PAHLAWAN ITU BERNAMA THICH QUANG DUC
Artikel Dharma ke-38, Oktober 2013
Ivan Taniputera
22 Oktober 2013
Pengalaman
ini terjadi waktu saya masih kuliah di Jerman. Karena tadi saya baru
saja membongkar dokumen-dokumen lama, ingatan saya melayang pada
pengalaman-pengalaman tatkala kuliah di Jerman. Oleh karenaya, saya
bermaksud membagikan hal yang luar biasa ini. Suatu kali saat Hari
Waisak saya diajak merayakannya oleh seorang teman kuliah saya yang
merupakan warga negara Jerman keturunan Vietnam di vihara komunitas
mereka. Pada kesempatan tersebut akan diadakan acara puja sarira. Saya
waktu itu masih baru mengenal Agama Buddha, sehingga belum mengetahui
apa yang disebut sarira tersebut. Sarira secara sederhana adalah sisa
pembakaran atau kremasi jenazah orang-orang suci. Saya juga belum tahu
sarira siapakah itu. Yang saya ingat, saat itu di vihara orang Vietnam
diadakan pemutaran film mengenai seorang bhikshu yang membakar dirinya.
Saya hanya melihatnya sepintas lalu saja. Nampak seorang bhikshu duduk
bersila dengan tubuh diliputi kobaran api. Namun saya tidak begitu
memperhatikannya.
Selanjutnya
diadakan acara puja sarira. Saya menyaksikan ada sesuatu seperti
sekeping tulang yang bisa berpendar dalam gelap seperti Fosfor. Teman
saya mengatakan bahwa itu adalah sarira bhikshu Vietnam yang membakar
dirinya seperti pada film tadi. Dia adalah pahlawan umat Buddha di
Vietnam.
Bertahun-tahun
kemudian setelah membaca berbagai buku Agama Buddha saya mengetahui
lebih banyak mengenai bhikshu Vietnam tadi. Beliau bernama Thich Quang
Duc. Saat itu Agama Buddha di Vietnam Selatan mengalami penindasan dan
penganiayaan. Diskriminasi terhadap Agama Buddha berlangsung dengan
sangat parahnya di bawah pemerintahan Presiden Ngo Dienh Diem yang
merupakan penganut agama XXX. Meskipun merupakan minoritas para pendeta
Agama XXX diperkenankan memiliki pasukan sendiri dan melakukan peralihan
agama secara paksa. Umat Agama XXX dibebaskan dari kerja paksa.
Gelombang protes meledak setelah pemerintah Vietnam Selatan yang
didominasi penganut Agama XXX melarang pengibaran bendera Buddhis saat
Hari Waisak, padahal beberapa hari sebelumnya penganut Agama XXX
diizinkan mengibarkan bendera V*t*kan berwarna kuning dan putih guna
merayakan ulang tahun pemuka agama agung mereka.
Ratusan
umat Buddha bangkit berdemonstrasi menentang diskriminasi agama
tersebut. Namun pemerintah menanggapinya dengan kekerasan. Sembilan
orang jatuh sebagai korban.
Sebagai
protes terhadap diskriminasi agama yang parah tersebut, Bhikshu Thich
Quang Duc membakar dirinya sendiri hingga meninggal. Sebelum
mengorbankan dirinya Thich Quang Duc menulis surat sebagai berikut:
"Sebelum
menutup mataku dan mulai memvisualisasikan Hyang Buddha, aku dengan
hormat memohon pada Presiden Ngo Dinh Diem agar membangkitkan pikiran
belas kasih pada rakyat serta menerapkan keseteraan agama guna menjaga
kuatnya pertahanan tanah air selamanya. Aku mengundang para arya,
pembabar Dharma, beserta anggota sangha beserta umat awam agar berkumpul
dalam kebersamaan mengadakan pengorbanan demi melindungi Agama Buddha."
Lalu
saat hendak mengorbankan dirinya Thich Quang Duc duduk bersila sambil
melafalkan nama Buddha. Beliau kini dihormati sebagai bodhisattva oleh
umat Buddha di Vietnam.
Saya
menyebut Thich Quang Duc sebagai pahlawan bukan karena Beliau sama-sama
merupakan penganut Agama Buddha. Sama sekali bukan. Kendati Beliau
bukan umat Buddha sekali pun, namun melakukan keberanian yang sama, saya
akan tetap menyebutnya pahlawan. Saya menyebut Beliau sebagai pahlawan
karena berani membela hak azasi manusia, yakni kesetaraan dalam
beragama. Hanya sedikit saja orang yang berani bangkit berdiri melawan
ketidak-adilan. Saya sendiri tidak memiliki keberanian seperti itu. Oleh
karenanya, saya menaruh hormat pada Thich Quang Duc karena saya tidak
memiliki keberanian seperti Beliau.
Di
negara kita dan belahan dunia lainnya, diskriminasi agama dan lain
sebagainya masih marak terjadi. Oleh karenanya, keberanian Thich Quang
Duc ini perlu didengungkan kembali sebagai misi menghapuskan berbagai
bentuk diskriminasi dan penindasan.
Satu
hal lagi yang perlu diteladani Thich Quang Duc hanya mengorbankan
dirinya sendiri. Ia tidak mengajarkan membunuh orang-orang yang memusuhi
agamanya. Ia tidak mengenakan rompi bom bunuh diri dan menghampiri
orang-orang yang menganiaya agamanya. Thich Quang Duc tidak melakukan
hal itu, sehingga kita boleh menyebutnya sebagai aksi damai.
Marilah
kita mengenang kembali kepahlawanan Thich Quang Duc dan berani berkata
"tidak" pada ketidak-adilan, meskipun itu hanya bergaung dalam relung
hati terdalam kita.
Informasi lebih banyak mengenai Thich Quang Duc dapat dibaca di: http://en.wikipedia.org/wiki/Thich_Quang_Duc