INI ILMU TENTANG HOKKIE ATAU KEBERUNTUNGAN YANG TIDAK DIAJARKAN DI SEKOLAH
Ivan Taniputera
21 Februari 2014
BUKAN SEKEDAR MOTIVASI!
Ini adalah kelanjutan tulisan saya mengenai hokkie atau keberuntungan, yakni http://sejarahastrologimetafisika.blogspot.com/2014/01/apakah-sumber-keberuntungan-atau-hokkie.html. Para pembaca yang belum pernah membacanya silakan mengunjungi terlebih dahulu laman itu.
Memang benar bahwa ilmu tentang keberuntungan atau hokkie ini tidak pernah diajarkan di sekolah. Memang benar bahwa sekolah dianggap sebagai gudangnya ilmu. Namun sayang sekolah tidak mengajarkan mengenai keberuntungan. Lalu apakah sekolah tidak penting? Bukan demikian halnya. Sekolah memang tidak mengajarkan keberuntungan, namun ilmu yang diperoleh dari sekolah adalah salah satu modal dalam mendapatkan keberuntungan. Walaupun patut diakui bahwa memiliki modal tersebut bukan jaminan Anda beruntung. Tetapi memiliki modal adalah tetap lebih baik ketimbang tidak mempunyai modal sama sekali.
Jadi pada ulasan di atas, jelas sekali kedudukan antara sekolah dan keberuntungan. Kita hendaknya dapat menempatkan sekolah pada posisinya yang benar. Selanjutnya kita dapat melanjutkan pembahasan kita.
Ada orang bertanya, benarkah keberuntungan itu tidak adil? Benar. Dalam kondisi tertentu memang sumber-sumber keberuntungan itu tidak terdistribusi merata. Seolah-olah random. Beberapa ajaran agama mencoba menjelaskan kerandoman atau keacakan tersebut, namun dalam kesempatan kali ini kita tidak membahas mengenai agama. Alih-alih membahas mengenai agama, kita akan belajar lebih banyak mengenai realita keberuntungan itu sendiri.
Kita harus mengakui bahwa keberuntungan itu memang tidak adil. Itu adalah fakta yang harus kita terima.
Pada artikel sebelumnya yang dimuat pada laman di atas, saya telah menyebutkan bahwa salah satu sumber keberuntungan adalah tampilan jasmani. Pada kenyataannya kita tidak dapat memilih wajah kita seperti apa. Sebelum dilahirkan kita tidak dapat memesan seperti apakah wajah kita kelak. Kita tidak memilih seperti apakah tampilan jasmani kita. Jika dapat memilih, maka kita tentu akan memesan wajah dan jasmani yang rupawan. Tetapi kenyataannya tidak demikian. Orang yang punya tampilan jasmani rupawan berpeluang lebih "beruntung" ketimbang yang wajahnya kurang rupawan. Walaupun ini tidak berarti bahwa orang yang wajah serta fisinya tidak rupawan pasti tidak beruntung atau sebaliknya. Di sini kita bicara peluang. Ada peluang besar dan kecil. Jadi, para pembaca perlu memahami baik-baik apa yang saya tuliskan agar tidak salah paham.
Sehubungan dengan faktor keluarga, maka kita juga tidak dapat memilih di keluarga mana kita akan dilahirkan. Orang yang lahir di keluarga makmur sudah tentu akan memiliki peluang lebih besar dalam menggapai kemakmuran. Walaupun juga tidak pasti bahwa anak keluarga kaya, pasti kelak hidupnya akan kaya. Namun sekali lagi kita bicara peluang. Ibaratnya orang yang sudah lahir di keluarga kaya, jika kita boleh memberikan suatu skala garis bilangan, maka skalanya sudah berada di atas 0, atau sudah positif. Tentunya lebih mudah baginya menggapai ke atas dibandingkan dengan seseorang yang skalanya masih di bawah 0 atau minus.
Berdasarkan kedua contoh di atas, maka nampak jelas bahwa memang keberuntungan atau hokkie itu mendatangi manusia secara acak atau random. Kita boleh saja melabeli keacakan atau kerandoman ini sebagai ketidak-adilan. Suka atau tidak suka ini adalah faktanya. Kita tidah bisa menolaknya. Oleh sebab itu, jadilah realistis.
Banyak motivator mengajarkan bahwa kita perlu ulet, rajin, punya komitmen, dan bejibun slogan lainnya. Apakah itu adalah suatu jaminan? Tidak. Banyak motivator hanya menjual slogan dan kata-kata indah. Namun kita tidak perlu kata-kata indah. Dalam pelajaran kali ini, kita tidak berkutat dengan kata-kata indah, melainkan realita. Berani menghadapi realita, itulah yang kita butuhkan dalam pelajaran kita tentang hokkie ini. Banyak orang ulet, tetapi tidak dapat meningkatkan taraf hidupnya. Jadi ulet bukan jaminan bagi keberuntungan. Namun bukan berarti saya mengatakan bahwa ulet, punya komitmen, tidak gampang putus asa, dan rajin itu jelek. Tidak. Itu hanyalah salah satu dari sekian banyak modal keberuntungan.
Baik, sampai di sini saya akan ulangi lagi intisari pelajaran kita di atas, yakni:
PELAJARAN I ARTIKEL INI: Keberuntungan memang tidak adil.
PELAJARAN II ARTIKEL INI: Memiliki modal keberuntungan TIDAK menjamin Anda akan beruntung, namun tetap saja LEBIH BAIK mempunyai modal dibandingkan tidak mempunyai modal.
Kita lanjutkan lagi pelajaran kita. Banyak orang yang tidak sadar bahwa sesungguhnya kekuatan kerja sama itu dapat meningkatkan keberuntungan. Inilah kekuatan saling tolong menolong. Sebagai contoh adalah kesalahan yang sering kita lakukan adalah menggunakan media sosial untuk bergosip, berdebat yang tidak berguna, menjelek-jelekkan orang lain (bahasa Jawa:ngrasani), dan lain sebagainya. Mengapa Anda tidak meluangkan waktu Anda dalam menggunakan media sosial untuk saling menolong. Kita ambil contoh facebook. Mengapa Anda tidak saling share status kawan Anda yang sedang menjual dan membutuhkan sesuatu? Apabila kita bisa saling share maka kekuatannya akan dashyat. Namun kalau Anda hanya berbagi kebencian, maka yang sebarkan hanya kebencian. Kalau Anda gemar menyebarkan gosip, maka yang Anda dapatkan juga hanya gosip.
Salah satu fakta nyata mengapa kita tidak beruntung adalah karena kita saling menjegal. Ibaratnya adalah sekelompok kepiting yang berada dalam wadah. Jika ada yang hendak keluar, maka teman-temannya akan menariknya kembali ke dalam. Apakah Anda mau seperti kepiting-kepiting itu, ataukah Anda mau keluar bersama-sama dengan selamat dari wadah. Sama-sama beruntung,
Baik, pelajaran tentang ilmu keberuntungan atau hokkie untuk hari ini akan kita sudahi dahulu. Marilah kita renungkan bersama.
Share ini jika Anda membutuhkan keberuntungan. Dengan berbagi pelajaran tentang ilmu keberuntungan ini, maka Anda juga akan menuai keberuntungan kelak.
Selamat beruntung dan silakan ikuti pelajaran-pelajaran selanjutnya.
Artikel menarik lainnya silakan kunjungi: https://www.facebook.com/groups/339499392807581/
Memang benar bahwa ilmu tentang keberuntungan atau hokkie ini tidak pernah diajarkan di sekolah. Memang benar bahwa sekolah dianggap sebagai gudangnya ilmu. Namun sayang sekolah tidak mengajarkan mengenai keberuntungan. Lalu apakah sekolah tidak penting? Bukan demikian halnya. Sekolah memang tidak mengajarkan keberuntungan, namun ilmu yang diperoleh dari sekolah adalah salah satu modal dalam mendapatkan keberuntungan. Walaupun patut diakui bahwa memiliki modal tersebut bukan jaminan Anda beruntung. Tetapi memiliki modal adalah tetap lebih baik ketimbang tidak mempunyai modal sama sekali.
Jadi pada ulasan di atas, jelas sekali kedudukan antara sekolah dan keberuntungan. Kita hendaknya dapat menempatkan sekolah pada posisinya yang benar. Selanjutnya kita dapat melanjutkan pembahasan kita.
Ada orang bertanya, benarkah keberuntungan itu tidak adil? Benar. Dalam kondisi tertentu memang sumber-sumber keberuntungan itu tidak terdistribusi merata. Seolah-olah random. Beberapa ajaran agama mencoba menjelaskan kerandoman atau keacakan tersebut, namun dalam kesempatan kali ini kita tidak membahas mengenai agama. Alih-alih membahas mengenai agama, kita akan belajar lebih banyak mengenai realita keberuntungan itu sendiri.
Kita harus mengakui bahwa keberuntungan itu memang tidak adil. Itu adalah fakta yang harus kita terima.
Pada artikel sebelumnya yang dimuat pada laman di atas, saya telah menyebutkan bahwa salah satu sumber keberuntungan adalah tampilan jasmani. Pada kenyataannya kita tidak dapat memilih wajah kita seperti apa. Sebelum dilahirkan kita tidak dapat memesan seperti apakah wajah kita kelak. Kita tidak memilih seperti apakah tampilan jasmani kita. Jika dapat memilih, maka kita tentu akan memesan wajah dan jasmani yang rupawan. Tetapi kenyataannya tidak demikian. Orang yang punya tampilan jasmani rupawan berpeluang lebih "beruntung" ketimbang yang wajahnya kurang rupawan. Walaupun ini tidak berarti bahwa orang yang wajah serta fisinya tidak rupawan pasti tidak beruntung atau sebaliknya. Di sini kita bicara peluang. Ada peluang besar dan kecil. Jadi, para pembaca perlu memahami baik-baik apa yang saya tuliskan agar tidak salah paham.
Sehubungan dengan faktor keluarga, maka kita juga tidak dapat memilih di keluarga mana kita akan dilahirkan. Orang yang lahir di keluarga makmur sudah tentu akan memiliki peluang lebih besar dalam menggapai kemakmuran. Walaupun juga tidak pasti bahwa anak keluarga kaya, pasti kelak hidupnya akan kaya. Namun sekali lagi kita bicara peluang. Ibaratnya orang yang sudah lahir di keluarga kaya, jika kita boleh memberikan suatu skala garis bilangan, maka skalanya sudah berada di atas 0, atau sudah positif. Tentunya lebih mudah baginya menggapai ke atas dibandingkan dengan seseorang yang skalanya masih di bawah 0 atau minus.
Berdasarkan kedua contoh di atas, maka nampak jelas bahwa memang keberuntungan atau hokkie itu mendatangi manusia secara acak atau random. Kita boleh saja melabeli keacakan atau kerandoman ini sebagai ketidak-adilan. Suka atau tidak suka ini adalah faktanya. Kita tidah bisa menolaknya. Oleh sebab itu, jadilah realistis.
Banyak motivator mengajarkan bahwa kita perlu ulet, rajin, punya komitmen, dan bejibun slogan lainnya. Apakah itu adalah suatu jaminan? Tidak. Banyak motivator hanya menjual slogan dan kata-kata indah. Namun kita tidak perlu kata-kata indah. Dalam pelajaran kali ini, kita tidak berkutat dengan kata-kata indah, melainkan realita. Berani menghadapi realita, itulah yang kita butuhkan dalam pelajaran kita tentang hokkie ini. Banyak orang ulet, tetapi tidak dapat meningkatkan taraf hidupnya. Jadi ulet bukan jaminan bagi keberuntungan. Namun bukan berarti saya mengatakan bahwa ulet, punya komitmen, tidak gampang putus asa, dan rajin itu jelek. Tidak. Itu hanyalah salah satu dari sekian banyak modal keberuntungan.
Baik, sampai di sini saya akan ulangi lagi intisari pelajaran kita di atas, yakni:
PELAJARAN I ARTIKEL INI: Keberuntungan memang tidak adil.
PELAJARAN II ARTIKEL INI: Memiliki modal keberuntungan TIDAK menjamin Anda akan beruntung, namun tetap saja LEBIH BAIK mempunyai modal dibandingkan tidak mempunyai modal.
Kita lanjutkan lagi pelajaran kita. Banyak orang yang tidak sadar bahwa sesungguhnya kekuatan kerja sama itu dapat meningkatkan keberuntungan. Inilah kekuatan saling tolong menolong. Sebagai contoh adalah kesalahan yang sering kita lakukan adalah menggunakan media sosial untuk bergosip, berdebat yang tidak berguna, menjelek-jelekkan orang lain (bahasa Jawa:ngrasani), dan lain sebagainya. Mengapa Anda tidak meluangkan waktu Anda dalam menggunakan media sosial untuk saling menolong. Kita ambil contoh facebook. Mengapa Anda tidak saling share status kawan Anda yang sedang menjual dan membutuhkan sesuatu? Apabila kita bisa saling share maka kekuatannya akan dashyat. Namun kalau Anda hanya berbagi kebencian, maka yang sebarkan hanya kebencian. Kalau Anda gemar menyebarkan gosip, maka yang Anda dapatkan juga hanya gosip.
Salah satu fakta nyata mengapa kita tidak beruntung adalah karena kita saling menjegal. Ibaratnya adalah sekelompok kepiting yang berada dalam wadah. Jika ada yang hendak keluar, maka teman-temannya akan menariknya kembali ke dalam. Apakah Anda mau seperti kepiting-kepiting itu, ataukah Anda mau keluar bersama-sama dengan selamat dari wadah. Sama-sama beruntung,
Baik, pelajaran tentang ilmu keberuntungan atau hokkie untuk hari ini akan kita sudahi dahulu. Marilah kita renungkan bersama.
Share ini jika Anda membutuhkan keberuntungan. Dengan berbagi pelajaran tentang ilmu keberuntungan ini, maka Anda juga akan menuai keberuntungan kelak.
Selamat beruntung dan silakan ikuti pelajaran-pelajaran selanjutnya.
Artikel menarik lainnya silakan kunjungi: https://www.facebook.com/groups/339499392807581/