dan bawah!-pintoe norakah!
Mata jang lantjang-pandei matjitjil
Itoe pantesnja!-maoe tjilakak."

Bait di atas nampaknya mengajarkan kita agar senantiasa menjaga perkataan dan penglihatan. Kita jangan mengatakan yang buruk mengenai orang lain dan juga hendaknya tidak pula menyaksikan hal-hal buruk.

Pada halaman 6 dapat kita baca:

"Ada tjeritah!-dalem dongengan
Djangan sembarang-kamoe pertjaija
Djika ta'njatah!-poenja bilangan
Kranah! sekarang moesim boewajia."

Bait di atas mengajarkan kita agar jangan mudah percaya, karena di dunia ini dipenuhi oleh kepalsuan yang dalam bait di atas dilambangkan dengan buaya.

Sementara itu pada halaman 19 terdapat karangan beraksara Jawa yang berjudul "Sigra Milir."

Berikut ini adalah kutipannya:

"....linaras sabda tama, ginayuh ing paku. Sung pitutur budhi tama......" (halaman 19)

Ini adalah contoh-contoh halamannya:








Berminat kopi silakan hubungi ivan_taniputera@yahoo.com.

Rabu, 18 Februari 2015

FILSAFAT MAKANAN: PARE REBUS

FILSAFAT MAKANAN: PARE REBUS

Ivan Taniputera
18 Februari 2015
.


Pada kesempatan kali ini marilah kita merenungkan mengenai pare. Tentu banyak orang yang tidak asing lagi dengan pare (momordica charantina) yang rasanya pahit ini. Meski banyak orang mengenalnya, mungkin yang menyukainya tidak banyak. Kendati demikian, pare konon memiliki beberapa khasiat, antara lain adalah:

1) Dapat mengendalikan gula darah, sehingga mengurangi risiko terkena diabetes.
2) Membantu meningkatkan kekebalan tubuh.
3) Baik bagi ginjal. 
4) Bersifat antioksidan, sehingga dapat menghambat pertumbuhan sel kanker di dalam tubuh.

Lalu apakah makna filosofis pare? Dalam hidup ini kita tidak hanya memerlukan yang manis-manis saja. Kita tidak hanya memerlukan pujian-pujian indah yang enak didengar, melainkan juga saran-saran atau kritikan membangun yang pahit rasanya. Semua itu, perlu dalam keseimbangan. Seorang pemimpin tentu saja sangat memerlukan kritikan-kritikan yang pahit namun membangun. Banyak orang hanya sanggup mengkritik, tetapi tidak bisa memberikan saran yang baik. Tentu saja kritikan semacam itu bukan kritikan yang sehat atau membangun. Orang-orang yang melontarkannya dapat dikatakan sebagai "asbun" atau "asal bunyi." Pare menyehatkan bukan karena rasanya yang pahit, namun memang dalam dirinya sudah terkandung zat-zat yang menyehatkan tubuh. Pare rasanya pahit tapi sehat, bukan pahit tapi beracun. Kita perlu yang pahit tetapi sehat. 

Kalau terlalu banyak makan yang manis-manis, maka kita justru berisiko terserang penyakit. Namun bukan berarti makanan manis tidak diperlukan. Kita membutuhkan kalori dan energi darinya. Jadi kembali lagi, semua itu harus seimbang. Kita juga memerlukan pujian atau kata-kata indah agar hidup kita juga menjadi indah dan tetap bersemangat. Orang yang hanya mengonsumsi makanan pahit juga tidaklah sehat.

Dalam mengkritik seseorang juga harus tulus dan jangan dilandasi rasa benci. Banyak orang bersifat munafik, di mulut mengatakan tulus, namun hatinya mengumbar kebencian. Tentu saja ini juga merupakan kritikan beracun. Pare melimpahkan zat-zat yang menyehatkan pada kita dengan tulus. Pare tidak membenci kita. Bahkan mungkin kitalah yang justru membenci pare karena rasanya. Padahal ia bermanfaat bagi kita.

Hidup terkadang ada manis dan juga ada pahitnya. Barulah dengan demikian menjadi indah.

Semoga bermanfaat.

Artikel-artikel menarik lainnya mengenai ramalan, astrologi, Fengshui, Bazi, Ziweidoushu, metafisika, dan motivasi hidup, silakan kunjungi:



Senin, 29 September 2014

CATATAN FILOSOFI KULINERKU: MERASAKAN SEDIKIT CITA RASA MAKANAN JEPANG SEBAGAIMANA SANTAPAN JASMANI DAN ROHANI

CATATAN FILOSOFI KULINERKU: MERASAKAN SEDIKIT CITA RASA MAKANAN JEPANG SEBAGAIMANA SANTAPAN JASMANI DAN ROHANI

Ivan Taniputera
29 September 2014

Pada tanggal 14 September 2014, saya berkesempatan santap siang pada sebuah rumah makan Jepang. Sebagaimana biasanya, bagi saya acara bersantap, merupakan pula wahana merenung atau memeditasikan berbagai falsafah atau ilmu tentang kehidupan. Bagi saya menyantap makanan bukanlah kegiatan bagi fisik semata, melainkan juga harus sanggup mengenyangkan batin kita pula. Selain perut kita yang merasa kenyang, maka wawasan perbendaharaan pengetahuan kita pun juga hendaknya turut dikenyangkan. Manusia tidak hanya hidup dari makanan jasmaniah saja, karena hakikat kehidupan kita yang bersifat batin serta jasmani.

Saat memasuki rumah makan Jepang, kita akan selalu menyaksikan pernak-pernik budaya Jepang. Sebagai contoh adalah kimono seperti di bawah ini dan juga benda yang bentuknya seperti lampion.



Saat menyaksikannya timbul renungan dalam diri saya sebagai berikut. Jepang adalah negara yang luar biasa. Meskipun sudah mencapai kemajuan yang pesat di segala bidang, namun tidak pernah sekali pun bangsa Jepang meninggalkan budayanya. Kita dapat menyaksikan berbagai festival budaya diselenggarakan di negara tersebut, dan bangsa Jepang tetap sangat antusius mengikutinya. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan ekonomi tidak menjadikan bangsa Jepang terlena dan merendahkan akar budayanya sendiri. Justru hal ini menjadikan bangsa Jepang semakin kuat. Sebuah bangsa ibaratnya adalah sebatang pohon. Apabila akarnya kuat, maka bangsa tersebut akan sanggup bertahan dari segala terpaan angin. Kendati demikian, penghargaan terhadap budaya bangsa sendiri itu hendaknya tidak menjadi chauvinisme. 

Saya yakin bahwa bangsa Jepang sudah belajar dari kekalahannya pada Perang Dunia II. Mereka tentunya sudah menyadari bahwa kecintaan terhadap bangsa sendiri hendaknya tidak berubah menjadi chauvinisme. Kita tetap melestarikan budaya sendiri, tetapi jangan bangga berlebihan. Kita tetap harus pula menghargai budaya dari setiap bangsa di muka bumi ini. Setiap budaya yang ada adalah ibaratnya bunga-bunga pada sebuah taman. Masing-masing menambah semarak dunia ini. Apalagi jika disertai oleh semangat saling menghormati dan menghargai satu sama lain.

Tiba-tiba saya tersadar dari renungan saya, karena apa yang saya pesan telah keluar.


Saya mengucapkan doa sebelum makan. Saya berdoa agar segala sesuatu yang terlibat dalam persiapan makanan tersebut kelak dapat terlahir di Alam Bahagia. Saya merenungkan kemurahan alam ini pada kita. Saya bersyukur masih dapat menyantap makanan pada hari ini.

Setelah itu saat bersantap saya merenungkan apa makna di balik nasi bento tersebut. Pelajaran kehidupan apakah yang bisa kita ambil darinya? Pertama-tama mari kita saksikan bahwa segala sesuatu yang menyusun nasi bento itu tertata secara rapi pada sebuah nampan kotak. Terdapat kesan bahwa "semuanya telah pada tempatnya." Dalam kehidupan ini, kita hendaknya memiliki kehidupan yang tertata rapi dan bermanfaat. Saya pernah ke Jepang, dan memang segala sesuatunya tertata dengan rapi. Ini adalah sesuatu yang luar biasa. Apabila segalanya tertata, maka kehidupan menjadi lebih mudah dan baik. 
Kemudian nampak segala sesuatu di atas nampan kotak itu mempunyai fungsinya masing-masing. Begitu pula di muka bumi ini, kita semua mempunyai fungsinya masing-masing. Tidak ada manusia yang tidak bermanfaat. Oleh karenanya, tidak perlu kita menjadi rendah diri. Apa pun kemampuan kita, pasti akan bermanfaat bagi masyarakat. Tergantung apakah kita bersedia atau tidak mengamalkan kemampuan kita. Jadi, jangan merasa bahwa kemampuan kita terlalu sedikit. Semua akan bemanfaat pada saat dan tempat yang tepat.  Yang penting adalah kita semantiasa bertekad menaburkan manfaat kebaikan pada sesama manusia.

Saya juga memesan sup ramen


Filosofi kehidupan yang saya dapatkan adalah segala sesuatu yang berbeda-beda jika dipadukan akan menghasilkan cita rasa yang luar biasa. Mie ramen dan daging mungkin berasal dari tempat yang berbeda. Begitu pula kita berasal dari berbagai suku, ras, agama, dan bangsa yang berbeda, namun tetap dapat bekerja sama. Kita yang berbeda-beda ini dapat menciptakan dunia yang lebih baik dan indah.

Selanjutnya keluar pesanan saya berupa sushi.


Perut saya mulai kenyang, dimana hal ini nampaknya memengaruhi kemampuan saya dalam merenung. Putaran otak saya nampaknya semakin melambat, seiring dengan makin kenyangnya perut saya. Makna kehidupan apakah yang dapat saya tarik dari sushi. Saya melihat ke kiri, kanan, atas, dan bawah guna mencari inspirasi. Tiba-tiba saya tersadar saat mengunyah sushi, bahwa ia terdiri dari berbagai lapisan. Di sini saya berpikir bahwa kita dalam kehidupan ini harus saling melapisi. Artinya adalah saling melindungi. Yang kuat melapisi yang lemah. Jangan sampai yang kuat menindas yang lemah, sebagaimana yang dilakukan kaum penjajah dahulu. Kita hendaknya saling melindungi sesuai dengan kemampuan kita masing-masing. Demikianlah saya kira makna kehidupan yang dapat saya peroleh dari menyantap sushi. Alam ini adalah sekolah kehidupan yang sangat berharga. Setiap nafas dan langkah kita adalah proses belajar.

Saya tidak pernah merasa diri saya pandai. Saya akan terus belajar. 

Proses belajar saya hari itu, nampaknya masih harus berlanjut dengan keluarnya mata pelajaran berikutnya, yakni pangsit.


Perut semakin kenyang dan putaran otak semakin berat. Saya masih harus merenung apakah makna di balik pangsit? Saya menghela nafas sejenak karena kekenyangan. Terlintas dalam benak saya bahwa pangsit terbungkus oleh kulit. Pangsit membungkus segenap kelezatan daging yang ada di dalamnya. Ini mengajarkan pada kita bahwa kita hendaknya senantiasa mewadahi prinsip kebaikan bagi sesama. Nampaknya hanya itu saja yang dapat saya pikirkan.

Pelajaran saya hari ini pun berakhir. Perut saya menjadi kenyang dan wawasan pengetahuan saya pun juga menjadi lebih kaya melalui proses perenungan beserta pembelajaran ini.

Marilah kita terus belajar. Saya masih merasa sebagai siswa Taman Kanak-Kanak yang masih perlu belajar. Saya masih banyak berbuat kesalahan di muka bumi ini.

Artikel menarik mengenai filsafat kehidupan, ramalan, Astrologi, Fengshui, Bazi, Ziweidoushu, metafisika, dan lain-lain, silakan kunjungi: