Senin, 19 Februari 2024

JAWABAN PERTANYAAN APAKAH KARMA BERASAL DARI DIRI SENDIRI ATAU WARISAN LELUHUR

JAWABAN PERTANYAAN APAKAH KARMA BERASAL DARI DIRI SENDIRI ATAU WARISAN LELUHUR

.

Ivan Taniputera

19 Februari 2024

.

 

.

Saya baru saja mendapatkan pertanyaan sebagai berikut dari seorang klien: 

"Suhu mohon pencerahannya . Apakah setiap karma ( baik buruk atau baik ). Itu krn perbuatan kita sendiri di masa lampau atau krn ( terbawa ) karma leluhur di atas kita ?"

Ini merupakan pertanyaan yang menarik. Saya akan menjawab pertanyaan ini berdasarkan Agama Buddha, yakni dengan menggali terlebih dahulu apa yang disampaikan Buddha terkait karma. Pertama-tama, kita akan mengutip Dhammapada 165:

"Oleh diri sendiri kejahatan dilakukan, oleh diri sendiri seseorang menjadi suci. Suci atau tidak suci tergantung pada diri sendiri. Tak seseorang pun dapat mensucikan orang lain.

Selanjutnya, kita akan mengutip pula apa yang disampaikan Yang Arya Nagasena dalam Milindapanha

"Tindakan baik dan buruk yang dilakukan seseorang akan senantiasa mengikutinya; laksana bayangan selalu mengikuti tubuh."

Berdasarkan dua kutipan di atas, maka nampak jelas bahwa buah perbuatan seseorang itu akan dituai sendiri oleh orang tersebut. Jadi jawabannya menurut Ajaran Buddha sudah jelas, yakni karma itu berasal dari tindakan yang dilakukan diri sendiri. 

.

Kendati demikian, ada fenomena yang tidak jarang terjadi di tengah masyarakat, bahwa seolah-olah kemalangan atau kebaikan sebagaimana dialami seseorang itu merupakan "warisan" leluhurnya. Sebagai contoh, ada kisah atau riwayat mengenai suatu keluarga yang  berbuat kebaikan, dimana kaum keturunannya selalu hidup sejahtera. Sebaliknya, ada pula kisah atau riwayat mengenai suatu keluarga yang berbuat kejahatan di masa lalu, sehingga keturunannya sering mengalami musibah atau hal-hal buruk. Kisah atau riwayat semacam ini sebenarnya agak sulit diverifikasi kebenarannya. Sebagai pertanyaan, apakah benar seluruh keturunannya hidup sejahtera atau mengalami kemalangan? Kalau kita anggap saja benar, maka apakah segenap kebaikan atau keburukan itu merupakan "warisan" dari leluhurnya? Kasus lain lebih nyata adalah seseorang yang menerima warisan kekayaan dari orang tuanya atau leluhurnya atau seseorang yang hidupnya menjadi sulit sebagai hukuman atas perbuatan yang dilakukan leluhurnya. Sebagai contoh, pada berbagai peradaban kuno, jika seseorang melakukan kesalahan besar pada raja (misalnya menerbitkan pemberontakan), maka seluruh keturunannya akan dieksekusi.

.

Perlu dijelaskan terlebih dahulu bahwa apa yang disebut disebut "warisan" itu adalah sesuatu yang didapatkan dari orang lain (dalam hal ini leluhur) dan bukan merupakan upaya atau  buah perbuatan orang itu sendiri. Jadi, kalau kita kembali pada apa yang diajarkan oleh Buddha, maka karma atau buah perbuatan itu tidak bisa diwariskan serta dialihkan ke orang lain. Apabila demikian halnya, maka bagaimana menjelaskan fenomena sebagaimana disebutkan di atas? Kita akan memaparkan berbagai kemungkinan sebagai berikut.

.

Pertama, apabila ada seseorang yang terlahir di keluarga kaya atau makmur, maka bisa jadi hal itu dikarenakan ada kesamaan frekuensi atau tingkatan energi  dengan keluarga tersebut. Dengan demikian, terjadi kesamaan kualitas karma di sini. Jadi, yang membawa orang itu terlahir di keluarga kaya dan mewarisi kekayaan keluarga adalah tetap karmanya sendiri. Begitu pula orang yang terlahir di keluarga miskin atau bermasalah. Semua itu dapat terjadi karena adanya persamaan kualitas karma. Kedua, bisa jadi yang terlahir dalam sebuah keluarga itu adalah leluhur keluarga itu sendiri. Jadi, ia menuai buah karmanya dengan terlahir di keluarganya sendiri. Sebagai contoh, seorang kakek yang banyak mengumpulkan pahala kebajikan, sehingga keturunannya hidup bahagia, terlahir kembali di tengah keluarga keturunannya yang makmur, dimana  ini juga dimungkinkan karena adanya kesamaan atau kesetaraan kualitas karma. 

Sampai di sini kita sudah menjawab pertanyaan di atas secara jelas. Sebagai penutup, kita akan mengulangi kembali bahwa karma itu berasal dari diri sendiri dan tidak dapat dialihkan atau diwariskan pada orang lain.  Itulah sebabnya, hal ini hendaknya mendorong serta menyemangati kita agar senantiasa menanam benih kebajikan.