Kamis, 23 Mei 2013

FILSAFAT WANG CH'UNG (I)

FILSAFAT WANG CH'UNG (I)

Diterjemahkan oleh Ivan Taniputera
23 Mei 2013

Wang Ch'ung (27-97) merupakan ahli filsafat Tiongkok berpikiran kritis dan tajam. Ia dikatakan sebagai "sayap rasionalis dalam aliran Konfusianisme" (1). Filsuf Tiongkok berpandangan unik, ini banyak berjuang melawan apa yang dianggapnya tahayul atau kekeliruan pada zamannya. Berikut ini, saya akan menerjemahkan karyanya.

"Para sarjana di zaman sekarang dengan penuh semangat meyakini bahwa apa yang guru-guru mereka ajarkan [sungguh-sungguh] berasal dari zaman dahulu, dan mereka menganggap bahwa kata-kata orang bijaksana beserta suciwan sebagai intisari mendasar bagi kebenaran. Dalam membabarkan dan mempelajari ajaran-ajaran ini, mereka tidak menyadari bahwa terdapat hal-hal sulit yang membutuhkan penjelasan.

Para orang bijaksana dan suciwan, sewaktu mengambil kuas mereka guna menuliskan ajarannya, mencurahkan perhatian pada gagasan-gagasan yang mereka telaah dengan sangat terperinci; kendati demikian, kita tidaklah boleh mengatakan bahwa mereka senantiasa berpegang pada kebenaran. Apalagi mengatakannya pada penggalan-penggalan ajaran mereka! Orang di masa sekarang tidak memiliki semangat kritis, dan jikalau ada pertanyaan yang mengandung kebenaran namun maknanya mendalam dan sulit dipahami, mereka tidak tahu bagaimana mencari tahu mengenainya. Saya berpandangan bahwa ajaran-ajaran orang bijaksana dan suciwan pada banyak kasus saling tidak bersesuaian serta bertentangan satu sama lain: suatu kenyataan yang tidak disadari oleh para sarjana Konfusianis dewasa ini.

Saat berdiskusi orang senantiasa menyatakan bahwa Tujuh Puluh Siswa Konfusius lebih berbakat ketimbang penganut Konfusianisme di masa sekarang. Pandangan semacam ini adalah keliru. Mereka memandang Konfusius sebagai seorang suciwan yang mewariskan Tao dan dengan demikian penting sekali mewariskannya pada orang berbakat, sehingga orang yang mewarisinya dianggap sebagai pribadi  istimewa. Bakat atau kemampuan orang-orang masa lampau tidaklah berbeda dengan orang-orang zaman sekarang. Apa yang disebut orang jenius di saat sekarang, akan dianggap sebagai suciwan besar di masa lampau; sehingga akhirnya di masa-masa selanjutnya jarang sekali ada yang seperti Tujuh Puluh Siswa.

Misalkan ada guru seperti Konfusius di masa sekarang, maka para siswa di masa sekarang akan menjadi seperti Yen Hui dan Min Tzu Ch'ien. Jika seandainya tidak ada Konfusius, maka Tujuh Puluh Siswa akan menjadi seperti para sarjana di masa sekarang. Bagaimana saya membuktikan hal ini? Berdasarkan kenyataan bahwa dengan belajar pada Konfusius mereka tidak akan dapat mengajukan pertanyaan di rumahnya. Selanjutnya, jika mereka tidak sepenuhnya memahami apa yang dikatakan Sang Suciwan, apabila dalam membabarkan prinsip-prinsip Beliau, mereka tidak dapat merumuskannya dengan jelas; dan jika mereka tidak sungguh-sungguh memahami maknanya, sudah menjadi tugas mereka agar mempertanyakannya sejelas-jelasnya.

Kao Yao saat memaparkan prinsip-prinsip pemerintahan di hadapan Raja Mulia Shun memaparkan sesuatu secara dangkal dan tidak begitu jelas. Sewaktu Yu mengkritiknya, kata-kata Kao Yao menjadi mendalam dan topiknya menjadi jelas; karena semangat kritis demi memperoleh kejelasan makna akan mengungkapkan kedalaman makna yang ada...... Terdapat sedikit siswa seperti Tzu Yiu yang mengajukan pertanyaan-pertanyaan sulit pada Konfusius. Akibatnya ajaran-ajaran Konfusius menjadi tidak jelas, alasannya dikarenakan Tujuh Puluh Siswa tidak mengajukan pertanyaan sulit pada Konfusius. Oleh karenanya, para sarjana di zaman sekarang tidak mengetahui apakah yang diajarkan Konfusius itu benar atau tidak.

Standar kesarjanaan tidaklah dibentuk oleh kurangnya kemampuan dan kesulitan dalam menyanggah gurunya. Hal itu memerlukan penyelaman terhadap hakikat inti istilah-istilah yang diungkapkan oleh guru dan memahami prinsip-prinsipnya, mendapatkan bukti, serta menentukan apakah semua hal tersebut benar atau salah. Lebih jauh lagi, metoda pertanyaan kritis tidaklah terbatas pada masa hidup seorang suciwan saja. Barangsiapa yang dewasa ini mengungkapkan ajaran seorang suciwan tidaklah perlu meminta sang suciwan mengajar serta memberitahu mereka sebelum mereka berani berkata. Jikalau terdapat pertanyaan-pertanyaan seputar hal-hal membingungkan dan demikian merupakan pertanyaan-pertanyaan sulit bagi Konfusius, apakah ruginya bagi prinsip-prinsip yang benar? Kata-kata itu ada guna mewariskan ajaran-ajaran mulia. Jika demikian, apakah salahnya mengajukan pertanyaan kritis terhadap ajaran Konfusius? Makna "menanyakan apa yang Konfusius sendiri katakan" memerlukan pengujian terhadap bagian-bagian yang membingungkan; dan dari generasi ke generasi orang-orang lainnya yang berbakat istimewa serta berpengetahuan luas, orang-orang yang terlahir dengan kemampuan menjawab pertanyaan serta memecahkan masalah, mereka semua pastilah menyetujui kata-kata yang berasal dari  generasi kita sehubungan dengan benar atau salahnya [ajaran Konfusius].

Chuan ix,c.1.

(1) Chinese Philosophy in Classical Times, halaman 317.

Sumber: Hughes, E.R. Chinese Philosophy in Classical Times, London J.M. Dent & Sons Ltd, 1954; halaman 317-319.