BANTUAN YANG DITOLAK
Ivan Taniputera
4 Februari 2014
Beberapa
waktu yang lalu saya mendengar kisah mengenai bantuan yang ditolak oleh
sejumlah pengungsi bencana banjir di salah satu kota besar. Menurut
salah satu sumber disebutkan bahwa mereka tidak menyukai lauk yang
diberikan. Pihak yang memberikan bantuan berupa nasi bungkus merasa
marah dan barangkali berpikir bahwa para pengungsi tersebut tidak tahu
berterima kasih. Konon pakaian yang diberikan sebagai sumbangan juga
tidak dipakai. Banyak orang yang lantas mencela perilaku para pengungsi
itu.
Kita akan mencoba menelaah masalah ini dari berbagai sudut. Mungkin mudah bagi seseorang mencela sesuatu ketimbang memahami.
Namun
marilah kita menganalisa lebih jauh hal itu berdasarkan hati nurani
kita. Marilah menganggap diri kita sebagai pengungsi tersebut.
Orang-orang yang mengungsi pasti mengalami batin yang tertekan. Terpaksa
hidup dalam kondisi yang tidak nyaman. Belum lagi mereka kehilangan
harta benda mereka. Secara ringkas, mereka berada dalam penderitaan.
Karena
berada dalam kondisi yang tidak menyenangkan itulah barangkali makanan
lezat adalah sekedar penghiburan. Oleh karenanya, alangkah baiknya jika
pihak yang berniat memberikan bantuan makanan menanyakan terlebih dahulu
makanan apa yang dikehendaki oleh para pengungsi tersebut. Dengan
demikian, bantuan dapat lebih tepat sasaran. Jika memang tidak
memungkinkan, maka jelaskan secara baik-baik terhadap para pengungsi.
Apabila seseorang hendak memberikan bantuan, maka sebaiknya tanyakan
terlebih dahulu apa yang perlu dibantu.
Alkisah ada
seorang nenek yang menunggu lama di sebuah tempat penyeberangan jalan.
Seorang pemuda yang telah memperhatikan hal itu semenjak lama tanpa
berpikir panjang menyeberangkan nenek tersebut. Namun sesampainya di
seberang nenek itu berkata, "Cu, nenek sebenarnya sedang menunggu cucu
nenek di seberang sana. Tetapi sampai sekarang ia belum datang. Kini
nenek harus menyeberang lagi ke sana." Membantu seseorang tanpa
mengetahui apa yang perlu dibantu dapat membuahkan kekonyolan. Oleh
karenanya, pihak yang berminat membantu perlu mengetahui terlebih dahulu
bantuan apa yang sekiranya bermanfaat. Di sini kita mempelajari bahwa
membantu seseorang pun kita perlu semacam "kepandaian," "ilmu," dan
kebijaksanaan.
Selanjutnya, tindakan membuang
makanan bantuan tersebut adalah semacam protes sosial. Protes terhadap
segenap ketimpangan dan ketidak-adilan yang berada di tengah masyarakat.
Pemerintah hendaknya peka terhadap hal ini dan menyadari bahwa
barangkali tindakan tersebut adalah cara sekelompok masyarakat
menyatakan ketidak-puasannya. Sesungguhnya setiap warga negara berhak
terbebas dari bencana banjir. Tentu saja upaya menghindarkan banjir ini
memerlukan kerja sama yang erat antara pemerintah dan masyarakat.
Masyarakat juga perlu belajar bagaimana menjaga lingkungannya. Banjir
ini hendaknya menjadi semacam proses introspeksi dan pembelajaran
bersama.
Dari pihak pengungsi sendiri hendaknya juga
dapat menghargai niat baik pihak yang memberi sumbangan, entah niat baik
itu tulus atau tidak. Niat baik tetap seyogianya dihargai. Jika tidak
menyukai menunya, maka pihak pengungsi dapat mengungkapkan hal itu
dengan cara yang santun dan tidak membuang makanannya begitu saja. Jika
diberi kritikan, maka pihak pemberi sumbangan makanan hendaknya tidak
tersinggung. Mereka hendaknya menyadari bahwa para pengungsi adalah juga
manusia, yang masih gemar makan enak sebagaimana halnya diri mereka
sendiri. Para pengungsi juga menyadari bahwa pihak pemberi sumbangan dan
relawan adalah juga manusia yang menghendaki sambutan baik serta masih
dapat merasakan kelelahan batin mau pun jasmani.
Apabila terdapat saling menghargai antara kedua belah pihak ini maka dunia akan menjadi indah. Dunia yang dipenuhi penderitaan akan menjadi bagaikan surga, karena sesungguhnya tiada pemberi dan juga tiada penerima. Semuanya adalah tampilan permainan keshunyataan.
Apabila terdapat saling menghargai antara kedua belah pihak ini maka dunia akan menjadi indah. Dunia yang dipenuhi penderitaan akan menjadi bagaikan surga, karena sesungguhnya tiada pemberi dan juga tiada penerima. Semuanya adalah tampilan permainan keshunyataan.
Semoga para relawan dan pengungsi sama-sama diberi ketabahan serta kesabaran.