LAGI-LAGI SEKELUMIT PENGALAMAN DI JERMAN
.
Ivan Taniputera
27 Agustus 2011
Pengalaman kerja di Jerman (jadi Arbeiter)
.
.
Pada kesempatan kali ini, saya ingin kembali mengisahkan pengalaman-pengalaman saya selama di Jerman. Saya ingin menceritakan pengalaman saya bekerja paruh waktu di Jerman. Sebagai mahasiswa di Jerman, kita memang boleh bekerja paruh waktu. Beberapa hari setelah saya tiba di Jerman dan memperoleh surat penerimaan dari Studienkolleg, saya mendaftar (anmelde) kartu pajak atau Lohnsteuerkarte. Kartu ini merupakan semacam izin kerja selama kita kuliah di Jerman.
Selanjutnya bila mendapatkan pekerjaan kita dapat meminta surat dari
TUSMA agar dapat melakukan penghitungan (Abrechnung) gaji beserta
pajaknya. Sebelumnya saya perlu menceritakan terlebih dahulu, apa yang
dimaksud TUSMA itu. TUSMA adalah semacam lembaga penyalur tenaga kerja
khusus bagi mahasiswa. Kantor TUSMA pada zaman saya kuliah terletak di
bagian depan TU (Technische Universitaet Berlin). TUSMA ini merupakan
bintang penolong bagi para mahasiswa yang lagi bokek atau seret
keuangannya. Jika membutuhkan pekerjaan, kita harus datang pagi-pagi ke
TUSMA, lalu meminta nomor berdasarkan urutan kehadiran kita. Jika ada
pekerjaan, maka akan diumumkan, para peminat lalu bergegas memasuki
kantor TUSMA dan menunjukkan nomornya. Pemegang nomor yang lebih kecil
akan menjadi pemenang dan memperoleh pekerjaan tersebut. Biasanya
pekerjaan yang berat seperti membantu pindahan (Umzugshilfe) kurang
diminati dan pekerjaan yang ringan misalnya mengajar bahasa Indonesia
pada orang Jerman akan menjadi rebutan. Demikianlah mekanisme TUSMA.
Baik,
sekarang kembali ke cerita saya. Setelah semua surat-surat lengkap kita
dapat mulai mencari pekerjaan, yang tidak harus melalui TUSMA. Salah
satu bekal berharga saya dalam mencari pekerjaan adalah daftar nomor
telepon perusahaan-perusahaan yang ada di Jerman. Kendati bahasa Jerman
saya belum fasih, tetapi saya telah diajarkan suatu “mantra” ampuh oleh
teman saya: “Kann ich bitte mit Personelabteilung sprechen?” (Dapatkah
saya berbicara dengan bagian personalia?). Setelah disambungkan dengan
bagian tersebut barulah kita mengatakan, “Guten Morgen. Ich bin Student
und suche gerade eine Arbeit. Haben Sie vielleicht ein freies Platz fuer
mich?” (Selamat pagi. Saya adalah mahasiswa yang sedang mencari
pekerjaan. Apakah Anda ada pekerjaan untuk saya?). Ini adalah “mantra”
yang sangat bermanfaat dalam mencari pekerjaan. Saya pokoknya menghafal
saja bagaimana mengucapkan kalimat-kalimat di atas dengan benar saat menelepon satu persatu perusahaan-perusahaan dalam daftar yang diberikan kawan saya.
Pekerjaan pertama yang saya peroleh selama kehidupan saya di Jerman adalah di pabrik kopi, yang namanya saya lupa. Tetapi jenis pekerjaannya yang saya tidak pernah lupa, yaitu di
ban berjalan (Fliessbahn). Secara bercanda, mahasiswa yang jarang
kuliah dan kebanyakan bekerja akan digelari “Diplom Fliessbahn” (Sarjana
Ban Berjalan). Tugas saya adalah meletakkan bungkusan-bungkusan kopi di
atas ban berjalan itu ke atas paletnya. Tentu saja kita harus berlomba
dengan ban berjalannya, karena kalau tidak bungkusan-bungkusan itu akan
berjatuhan ke lantai. Sebagai konsekuensinya, pengawas orang bule yang
“sangat baik hatinya” itu akan mendatangi kita. Kata-kata “pujian” akan
diucapkannya pada kita. Tetapi bahasa Jerman
saya waktu itu belum begitu baik, sehingga tidak mengetahui apa yang
diucapkannya. Pokoknya masuk telinga kiri keluar telinga kanan. Tentu
saja, karena pertama kali bekerja, pekerjaan ini terasa berat, tetapi
untungnya banyak mahasiswa Indonesia lainnya, sehingga pekerjaan jadi
terasa agak ringan.
Pekerjaan lain yang sangat berat
adalah membantu orang pindahan. Pekerjaan ini saya dapat dari TUSMA,
gajinya memang cukup besar. Tetapi ternyata apartemen orang itu jadul
sekali, tidak ada liftnya! Saya harus naik ke tingkat tiga dan
menurunkan semua barangnya, memasukkan ke truk dan kembali ke tingkat
tiga lagi. Perlu diketahui, orang ini adalah seniman, sehingga
barangnya kebanyakan adalah lukisan dan buku. Belum lagi barang-barang
lainnya. Dapat dibayangkan betapa beratnya pekerjaan tersebut. Setelah
semua barang diturunkan, kita semua naik ke truk menuju apartemen
barunya. Saya berharap di sana ada lift. Tetapi astaga! Di sana juga tidak ada liftnya! Kali ini apartemen barunya di
tingkat empat. Lebih tinggi satu tingkat lagi. Drama penyiksaan ini
terulang kembali hanya dalam urutan mundur. Kalau tadi menurunkan
barang, sekarang menaikkan barang. Gajinya memang besar. Kurang lebih
sama dengan dua kali pekerjaan biasa, namun setelah itu badan saya jadi
pegal semua dan ambruk selama tiga hari.
Tidak semua
pekerjaan berat. Saya pernah mendapatkan pekerjaan yang sangat tidak
masuk akal menyenangkannya, tetapi hanya sekali itu saja. Pekerjaan itu
adalah “bertepuk tangan dan bersorak-sorak dalam acara kuis tebak kata.”
Kuis seperti ini beberapa waktu yang lalu pernah marak di
televisi kita. Karena kekurangan pendukung yang hadir, mereka merekrut
mahasiswa agar pura-pura menjadi suporter agar acaranya kelihatan
meriah. Tugas kita hanya bertepuk tangan dan bersorak sekeras-kerasnya
saja. Bahkan kalau tepuk tangannya kurang keras akan dipecat! Salah
seorang mahasiswa dari China terkena pemecatan karena soraknya dianggap
kurang gegap gempita. Mahasiswa lainnya dengan bercanda mengatakan bahwa
dipukul matipun dia tidak mau menonton acara kuis seperti itu lagi.
Maklum selama delapan jam kita menonton acara yang dibuat langsung
beberapa episoda tersebut. Jadi bisa dibayangkan betapa bosannya.
.
Ada lagi pengalaman lucu saya dalam bekerja paruh waktu di Jerman.
Untuk menghindari pembayaran pajak yang besar, kita bisa meminjam surat
izin kerja (Schein) milik teman yang jarang bekerja. Saya pernah pinjam
surat izin milik seorang teman yang namanya S. J. Namun saya lupa kalau
saya pinjam surat izin miliknya. Akibatnya waktu dipanggil, “Herr
J...!” saya diam saja. Lalu ada pengawas mendatangi saya, “Sind Sie Herr
J?” Saya waktu itu hampir saja menjawab tidak dan sejenak bingung serta
diam saja. Akhirnya saya ingat bahwa saya pinjam kartu S. J. dan
menjawab, “Ja...Ja.. Ich bin Herr J.” Mungkin orang bule itu
terheran-heran dan berpikir, “Kok Auslaender satu ini bisa lupa namanya
sendiri.” Hahahahahaha.