Kamis, 07 Juni 2012

SERIAL KEARIFAN LOKAL: Ajaran Arung Bila Tentang Pemerintahan dari Tanah Bugis

SERIAL KEARIFAN LOKAL: Ajaran Arung Bila Tentang Pemerintahan dari Tanah Bugis

Ivan Taniputera
8 Mei 2012

Ini merupakan nasihat Arung Bila bagi mereka yang memegang jabatan pemerintahan.

Arung Bila berkata, "Ada pesan orang tua dulu bahwa enam ketentuan yang harus dihindari apabila memangku jabatan Mangkau sebagai berikut:

(Catatan: Mangkau = raja)

1.Melangkahi pematang (melanggar ketentuan);
2.Jangan kehilangan pokok pembicaraan atau pegangan;
3.Lebih baik diam daripada banyak bicara yang tidak menentu;
4.Membunuh orang tanpa ada alasan yang kuat;
5.Membuat malu keluarga orang lain, yang sebenarnya ia termasuk orang baik-baik;
6.Jangan purbasangka kepada sesama Mangkau.
(sumber: "Bungai Rampai  Sastra Bugis: Bacaan Sejarah Sulawesi Selatan" oleh Tamin Chairan, M. Arief Mattalitti, dan Adnan Usmar, halaman 170.)

Pada zaman sekarang, nasihat ini masih dapat diterapkan pada dunia kepemimpinan dan manajemen dengan cukup baik.
Seorang atasan juga hendaknya tidak melanggar apa yang telah ditetapkan. Ini menandakan bahwa seorang penguasa, atasan, ataupun pemimpin, tidak berada di atas hukum atau perjanjian yang telah ditetapkan. Bahkan seorang boss perusahaan besar juga hendaknya menepati janji atau ketentuan yang telah disepakatinya. Apabila ketentuan atau janji telah dilanggar apalagi yang hendak dijadikan pegangan? Menjalankan janji dan ketetapan itu merupakan wujud kehormatan seseorang. Jikalau seorang pemimpin telah menetapkan aturan atau menjanjikan sesuatu, maka patuhilah semua itu.
Agar sanggup menuai keberhasilan, kita harus memiliki tujuan dan pusat perhatian yang kokoh. Seorang pemimpin harus memegang prinsipnya sendiri yang dianggap baik dan benar. Jikalau seseorang pemimpin tidak punya prinsip yang tetap, tentu anak buahnya akan kebingungan. Ibaratnya adalah perahu yang tak punya kemudi. Perusahaan yang baik harus mempunyai visi dan misi yang kokoh dan setia berpegang padanya. Ini berlaku baik bagi atasan maupun karyawan.

Seorang pemimpin hendaknya juga tidak mengatakan hal-hal yang tidak perlu terkait dengan tugas kepemimpinannya. Pernah ada seorang atasan yang sering curhat masalah keluarganya di kantor. Memang benar bahwa curhat bukanlah sesuatu yang salah, hanya saja tempatnya tidak tepat. Jika ingin curhat bukankah sebaiknya seusai jam kerja. Akibatnya, anak buah menjadi tahu masalah keluarganya dan ia menjadi bahan olok-olokan.

Membunuh orang lain, dalam dunia kepemimpinan modern mungkin dapat disepadankan dengan menjatuhkan sanksi. Di sini, seorang pemimpin tidaklah sembarangan menjatuhkan sanksi. Semuanya harus dipertimbangkan dengan bijaksana. Selain itu, sanksi hendaknya lebih diarahkan pada pendidikan karakter.

Seorang pemimpin juga hendaknya tidak membuat malu keluarga sesama rekan kerja, umpamanya dengan menciptakan aib. Tempat kerja merupakan lokasi yang rawan bagi perselingkuhan. Namun pengendalian diri yang baik dan rasa malu yang kuar nampaknya dapat mencegah hal ini.

Terakhir, seorang pemimpin hendaknya tidak saling mencurigai dan iri satu sama lain. Suatu perusahaan yang sehat hendaknya dapat menciptakan harmoni antar sesama anggotanya. Apabila tangan melawan kaki. Kaki kiri melawan kaki kanan. Tangan kanan melawan tangan kiri. Apakah yang dapat diharapkan dari perusahaan semacam itu? Jika semua anggota saling melawan satu sama lain, bagaimana dapat memberikan layanan yang baik bagi pelanggan?

Demikianlah kearifan lokal dari Tanah Bugis ini masih relevan hingga sekarang.