Kamis, 17 Mei 2012

MENGENAL SISI MANUSIAWI BUNG KARNO

MENGENAL SISI MANUSIAWI BUNG KARNO

Ivan Taniputera
17 Mei 2012

Judul buku          : Bung Karno: Bapakku. Kawanku, Guruku
Penulis                 : Guruh Soekarno
Penerbit              : PT. Dela Rohita, Jakarta.
Jumlah  halaman              :  266

Buku ini meriwayatkan mengenai sisi-sisi manusia Bung Karno yang jarang kita ketahui, sebagaimana yang dituturkan oleh putera sulung Beliau, Guntur Soekarno. Beberapa di antaranya berkaitan dengan peristiwa-peristiwa sejarah yang kita kenal dari buku-buku sejarah.
Berikut ini adalah mengenai Allan Lawrence Pope, yakni pilot swasta Amerika yang ditugaskan PRRI/ Permesta melakukan pemboman terhadap kota Ambon. Ketika itu Guntur sedang hendak membaca berbagai surat kabar yang biasa menjadi bacaan Bung Karno, yakni: Bintang Timur, Duta Masyarakat, Suluh Indonesia, Merdeka, Harian Rakyat, Berita Indonesia, Bulettin Antara, Time Life, Newsweek, dan lain sebagainya (halaman 11). Guntur pagi itu sedang membaca berita mengenai pembangunan Jakarta by pass dan menanyakan pada ayahnya benarkah pembangunan jalan tersebut merupakan barter dengan pembebasan Allan Pope. Bung Karno ketika itu hanya tertawa-tawa kecil saja. Tak diduga-duga beberapa saat kemudian, Bung Karno berteriak dari kamar mandi memanggil Guntur. Beliau bergurau bahwa semoga Amerika mengirimkan Allan Pope-Allan Pope yang lain. Sehingga dapat ditukar dengan Ava Gardner dan Ivonne de Carlo, yakni bintang film Amerika yang terkenal kecantikan dan kemolekan tubuhnya saat itu (halaman 11-12).

Pada halaman 17-21, diriwayatkan mengenai Bung Karno yang gemar memperbaiki sendiri lukisan-lukisan koleksi Beliau, yang ketika itu terkena berak codot (sejenis kelelawar). Kemudian sewaktu memperbaiki lukisan seorang wanita, terjadilah dialog antara ayah dan anak mengenai wanita, antara lain sebagai berikut:
Guntur: Bapak tadi bilang ini orangnya ada bentul, siapa dianya?
Bapak diam saja dan terus tekun bekerja. Dengan agak ragu-ragu aku bertanya lagi.
Guntur: Eh...eh. Ini orangnya betul cantik? (agak gugup aku bertanya).
Bung Karno: Ya.
Guntur: Sudah tua?
Bung Karno : Sedenganlah...
Guntur: Tua mana sama yang di lukisan....
Bung Karno: Kira-kira seperti inilah orangnya.

Dan seterusnya.

Pada halaman 25-27 diriwayatkan mengenai Guntur dan Chaerul Saleh yang gemar mengebut. Pak Chaerul Saleh mengisahkan pengalamannya masih muda yang membandingkannya dengan enaknya kehidupan Guntur saat itu. Pak Chaerul menuturkan bahwa pada zamannya hanya punya dua celana. Pergi ke sana kemari hanya dengan berjalan kaki atau naik sepeda. Tidak seperti Guntur yang saat itu ke mana-mana selalu mengendarai mobil.

Halaman 35-40 mengisahkan mengenai Guntur yang berlatih lempar cakram agar dapat menyerupai tokoh olah raga idolanya, yakni Bob Mathias. Saat berlatih cakramnya mengenai pot antik kesayangan Bung Karno hingga pecah. Karena ketakutan Guntur tidak mengatakan hal itu pada ayahnya.  Sewaktu menuruni tangga belakang istana, Bung Karno menyadari bahwa pot antinya tidak ada, Beliau memanggil Pak Enem yang merupakan pelayan istana. Tetapi Pak Enem yang sebenarnya mengetahui bahwa yang memecahkan adalah Guntur tidak berani mengatakannya dan menjawab tidak tahu siapa pelakunya. Bung Karno menjadi marah-marah sampai pelayan lainnya bernama Pak Saiin terkencing-kencing di celananya. Akhirnya Guntur mengakui kesalahannya dan perkara selesai. Bung Karno kemudian mengatakan, “Bob Mathias ndak pernah bikin pecah pot antik tahu!!!?!” 

Halaman 43-44 menceritakan mengenai steak yang sedang diiris oleh Guntur dalam perjamuan di Gedung Putih mencelat dan mendarat di depan Presiden Kennedy. Dengan becanda Bung Karno berkata, “Well Yohn (mungkin seharusnya John, nama panggilan Presiden John F. Kennedy), rupanya putraku tahu bahwa kau sekarang ini mempunyai senjata ampuh yang mutakhir, yaitu I.C.B.M. Sehingga ia mengirimkan juga sebuah “missiles”-nya buat tandingannya. “ ICBM adalah peluruh kendali antar benua. Rupanya Bung Karno merupakan sosok yang gemar bergurau dan piawai menyelamatkan suasana.

Halaman 149-156 meriwayatkan mengenai peristiwa Cikini pada tahun 1957 yang merupakan upaya pembunuhan terhadap Bung Karno. Peristiwanya terjadi sewaktu ulang tahun Yayasan Perguruan Cikini tempat Guntur bersekolah. Salah satu acaranya adalah bazaar yang diadakan di kompleks sekolah, yakni di Jl. Cikini Raya 76. Bung Karno sebagai salah satu orang tua murid juga menghadirinya.  Pada kesempatan tersebut lukisan Guntur juga dipamerkan. Dengan mengendarai mobil Chrysler Crown Imperial yang dihadiahkan oleh Raja Ibnu Saud dari Saudi Arabia, Bung Karno berangkat ke perayaan tersebut. Setelah berkenalan denga para pengurus Yayasan Perguruan Cikini, Bung Karno melihat stand bazaar satu persatu dengan penuh minat. Sementara itu, Guntur lebih asik dengan stand permainan ketangkasan.
Dua jam kemudian, Guntur yang sudah puas dengan permainan ketangkasan di bazaar itu, naik ke lantai dua sekolahnya guna membeli limun. Sementara itu, rombongan presiden sudah siap meninggalkan sekolah. Tiba-tiba terdengar suara ledakan. Pertama-tama Guntur mengira bahwa itu adalah suara knalpot sepeda motor para anggota polisi militer. Kemudian terdengar 3-4 kali ledakan lagi, yang disusul oleh suara jerit histeris hadirin. Guntur lalu menyadari bahwa itu pasti suara letusan bahan peledak. Guntur yang kemudian berlindung di sela-sela tumpukan peti botol limun di kolong meja akhirnya melihat Kak Sumardi (salah seorang anggota Detasemen Kawal Pribadi Presiden). Anggota detasemen tersebut memang sudah lama mencari-cari Guntur. Selanjutnya, mereka berhasil membawa Guntur yang belum mengetahui kondisi ayahnya ke istana.
Sempat timbul pikiran yang bukan-bukan dalam benak Guntur. Namun sewaktu menunggu di istana ia tiba-tiba mendengar suara ayahnya yang baru kembali ke istana. Ternyata Bung Karno berhasil diselamatkan dari upaya pembunuhan tersebut. Beliau dilindungi oleh pengawalnya dan disembunyikan di sebuah rumah depan sekolah yang dihuni orang kulit putih. 

Pada halaman 209-210, diriwayatkan mengenai Bung Karno yang ketakutan sewaktu diajak mengebut dengan mobil sport Kharman Ghia milik Guntur di kompleks Istana Merdeka, sehingga Beliau akhirnya turun dan berjalan kaki saja.

Buku ini sangat baik sekali guna mengenal sosok Bung Karno secara lebih dekat lagi. Banyak foto-foto Bung Karno yang menghiasi buku ini.