Rabu, 17 Oktober 2012

Filosofi Film The Sorcerer and the White Snake




Filosofi Film The Sorcerer and the White Snake
Ivan Taniputera
17 Oktober 2012

Artikel ini dimaksudkan menggali filosofi yang terdapat dalam Film "The Sorcerer and the White Snake." Tentu saja tiap orang bebas menginterpretasikan film ini. Hal terutama yang menarik perhatian saya terkait film ini adalah penggambarannya mengenai dunia. Film tersebut menggambarkan suatu dunia yang dipenuhi siluman. Rahib Fahai (diperankan oleh Jet Li) merupakan seorang pembasmi siluman yang mempunyai "streotip" bahwa siluman itu pasti jahat dan merugikan umat manusia. Memang dalam film itu digambarkan mengenai siluman kelelawar yang akhirnya meracuni Neng Ren (murid Fa Hai). Juga siluman-siluman serigala putih yang menimbulkan wabah di desa. Uniknya, beberapa siluman digambarkan dalam wujud wanita cantik. Ini menandakan suatu bias gender yang memperlihatkan bahwa wanita memang mempunyai kekuatan "perusak" dan "penghancur."

Bagi seorang Fahai yang mencitrakan dirinya "sebagai pelindung umat manusia" maka tiada siluman baik. Seluruh siluman harus ditangkap dan dikurung ke dalam pagoda. Padahal tidak semua siluman itu jahat. Siluman ular putih (diperankan oleh Eva Huang) adalah contoh siluman yang pernah menolong umat manusia. Seseorang seperti Fahai (padahal namanya berarti Lautan Dharma) memandang dunia ini sebagai sesuatu yang hitam dan putih. Jika tidak hitam berarti putih. Orang-orang semacam ini akan cenderung menjadi fanatik membuta dalam tindakannya. Memang benar bahwa ia menganggap dirinya sebagai pelindung umat manusia. Namun pada kenyataannya, tindakan Fahai justru mendatangkan kesedihan bagi Xuxian (diperankan oleh Raymond Lam) yang terpaksa dipisahkan dari isterinya, Siluman Ular Putih. Apabila mendatangkan kesedihan semacam itu, apakah benar ia masih dapat disebut sebagai pelindung umat manusia?

Saya jadi teringat pada suatu organisasi keagamaan yang banyak menebar teror dan kebencian. Mungkin tujuan mereka adalah menegakkan sesuatu yang mereka anggap benar di muka bumi ini. Tetapi berapa banyak kerusakan yang timbul? Pandangan Fahai ini mencerminkan pandangan klasik mengenai kejahatan dan kebaikan, yakni bahwa sesuatu harus jahat murni atau baik murni. Dengan kata lain, tiada ranah bagi sesuatu yang ada di antaranya. Segala sesuatu harus dikategorikan sebagai hitam dan putih. Tiada warna abu-abu. Padahal, kenyataannya sangat sulit menggolongkan sesuatu ke dalam hitam dan putih. Selain hitam dan putih masih ada warna-warna lainnya. Barulah dengan demikian dunia ini nampak indah.

Dunia yang dipenuhi siluman itu, adalah juga khas pandangan kaum fundamentalis. Mereka juga memandang bahwa dunia ini dipenuhi kejahatan dan kemerosotan akhlak. Mereka yang merasa dirinya adalah kaum pilihan lantas bangkit membasmi segenap kejahatan dan kemerosotan akhlak tersebut. Namun sayangnya, terkadang tindakan "pemulihan kemurnian" tersebut justru berdarah-darah. Apakah bukan "kaum pilihan" tersebut yang seharusnya dipulihkan akhlaknya? Mari kita renungkan bersama.