RIWAYAT DAN HIKAYAT KONGCO PO SENG TAY TE
Ivan Taniputera
21 Maret 2013
Hari
ini saya mendapatkan buku yang bagus berjudul "Riwayat dan Hikayat Po
Seng Tay Te." Buku setebal 102 halaman ini mengulas mengenai seluk dan
riwayat Kongco Po Seng Tay Te (保生大帝 = Baosheng Dadi dalam dialek
Mandarin). Buku ini sebenarnya merupakan kumpulan tulisan mengenai
Baosheng Dadi.
Pada halaman pertama dibuka dengan ulasan mengenai sejarah agama Dao karya Zheng Bingshan:
"Agama
Tao tidak hanya bersejarah panjang di daratan China, ia juga mempunyai
pengaruh luas di mancanegara. Seorang dokter tradisional yang sangat
populer pada dinasti Song [960-1279], Wu Dao 吳本, telah disucikan sebagai
dewa dan disembah oleh Taoisme, nama sekulernya Wu Zhenren, Dadaogong
atau Baosheng Dadi. Etnis China di mancanegara juga banyak yang
menyembah dewa ini. Bersama ini kami menjabarkan sekelumit keterkaitan
Taoisme, Wu Dao, dan perantau China.
Agama Tao sudah
populer pada awal era feodalisme dalam sejarah China. Pakar sejarah dan
kalangan Tao sama sepakat bahwa Taoisme sudah muncul di masa Kaisar
Shundi, dinasti Donghan [126-144], kini lebih dari 18 abad. Tetapi jika
dihitung dari akar budaya menyembah roh halus dan dewa kayangan sejak
masa dinasti Yinshang, maka agama Tao boleh dikata sudah populer lebih
dari 20 abad.
Buddha dan Tao merupakan dua agama besar
dalam sejarah panjang dinasti-dinasti feodalisme di China. Ajaran Tao
berpengaruh besar di bidang politik, ekonomi, filsafah dan kebudayaan
masa feodal, meninggalkan banyak buku dan arsip sebagai warisan sejarah
kebudayaan purba.
Ajarah Tao membawa cirikhas konsepsi
agama primordial di China, yaitu asimilasi tiga konsep agama kuno:
sembah roh dan dewa; menekuni pertapaan dan pencarian formula sakti;
mengadopsi unsur mistik dalam ajaran Huangdi dan Laozi.
Pada halaman 2 dan 3 diuraikan mengenai sejarah Tao di Quanzhou, Fujian:
"Sejak
tahun Taikang-9 dinasti Xijin [288], di sini sudah berdiri klenteng
Baiyunmiao 白云廟, sampai dinasti Tang nama ini diganti Longyuguan 龍與觀
[705], kemudian diganti lagi menjadi Kaiyuanguan 開元觀 [739]. Jika
dihitung semua klenteng besar-kecil yang dibangun sejak dinasti Jin,
Tang, Yuan, Ming, sampai Manqing, maka Quanzhou ada 120 lebih klenteng
Tao hingga sekarang. Mural raksasa Tebing Laozi, warisan Song kini masih
berdiri dan ramai dikunjungi.
Di kota Quanzhou masih ada
satu kelenteng Cijigong, yang disebut juga Kios Jembatan Kembang atau
klenteng Raja. Nama klenteng di pintu gapura ditulis oleh maestro
kaligrafer dinasti Ming, Zhang Ruitu, di atas batu hijau yang berbunyi
Rumah Tinggal Manusia Sejati. Dewa yang disembah di klenteng ini Wu
Zhenren, Baosheng Dadi, Wu Zhenjun, Wu Dijun, Dadaogong atau
Huaqiaugong dsb. Semua gelar di atas adalah milik Wu Dao, alias Huaji
atau Yunchong, lahir di Kab. Longhai, kota Zhangzhou, luar kalender
[imlek] tanggal 15 bulan ke03 tahun Taiping Xingguo ke-4 dinasti
Beisong (14 April 979) di suatu keluarga petani miskin. Ayahnya bernama
Wu Tong, ibunya dari marga Huang. Kedua orang tuanya mati muda karena
sakit dan tiada pengobatan. Maka Wu Dao sejak kecil hidup sebatang kara
dan menderita. Ia bertekad belajar ilmu pengobatan guna menolong rakyat
yang sakit dan menderita agar nasib kedua orang tua tidak terulang.
Wu
Dao pergi merantau mencari ilmu, belajar pada dokter-dokter di manapun
mereka berada, merekam resep-resep tradisional, mengoleksi berbagai
ramuan dalam praktek pengobatan keliling. Lama-kelamaan ia semakin
pandai dalam pengobatan, menguasai pula farmakognosi dan San Wu Feibu
三五飛步, metoda Qigong. Maka ia pulang ke kampung halaman, mendirikan
klinik di bawah bukit Zhishan Dongmingling yang kaya ditumbuhi berbagai
ramuan, membuat sumur untuk pengolahan obat. Semua penderita sakit yang
datang disembuhkan. Kinipun masih ada sebuah prasasti batu bertuliskan
Sumur Medis Sumber Ramuan yang berdiri tegak di sana."
Oleh
karenanya berdasarkan kutipan di atas kita mengetahui bahwa niat Wu Dao
mempelajari ilmu pengobatan sangatlah mulia dan patut diteladani. Wu
Dao mengobati orang tanpa memandang kaya ataupun miskin, sehingga
praktik pengobatannya makin ramai didatangi orang. Semua pasien
disembuhkannya tanpa memungut biaya. Oleh sebab itu, Wu Dao makin
dicintai rakyat dan digelari sebagai Tabib Ajaib.
Nama besar Beliau makin tersebar luas hingga sampai ke telinga kaisar. Pada halaman 3dan 4 kita membaca:
"....ia
dipanggil Kaisar Song Renzhong [1023-1064] ke istana guna mengobati
sang ratu yang sedang menderita sakit. Tangan ratu tidak boleh dipegang,
maka tabib (diagnosa denyut nadi) dilakukan dengan benang diikat pada
nadi ratu dan ujung dipegang Wu Dao untuk deteksi. Sang kaisar-ratu
ingin menguji ilmu Wu Dao, maka benang diikat bukan pada nadi ratu
tetapi kaki seekor kucing, Wu Dao langsung tahu bukan denyut manusia
yang dirasa, maka ia menyahut: Saya bukan dokter hewan lho. Ikatan
benang langsung dipindah ke tangan ratu. Sakitnya ratu akhirnya
terdeteksi dan berhasil disembuhkan. Kaisar gembira, kagum setengah mati
dan menganugerahi gelar Wu Zhenren 吳真人. Peristiwa ini juga termuat
dalam buku Kenangan Paguyuban Jinjiang 晉江 1978 di Singapura. Konon
kaisar ingin Wu Dao tinggal di istana sebagai dokter kerajaan, tetapi
ditolak halus. Wu Dao memang sudah bertekad ingin terus mengabdi pada
rakyat banyak. Tidak mau dibonzai dalam istana raja yang hanya melayani
segelintir orang saja."
Buku itu di halaman 7 juga memuat hal menarik sebagai berikut:
"Yang
lebih menarik ialah patung Mazu di klenteng Tianhoumiao, kota Tongan di
Filipina, mulanya adalah patung Bunda Maria milik masyarakat Dayak
setempat yang kemudian dimake up menjadi arca Mazu. Tak heran jika
patung ini dinamai Mazu Kebarat-baratan karena paras muka masih
kelihatan bule. Tempat sembahyang Lingxiao Baodian di Klenteng
Baochigong, Singapura, ternyata ada beberapa arca Buddha di sana. Pada
hal tempat ibadah ini jelas-jelas milik umat Tao."
Kutipan di atas dengan jelas memberitahukan mengenai kasus yang unik di Filipina.
Pada halaman 9 dan 10 dipaparkan gelar-gelar Beliau yang diberikan oleh para kaisar:
Kini
kita melangkah ke halaman 11. Pada bagian yang ditulis oleh Panitia
Penerbitan klenteng Ciji Zugong itu menyebutkan mengenai hikayat dan
riwayat Baosheng Dadi, antara lain adalah silsilah leluhur Beliau:
"Yang
Mulia Baosheng Dadi nama sekulernya Dadaogong turunan kaisar Taibo
dinasti Zhou [1066-256 SM]. Waktu pembagian kapling kerajaan dapat tanah
di Jinling da mendirikan negara federal Wuxiang [sekarang Jiangxu].
Sampai turunan ke-31 mengadopsi Wu sebagai nama marga. Marga Wu terus
berkembang hingga ada serumpun marga migrasi ke Kec. Baijiao inilah
kemudian menjadi tempat lahir Baosheng Dadi, nama aslinya adalah Dao,
alias Huaji. keluarga Wu suka beramal dan sudah menjadi tradisi turun
temurun."
Disebutkan pula ayah Beliau yang bernama Tong 通,
merupakan orang yang rajin dan hidup sederhana. Beliau kemudian
menerima gelar Xiecheng Yuanjun. Ayahnya merupakan orang gemar membentu
orang lain. Ibu Beliau bermarga Huang 黃, yang konon merupakan
penjelmaan Mahadewi Yuhua 玉華大仙. Beliau merupakan sosok yang anggup dan
berbudi halus.
Beliau dilahirkan pada tanggal 15 bulan
ke-3 penanggalan lunar tahun 979, pukul 7-9 pagi. Saat Beliau hendak
dilahirkan ibunya bermimpi didatangi oleh pendeta Dao (道人) Changsu 太白金星
bersama Utusan Nanling dan Dewa Bintang Kutub Utara 北斗星君 yang
mengantarkan seorang anak dewata, yang konon merupakan bintang Ziwei.
Kelahiran Beliau juga merupakan peristiwa ajaib karena diiringi cahaya
cemerlang beserta keharuman semerbak memenuhi kamar. Awan warna-warni
tampak bermunculan.
Buku ini juga membahas mengenai
kisah-kisah keajaiban yang Beliau lakukan, seperti mengalahkan siluman
ular dan kura (halaman 30), tulisan Chen Shushuo.
Dengan
demikian, buku ini sangat penting sekali dimiliki dan dibaca oleh
penggemar sejarah dan budaya Tiongkok, pencinta hikayat dan riwayat para
dewa dewi kelenteng, dan khususnya para pemuja Baosheng Dadi.
Bagi yang berminat kopi buku ini silakan hubungi ivan_taniputera@yahoo.com