HARI INI DUA PULUH SATU TAHUN LALU.
.
Ivan Taniputera.
27 Juli 2017.
.
Dua puluh satu tahun lalu, atau tepatnya tanggal 27 Juli 1996 berlangsung apa yang dikenal sebagai Peristiwa Kudatuli, yakni singkatan dari “Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli.” Saya tidak akan mengungkapkan bagaimana terjadinya peristiwa tersebut karena sudah banyak dibahas di tempat lainnya. Saya hanya akan menuturkan apa yang saya alami pada hari tersebut. Tidak ada yang penting di sini. Hanya sekedar menyegarkan ingatan saja.
.
Pada tahun-tahun tersebut, saya masih mengambil kuliah teknik mesin di Technische Fachhochschule Berin atau TFh Berlin, yang sekarang dikenal sebagai University of Applied Science Berlin. Pada kurun waktu tersebut, media sosial untuk chating yang populer adalah IRC (singkatan dari Inter Relay Chat).
.
Saat itu saya sedang mengerjakan tugas guna mempersiapkan Diplomarbeit atau skripsi saya. Seperti biasa, saat mengerjakan tugas saya selingi dengan bermain IRC. Tentu saja dengan sembunyi-sembunyi. Sewaktu dosen pembimbing masuk atau muncul, segera layar saya ganti kembali dengan software FEM (Finite Element Method) yang saya pergunakan untuk membuat tugas.
.
Sekitar kurang lebih pagi menjelang siang (pukul 10.00-11.00 waktu setempat) seorang teman chatting di IRC yang berdomisi di Jakarta memberi tahu saya kalau ada kerusuhan, yang disebutnya sebagai “banteng mengamuk.” Keadaan sangat menakutkan dan ada bakar-bakaran.
.
Jakarta dan Berlin berbeda lima jam. Berlin terletak di zona +2, sedangkan Jakarta +7. Jadi saat itu, di Jakarta mungkin sekitar pukul 15.00. Kantornya kebetulan ada di dekat tempat tersebut. Saya masih belum paham apa yang dimaksud “banteng mengamuk.” Ternyata yang dimaksud adalah massa berpakaian warna merah, yang merupakan atribut salah satu partai tertentu. Teman chatting tersebut nampaknya segera berusaha pulang dan tidak mengabarkan lagi mengenai kelanjutan peristiwa itu.
.
Sorenya saya berkunjung ke apartemen kawan saya. Kawan tersebut nampaknya juga sudah mengetahui sedikit mengenai peristiwa yang baru saja terjadi di tanah air. Timbul keisengan dalam diri saya.Saya teringat kalau rumahnya di Jakarta terletak dekat lokasi peristiwa tersebut. Saya lalu berkata, “Lu tinggal di jalan XXX ya? Dengar-dengar di jalan itu rumahnya terbakar. Rumah lu kayaknya juga kena tuh.” Ia menjawab dengan kebingungan, “Eh, masa ya? Coba gue telepon keluarga gue dulu.” Teman tersebut lalu kebingungan mencari telepon. Karena kasihan lalu saya bilang, “Eh sory, gua cuma becanda.” Ia nampak kesal tetapi jadi lebih tenang. Ya, keisengan saya memang sebaiknya jangan ditiru.
.
Kelanjutan peristiwa tersebut kalau tidak salah saya ketahui keesokan harinya, melalui seorang teman lain yang memperoleh informasi lebih jelas. Kendati demikian, kronologi lengkapnya baru saya ketahui beberapa waktu kemudian, yakni melalui majalah Tempo yang menjadi langganan salah satu perkumpulan mahasiswa Indonesia, yang kegiatannya sering saya ikuti.
.
Semenjak lebih dari dua puluh tahun lalu, internet telah berperan mempersempit dunia.
.
Tak terasa peristiwa tersebut sudah dua puluh satu tahun berlalu.