RUMUS HUBUNGAN ANTARA KEBOBROKAN MENTAL, FANATISME, DAN VOLUME OTAK
Ivan Taniputera
26 Februari 2014
Ini rumus baru temuan saya.
Ternyata fanatisme itu berbanding lurus dengan kebobrokan mental seorang. Jadi semakin bobrok mentalnya maka semakin besar fanatismenya. Semakin besar fanatismenya semakin bobrok mentalnya. Orang yang terlampau fanatik biasanya tidak tahu aturan, bertindak seenak sendiri, dan gemar berlindung di balik akun palsu.
Ternyata fanatisme itu berbanding lurus dengan kebobrokan mental seorang. Jadi semakin bobrok mentalnya maka semakin besar fanatismenya. Semakin besar fanatismenya semakin bobrok mentalnya. Orang yang terlampau fanatik biasanya tidak tahu aturan, bertindak seenak sendiri, dan gemar berlindung di balik akun palsu.
Orang yang tidak fanatik justru lebih baik perilakunya. Mereka tahu aturan dan bersikap sopan santun.
Selanjutnya, fanatisme itu berbanding terbalik dengan volume otaknya. Jadi semakin fanatik seseorang, maka semakin kecil pula volume otaknya. Oleh karenanya, orang yang terlalu fanatik juga akan mengacil volume otaknya, bahkan mendekati volume otak simpanse. Ini saya sebut dengan SINDROM SIMPANSE.
Kalau kita berhadapan dengan orang-orang fanatik ini (seperti di beberapa grup agama dunia maya yang tidak jelas), maka teriakan, hujatan, gangguan dan caci maki mereka adalah tak ubahnya seperti suara gaduh simpanse sedang berulah, jadi tidak perlu dipedulikan. Buat apa kita mempedulikan simpanse yang sedang berulah? Jelas mereka bukan tingkatan kita sebagai orang berpendidikan dan terpelajar. Volume otak mereka yang sangat kecil tidak sebanding dengan volume otak kita selaku manusia normal.
Mari transformasikan fanatisme dan pandangan sempit menuju wawasan luas kemanusiaan.
Fanatisme
dan kebodohan akan selalu berselingkuh dan memainkan cinta terlarangnya
secara liar, brutal, berisik, dan berdarah-darah.
Semoga rumus ini bisa memenangkan hadiah Nobel.
CATATAN: Volume otak di sini adalah metafora bagi kemampuan berlogika.