Rabu, 08 Februari 2012

Filosofi Legalisme (Fajia)

Filosofi Legalisme (Fajia)

Ivan Taniputera
4 Februari 2012

Saya berniat meneruskan kembali diskusi mengenai filosofi legalisme. Beberapa
ini akan saya uraikan beberapa aspek legalisme. Sebelumnya marilah kita kutipkan
terlebih dahulu, apa yang disampaikan oleh Shang Yang:

"Apabila prinsip pengatur bagi masyarakat menjadi tidak sesuai lagi dengan
kondisi, standar nilai harus diubah. Karena kondisi di muka bumi ini mengalami
perubahan, diterapkanlah berbagai prinsip."

Aliran legalisme ini disebut juga "aliran hukum" (fa jia), karena merupakan
filosofi yang menekankan hukum. Secara umum terdapat tiga sumber bagi legalisme:

1. Kitab Shang Yang (wafat 338 SM).
2.Kitab Han Feizi, yang diyakini ditulis oleh Han Feizi (wafat 233 SM).
3.Guanzi, yang barangkali ditulis oleh beberapa orang.

Menurut kaum legalis, bangkitnya filosofi ini dilandasi oleh dua hal:

1.Kekurangan atau kelangkaan. Di zaman dahulu sumber daya melimpah, karena
jumlah penduduk yang sedikit. Namun karena semakin banyak jumlah penduduk,
akhirnya menjadi langka dan timbul persaingan dalam memperolehnya. Persaingan
inilah yang mengakibatkan kekacauan.

2.Peran kaisar di zaman dahulu. Dahulu kedudukan kaisar tidaklah berbeda dengan
rakyat jelata. Mereka juga bekerja seperti budak dan mengenakan pakaian kasar.
Namun karena kedudukan kaisar semakin enak dan berkuasa, maka orang lalu
memperebutkan kedudukan tersebut. Akibatnya terbitlah kekacauan.

Guna mengatasi kedua permasalahan ini, kaum legalis menyarankan adanya suatu
pemerintahan pusat yang kuat. Dimana kekuasaan mereka semakin kuat baik terhadap
rakyatnya sendiri, maupun negara tetangganya. Sebagai implementasinya, mereka
menerapkan tiga hal; yakni:

1.fa (hukum)
2.shi (otorita atau kekuasaan)
3.shu (seni atau metoda pemerintahan).

Kaum legalis menekankan bahwa hukum lebih tinggi kedudukannya ketimbang
kebajikan atau de, moralitas atau ritual pengendali rakyat. Menurut mereka "ren"
tidaklah memadai dalam mengatur rakyat.

Tambahan dari Bp. Ardian Cangianto:

masalahnya sistem demokrasinay mengambanglah gak jelas apa yg dimaksud suara
rakyat or kekuasaan berasal dari rakyat atau rakyat sebagai dasar. jadi selama
ribuan taon itu tidak pernah mengecap konsep demokrasi walah didalam legenda2
itu ada istilah shanrang atau memberikan kedudukan kepada yang layak, sehingga
ada yg beranggapan shanrang itu adalah semacam pemilihan ketua berdasarkan
kesepakatan dari para tetua suku dan ini sudah ada sebelon berdirinya dinasti
xia. catatan shan rang itulah yg sempet dikumandangkan oleh kong zi dan bbrp
filsuf tapi sistemnya tidak pernah dibakukan atau diuraikan secara terperinci.

sumber: "The Asians: Their Heritage and Their Destiny" karya Thomas Welty, Lippincott, 1963.