FILSAFAT WANG CH'UNG (I)
Diterjemahkan oleh Ivan Taniputera
23 Mei 2013
Wang
Ch'ung (27-97) merupakan ahli filsafat Tiongkok berpikiran kritis dan
tajam. Ia dikatakan sebagai "sayap rasionalis dalam aliran
Konfusianisme" (1). Filsuf Tiongkok berpandangan unik, ini banyak
berjuang melawan apa yang dianggapnya tahayul atau kekeliruan pada
zamannya. Berikut ini, saya akan menerjemahkan karyanya.
"Para
sarjana di zaman sekarang dengan penuh semangat meyakini bahwa apa yang
guru-guru mereka ajarkan [sungguh-sungguh] berasal dari zaman dahulu,
dan mereka menganggap bahwa kata-kata orang bijaksana beserta suciwan
sebagai intisari mendasar bagi kebenaran. Dalam membabarkan dan
mempelajari ajaran-ajaran ini, mereka tidak menyadari bahwa terdapat
hal-hal sulit yang membutuhkan penjelasan.
Para orang
bijaksana dan suciwan, sewaktu mengambil kuas mereka guna menuliskan
ajarannya, mencurahkan perhatian pada gagasan-gagasan yang mereka telaah
dengan sangat terperinci; kendati demikian, kita tidaklah boleh
mengatakan bahwa mereka senantiasa berpegang pada kebenaran. Apalagi
mengatakannya pada penggalan-penggalan ajaran mereka! Orang di masa
sekarang tidak memiliki semangat kritis, dan jikalau ada pertanyaan yang
mengandung kebenaran namun maknanya mendalam dan sulit dipahami, mereka
tidak tahu bagaimana mencari tahu mengenainya. Saya berpandangan bahwa
ajaran-ajaran orang bijaksana dan suciwan pada banyak kasus saling tidak
bersesuaian serta bertentangan satu sama lain: suatu kenyataan yang
tidak disadari oleh para sarjana Konfusianis dewasa ini.
Saat
berdiskusi orang senantiasa menyatakan bahwa Tujuh Puluh Siswa
Konfusius lebih berbakat ketimbang penganut Konfusianisme di masa
sekarang. Pandangan semacam ini adalah keliru. Mereka memandang
Konfusius sebagai seorang suciwan yang mewariskan Tao dan dengan
demikian penting sekali mewariskannya pada orang berbakat, sehingga
orang yang mewarisinya dianggap sebagai pribadi istimewa. Bakat atau
kemampuan orang-orang masa lampau tidaklah berbeda dengan orang-orang
zaman sekarang. Apa yang disebut orang jenius di saat sekarang, akan
dianggap sebagai suciwan besar di masa lampau; sehingga akhirnya di
masa-masa selanjutnya jarang sekali ada yang seperti Tujuh Puluh Siswa.
Misalkan
ada guru seperti Konfusius di masa sekarang, maka para siswa di masa
sekarang akan menjadi seperti Yen Hui dan Min Tzu Ch'ien. Jika
seandainya tidak ada Konfusius, maka Tujuh Puluh Siswa akan menjadi
seperti para sarjana di masa sekarang. Bagaimana saya membuktikan hal
ini? Berdasarkan kenyataan bahwa dengan belajar pada Konfusius mereka
tidak akan dapat mengajukan pertanyaan di rumahnya. Selanjutnya, jika
mereka tidak sepenuhnya memahami apa yang dikatakan Sang Suciwan,
apabila dalam membabarkan prinsip-prinsip Beliau, mereka tidak dapat
merumuskannya dengan jelas; dan jika mereka tidak sungguh-sungguh
memahami maknanya, sudah menjadi tugas mereka agar mempertanyakannya
sejelas-jelasnya.
Kao Yao saat memaparkan
prinsip-prinsip pemerintahan di hadapan Raja Mulia Shun memaparkan
sesuatu secara dangkal dan tidak begitu jelas. Sewaktu Yu mengkritiknya,
kata-kata Kao Yao menjadi mendalam dan topiknya menjadi jelas; karena
semangat kritis demi memperoleh kejelasan makna akan mengungkapkan
kedalaman makna yang ada...... Terdapat sedikit siswa seperti Tzu Yiu
yang mengajukan pertanyaan-pertanyaan sulit pada Konfusius. Akibatnya
ajaran-ajaran Konfusius menjadi tidak jelas, alasannya dikarenakan Tujuh
Puluh Siswa tidak mengajukan pertanyaan sulit pada Konfusius. Oleh
karenanya, para sarjana di zaman sekarang tidak mengetahui apakah yang
diajarkan Konfusius itu benar atau tidak.
Standar
kesarjanaan tidaklah dibentuk oleh kurangnya kemampuan dan kesulitan
dalam menyanggah gurunya. Hal itu memerlukan penyelaman terhadap hakikat
inti istilah-istilah yang diungkapkan oleh guru dan memahami
prinsip-prinsipnya, mendapatkan bukti, serta menentukan apakah semua hal
tersebut benar atau salah. Lebih jauh lagi, metoda pertanyaan kritis
tidaklah terbatas pada masa hidup seorang suciwan saja. Barangsiapa yang
dewasa ini mengungkapkan ajaran seorang suciwan tidaklah perlu meminta
sang suciwan mengajar serta memberitahu mereka sebelum mereka berani
berkata. Jikalau terdapat pertanyaan-pertanyaan seputar hal-hal
membingungkan dan demikian merupakan pertanyaan-pertanyaan sulit bagi
Konfusius, apakah ruginya bagi prinsip-prinsip yang benar? Kata-kata itu
ada guna mewariskan ajaran-ajaran mulia. Jika demikian, apakah salahnya
mengajukan pertanyaan kritis terhadap ajaran Konfusius? Makna
"menanyakan apa yang Konfusius sendiri katakan" memerlukan pengujian
terhadap bagian-bagian yang membingungkan; dan dari generasi ke generasi
orang-orang lainnya yang berbakat istimewa serta berpengetahuan luas,
orang-orang yang terlahir dengan kemampuan menjawab pertanyaan serta
memecahkan masalah, mereka semua pastilah menyetujui kata-kata yang
berasal dari generasi kita sehubungan dengan benar atau salahnya
[ajaran Konfusius].
Chuan ix,c.1.
(1) Chinese Philosophy in Classical Times, halaman 317.
Sumber: Hughes, E.R. Chinese Philosophy in Classical Times, London J.M. Dent & Sons Ltd, 1954; halaman 317-319.