Minggu, 30 Agustus 2015

RASISME DI JERMAN SUATU PERBANDINGAN

RASISME DI JERMAN: SUATU PERBANDINGAN

Ivan Taniputera
29 Agustus 2015


Belakangan ini kasus rasisme mendera negara kita. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini saya berniat melakukan studi banding mengenai bagaimana rasisme di Jerman. Sebenarnya ini hanya penyusunan ulang data-data yang diambil dari wikipedia saja. Oleh karena itu, para pembaca yang ingin mengetahui lebih banyak dapat melakukan pemeriksaan ulang dari buku atau literatur yang kompeten. Saya mempunyai berbagai buku tentang hal tersebut, hanya saja belum ada waktu memeriksanya. Sementara ini, sumber saya batasi dari internet saja, khususnya wikipedia. Saya mengupayakan sumber-sumber diambil dari artikel berbahasa Inggris, walaupun terkadang sumber berbahasa Jerman lebih lengkap. Mengenai film-film atau video dari youtube saya terpaksa mengambil yang berbahasa Jerman, karena menurut penilaian saya hanya itu sumber terbaik mengenai topik ini.

Begitu mendengar kata Jerman, maka yang terlintas di pikiran kita adalah sebuah negara maju yang terkenal akan teknologi permesinannya. Negara ini terkenal akan industri otomotifnya. Semua orang pasti akan langsung teringat pada Jerman, begitu melihat mobil dengan lambang lingkaran dengan bintang bersudut tiga di dalamnya. Jerman juga terkenal akan pendidikannya. Banyak orang Indonesia yang melanjutkan studi di sana. Meskipun demikian, Jerman sendiri tetap mempunyai penyakit akut yang telah berjangkit semenjak lama, yakni rasisme. Pada awalnya rasisme itu ditujukan pada orang-orang Yahudi yang menetap di Jerman. Hal ini dapatlah dipahami mengingat bahwa satu-satunya elemen yang dianggap asing waktu itu adalah orang Yahudi. Salah satu alasan yang dipakai untuk membenci kaum Yahudi adalah keagamaan, yakni mereka dianggap telah menyalibkan mesias menurut agama Kristen. Kebencian yang khusus ditujukan pada orang Yahudi itu disebut antisemitisme. Mungkin pada awalnya, sikap kebencian itu tidak bersikap rasial, karena konsep ras belum begitu berkembang pada masa itu.  Mereka mungkin tidak disukai karena dipandang sebagai "elemen" asing di tengah-tengah masyarakat Eropa, disamping penganut suatu keyakinan yang berbeda.

Sebagai tambahan, konsep tentang ras saat itu belum berkembang dan masih terpengaruh pandangan tradisional. Konsep mengenai ras yang dianut oleh orang Eropa baru berkembang setelah Abad Penjelajahan dan timbulnya kolonialisme, yakni setelah mereka menjelajahi bumi ini dan berjumpa dengan banyak bangsa (1).

Kebencian terhadap orang Yahudi selama abad pertengahan itu seringkali meledak dalam bentuk penganiayaan (pogrom). Berikut ini adalah pogrom-pogrom yang terkenal dalam sejarah.

  • Penganiayaan terhadap orang Yahudi pada era Perang Salib Pertama (1096-1349). Pembantaian dilakukan pada kaum Yahudi di Trier, Mainz, Worm, dan Koeln.
  • Saat meletusnya wabah sampar yang dikenal sebagai Maut Hitam, orang-orang Yahudi dituduh telah meracuni sumur dan banyak di antara mereka dikejar-kejar serta dibunuh. (2)

Sebagai catatan, sebenarnya penganiayaan terhadap orang Yahudi tidak hanya terjadi di Jerman saja melainkan juga di berbagai bagian Eropa lainnya, seperti Kekaisaran Rusia. Tetapi karena pembahasan kita adalah Jerman, maka cukup disebutkan saja mengenai peristiwa penganiayaan di Jerman.

Penganiayaan terhadap orang Yahudi itu berpuncak pada bangkitnya Nazi. Penganiayaan tersebut menjadi politik resmi Nazi semenjak tahun 1933. Yahudi internasional melakukan pembalasan pada tanggal 1 April 1933 dengan memboikot seluruh barang buatan Jerman. Sebagai balasannya, pemerintah Nazi mengumumkan boikot terhadap seluruh toko, dokter, dan pengacara Yahudi. Kedudukan kaum Yahudi semakin dipinggirkan di tengah masyarakat Jerman. Mereka dilarang menjadi pegawai pemerintah. (3)

Untuk menjaga kemurnian ras Jerman, maka dikeluarkanlah apa yang dinamakan Undang-undang Kemurnian Ras Nuremberg pada tanggal 15 September 1935. Undang-undang ini melarang pernikahan antara orang Yahudi dan Jerman. (4)

Penderitaan kaum Yahudi makin berpuncak dengan didirikannya kam-kam konsentrasi (Inggris: concentration camp, Jerman: Konzentrationslager). Mereka diharuskan melakukan kerja paksa dengan kondisi yang sangat mengenaskan, menjadi sasaran percobaan medis kejam oleh orang-orang seperti Mengele, dibunuh dalam kamar gas dan lain sebagainya (5).

Kita tidak akan membahas lebih jauh hal ini. Rezim Nazi dikalahkan pada tahun 1945 dan Jerman mengalami kehancuran total. Sejarah ini sudah banyak kita ketahui bersama, sehingga tidak perlu dibahas terlalu jauh. Sebagai tambahan, tidak seluruh orang Jerman menyetujui politik rasisme Nazi ini. Banyak orang Jerman yang menentang rezim Nazi dan menyelamatkan orang Yahudi. Mereka adalah pahlawan-pahlawan kemanusiaan yang berani berkata tidak pada kejahatan. Mereka antara lain adalah Oscar Schindler, Gustav Schröder, Wilm Hosenfeld, Heinz Drossel, dan lain sebagainya. Dengan demikian, kita tidak bisa melakukan generalisasi bahwa semua orang Jerman adalah antisemitik.

Setelah Jerman dibangun kembali dari kehancuran pascaPerang Dunia II, rasisme belum menghilang, meskipun undang-undang Jerman melarangnya dengan tegas. Saya akan kemukakan terlebih dahulu pengalaman mahasiswa Indonesia, dimana mereka mengalami serangan oleh kaum Neonazi. Perihal tersebut dapat dibaca di:


Jadi pada masa Jerman modern, rasisme kini ditujukan pada seluruh orang asing (Ausländer), tidak peduli apakah mereka Yahudi atau bukan. Mungkin karena kini elemen-elemen asing itu bukan hanya orang Yahudi saja, maka kebencian ditujukan pada seluruh orang asing atau elemen yang mereka anggap asing.

Jerman pascaPerang Dunia II, dapat menjadi negara yang makmur dan mengundang kaum pendatang atau imigran dari luar, termasuk Indonesia. Sebagian orang Jerman terutama dari partai kanan yang menerapkan nasionalisme sempit memandang mereka sebagai ancaman bagi lapangan pekerjaan mereka. Sebagai informasi, pada era tahun 1970-an untuk meningkatkan industri mereka, orang Jerman banyak mendatangkan orang-orang Turki sebagai pekerja. Dengan demikian, jumlah orang Turki di Jerman menjadi makin signifikan. Hal ini menimbulkan gesekan dengan kaum Neonazi.

Pada tanggal 29 Mei 1993, terjadi pembakaran terhadap rumah orang Turki di Sollingen. Lima orang menjadi korban. Pemerintah Jerman melakukan penanganan serius terhadap hal ini. Para korban yang masih hidup mendapatkan santunan 270.000 DM. Presiden Jerman waktu itu  Richard von Weizsäcker menghadiri  dan berpidato dalam acara peringatan pembakaran di Sollingen tersebut. Para pelaku dijatuhi hukuman 10-15 tahun (6).

Secara umum rasisme tidak pernah hilang dari Jerman. Berikut ini adalah film menarik mengenai seorang peneliti berkebangsaan Jerman bernama Günter Wallraff yang menyamar menjadi orang kulit hitam. Ia mendapatkan penolakan dan diskriminasi saat hendak menyewa apartemen atau bergabung dengan klub pencinta anjing. Mereka tidak menyadari bahwa orang kulit hitam di hadapan mereka sebenarnya adalah orang kulit putih. Meski Anda tidak bisa berbahasa Jerman, tetapi tetap menarik menyaksikan film ini. Saksikan saja gambarnya. Pada menit-menit pertama, Anda akan melihat bahwa Günter Wallraff dirias menjadi orang kulit hitam, yang sangat jauh berbeda dengan wajah aslinya. Jadi saksikan saja film ini:


Meski PD II telah berlalu lebih dari 70 tahun, kebencian terhadap orang Yahudi masih saja berlangsung, sebagaimana yang dapat kita saksikan di https://www.youtube.com/watch?v=cnKXVUaQLSA. Film ini dibuka dengan pemuda-pemuda Jerman yang meneriakkan "Judenschweine" atau "Babi Yahudi." Udo Pastörs, politikus dari partai NPD (partai ekstrim kanan di Jerman) sering mengemukakan sebutan-sebutan anti Yahudi, walaupun dalam wawancara ia menyangkal sebagai antisemistik. Ia menyebut Republik Federal Jerman (Bundesrepublik) sebagai "Judenrepublik" (Republik Yahudi) dan orang-orang Turki sebagai "Samenkanonen" (meriam sperma) (7). Atas ucapannya itu, Udo Pastors harus menghadapi sidang di pengadilan dan diharuskan membayar denda.

Di Jerman, simbol-simbol Nazi lama, seperti swastika dan lain sebagainya adalah terlarang. Kendati demikian, kuburan-kuburan Yahudi  dan sinagoga masih menjadi sasaran vandalisme oleh Neonazi, yakni dengan coretan gambar swastika.

Diskriminasi di Jerman juga berlangsung dalam hal lamaran pekerjaan. Pelamar yang mempunyai prestasi dan nilai ijazah sama, tetapi mempunyai nama asing, lebih jarang dipanggil untuk wawancara. Gagasan pendirian mesjid di Jerman juga banyak mendapatkan tentangan dari kaum ekstrim kanan.

Terlepas dari masih adanya rasisme di Jerman, pemerintah di sana nampak lebih serius dalam menegakkan hukum. Mereka memandang bahwa rasisme dan kebencian terhadap orang asing sebagai noda yang memalukan. Suatu noda yang seharusnya tidak ada lagi dalam masyarakat modern yang beradab.

SUMBER:

(5) Informasi lebih jauh tentang kam konsentrasi, lihat di http://www.ushmm.org/wlc/en/article.php?ModuleId=10005144