Kamis, 09 Februari 2012

Karya-karya Militer Klasik Tiongkok Kuno

Karya-karya Militer Klasik Tiongkok Kuno
Ivan Taniputera
10 Februari 2012




Judul buku: The Seven Military Classics of Ancient China: Including The Art of War
Penerjemah: Ralph D. Sawyer dengan Mei Chun Sawyer
Penerbit: Westview Press, 1993
Jumlah halaman: 568

Buku ini merupakan terjemahan bagi tujuh naskah kemiliteran klasik Tiongkok kuno. Menariknya, sebagian besar dari kita hanya mengenal Sunzi saja, padahal masih ada beberapa karya kemiliteran klasik lainnya. Naskah kemiliteran klasik yang diterjemahkan dalam buku ini adalah:

1.T'ai Kung's Six Secret Teachings (Enam Ajaran Rahasia Ta'i Kung).
2.The Methods of the Ssu-ma (Metoda-metoda Ssu-ma).
3.Sun-tzu's Art of War (Seni Perang Sun-tzu).
4.Wu-tzu
5.Wei Liao-tzu
6.Three Strategies of Huang Shih-kung (Tiga Strategi Huang Shin-kung).
7.Questions and Replies Between T'ang T'ai-tsung and Li Wei Kung (Tanya Jawab Antara T'ag T'ai-tsung dan Li Wei Kung).

T'ai Kung adalah seorang tokoh yang hidup pada masa awal Dinasti Chou. Beliau memberikan saran-sarannya pada Kaisar Wen dan Wu dri Dinasti Chou pada abad ke-11 SM. Kendati banyak cendekiawan menyakini bahwa naskah ini berasal dari Masa Perang Antar Negeri, namun isinya mencerminkan tradisi studi kemiliteran Negeri Ch'i (Pinyin: Qi). Isinya mencakup masalah politik dan strategi militer. Enam hal yang dicakup dalam buku ini adalah:

1.Memberikan manfaat bagi rakyat, dimana ini mirip dengan yang disarankan oleh Mencius (Mengzi).
2.Menciptakan birokrasi yang kuat serta menerapkan pengendalian.
3.Seorang penguasa hendaknya memberikan teladan dan simpatinya pada rakyat.
4.Menciptakan segenap metoda guna meraih kemenangan (total warfare).
5.Memberikan straregi-strategi militer.
6.Perihal jenderal perang.

Kini marilah kita sedikit mengutip karya T'ai Kung ini:

"Ucapan dan jawaban adalah perlukisan bagi emosi batiniah. Membicarakan mengenai hakikat sejati adalah puncak segenap urusan. Kini jika aku membicarakan mengenai hakikat sejati, tanpa menghindari topik apapun, akankah engkau menganggapnya sesuatu yang menerikan?"
Kaisar Wen menjawab, “Hanya seseorang dengan kemanusiaan sejati dapat menerima saran dan kritikan. Aku tidaklah merasa ngeri terhadap hakikat sejati. Jadi apakah maksudmu?” (halaman 41)
Berikutnya T’ai Kung memberikan beberapa saran mengenai bagaimana memenangkan dunia ini dengan sebelumnya memberikan perumpamaan terkait memancing ikan.
Naskah Ssu-ma (Ssu-ma Fa) diyakini berasal dari abad keempat SM, yang kemungkinan disusun berdasarkan sumber-sumber lebih tua. Salah satu kutipannya adalah sebagai berikut:

“When men have minds set on victory, all they see is the enemy. When men have minds filled with fear, all they see is their fear. When these two minds intersects and determine [action], [it is essential] the advantages [as perceived by each] are as one. It is the [commander’s] duty to create this unification. Only from [the perspective of] authority [chuan] can it be seen.” (halaman 139)

“Jika orang mengarahkan pikirannya pada kemenangan, yang mereka lihat hanyalah musuh. Jika pikiran seseorang dipenuhi oleh ketakutan, yang mereka lihat adalah rasa takut. Apabila kedua pemikiran ini saling bertalian satu sama lain dan menentukan [tindakan], [intinya] manfaat-manfaat [sebagaimana dipandang oleh masing-masing] adalah tunggal adanya. Adalah tugas [komandan] menciptakan penyatuan antara keduanya. Hanya dari sudut pandang penguasa, chuan dapat disaksikan.”

Barangkali yang dimaksud adalah tugas seorang komandan menyatukan dambaan memperoleh kemenangan serta rasa takut yang dialami anak buahnya dalam berperang.

Wu Ch’I dilahirkan pada sekitar tahun 440 SM. Ia mengajarkan bahwa negara dapat bertahan jika didukung oleh kekuatan militer serta pemerintahan berwibawa. Tokoh ini dibunuh pada tahun 361 SM di Ch’I, karena upayanya yang keras dalam memperkuat militer serta negara.

Wu-tzu atau Wu Ch’i mengajarkan sebagai berikut:

“In general to govern the state and order the army, you must instruct them with the forms of propriety [li], stimulate them with righteousness, and cause them to have a sense of shame. For when men have a sense of shame, in the greatest degree it will be sufficient to wage war, while in the least degree it will suffice to preserve the state.” (halaman 208)
“Secara umum guna memimpin negara dan mengatur pasukan, Anda harus memerintah mereka berdasarkan prinsip kelayakan (li), membangkitkan semangat mereka dengan kebajikan, dan menimbulkan rasa malu dalam diri mereka. Karena jika orang memiliki rasa malu, dalam tataran terbesarnya, hal itu sudah memadai jika ingin memaklumkan perang, sementara itu dalam tataran terendahnya, sudah cukup untuk mempertahankan kelanggengan negara.”

Wei Liao-tzu dikarang antara abad empat dan tiga SM. Dalam salah satu ajarannya, Wei Liao-tzu menekankan pentingnya pemberian anugerah dan penjatuhan hukuman. Sehubungan dengan mengatur negara, ia menyebutkan arti penting rakyat beserta kegiatan pertanian. Wei Liao-tzu menganjurkan penerapan hukum yang tegas bagi pasukan:

“When the General of the Army has entered the encampment, he closes the gate and has the streets cleared. Anyone that dares to travel through them will be executed. Anyone that dares to talk in a loud voice will be executed. Those that to not follow orders will be executed.”(halaman 268)

“Apabila Jenderal Pemimpin Pasukan telah memasuki perkubuan, ia menutup pintu gerbang dan jalan-jalan dibersihkan dari orang-orang. Barangsiapa yang berani mengadakan perjalanan di jalan-jalan tersebut akan dihukum mati. Barangsiapa yang berani berbicara keras-keras akan dijatuhi hukuman. Barangsiapa yang melanggar aturan akan dijatuhi hukuman mati.”

Berdasarkan kutipan di atas, bahkan berbicara keras pun dapat dijatuhi hukuman mati.

Tiga Strategi Huang Shih-kung mencakup tiga hal; yakni:

1.Strategi Unggul
2.Strategi Menengah
3.Strategi Tingkat Bawah.

Di dalamnya tercakup mengenai bagaimana memotivasi rakyat jelata, pejabat pemerintahan, menteri, jenderal, dan tentara.

Li Wei Kung atau Li Ching merupakan penasihat militer handal Kaisar Tang T’ai-tsung dari Dinasti Tang. Pada pembukaan buku ini dipaparkan mengenai Kaisar Ta’i-tsung yang bertanya pada Li Wei Kung mengenai Kaoli (Koguryo) yang beberapa kali menyerang Hsin-lo (Silla). Kaisar sendiri telah mengirim utusan guna memerintahkan mereka mengundurkan dirinya. Namun Kaoli tidak mematuhi ketetapan kaisar tersebut. Oleh karenanya, T’ai-tsung hendak mengirimkan pasukan menghukum mereka. Li Ching menjawab bahwa berdasarkan informasi yang mereka miliki, jenderal Kaoli bernama Kai Su Wen (Hokkian: Khai So Bun) bertumpu hanya pada pengetahuan militernya sendiri. Disarankannya bahwa Dinasti Tang memerlukan tentara sejumlah 30.000 orang guna menangkap jenderal Kaoli tersebut.