Kamis, 21 November 2013

BUKU TENTANG TATACARA PENULISAN BAHASA JAWA DALAM HURUF LATIN

BUKU TENTANG TATACARA PENULISAN BAHASA JAWA DALAM HURUF LATIN

Ivan Taniputera
22 November 2013



Judul: Jogja Sastra Jaikoe Patokan Panoelise Basa Djawa ing Aksara Walanda
Pengarang: L.G. Bertsch, M. Dwidja Sewaja, M. Nirman, P. Penninga, dan R. Tirtadanoedja
Penerbit: G. Kolff & Co., Betawi, 1913
Jumlah halaman: 32
Bahasa: Jawa

Pada bagian sampul buku ini tertera "Patokan Panoelise Basa Djawa ing aksara Welanda," yang artinya adalah "Pedoman Penulisan Bahasa Jawa dalam Aksara Belanda." Tentu saja yang dimaksud dengan Aksara Belanda di sini adalah Aksara Latin. Pada bagian pembukaan tertera sebagai berikut:

"BEBOEKANE"

BASA DJAWA DITOELIS NGANGGO AKSARA WELANDA

Wong ikoe sidji lan sidjine pada preloe mratelakake (nglahirake) apa kang dadi tjiptaning atine. Kang di-enggo serana, kedjaba solah-tingkah, ia ikoe basane. Basa maoe toemrape sidji-sidjining bangsa pada beda-beda."

Terjemahannya adalah sebagai berikut:

"PEMBUKAAN

BAHASA JAWA YANG DITULIS MENGGUNAKAN AKSARA BELANDA

Umat manusia itu masing-masing perlu mengungkapkan isi hatinya. Yang dipergunakan sebagai sarana, selain tindakan atau perbuatan, adalah bahasa. Bahasa itu berbeda-beda pada masing-masing bangsa."

Pada halaman 6 terdapat penjelasan bahwa bahasa Jawa kini dapat ditulis dalam tiga aksara:

"Basa Djawa ikoe ing sa-iki loemrah katoelis nganggo:

a.aksara Djawa,
b.aksara Arab,
sarta wiwit katoelis nganggo
c.aksara Welanda..."

Terjemahannya adalah sebagai berikut:

"Bahasa Jawa itu sekarang umum ditulis dengan:

a.aksara Djawa,
b.aksara Arab,
serta mulai ditulis dengan
c.aksara Welanda..."

Kemudian diulas penjelasan singkat bagi masing-masing aksara tersebut. Sebagai contoh mengenai aksara Jawa disebutkan:

"a.Aksara Djawa ikoe kaleboe toelis-wandan, petjikan saka ing toelis Sanskrit, kang dek bijen diwoelangake dening bangsa Indoe marang wong Djawa, bebarengan karo piwoelang lia-liane ('ndelenga tjaritane ing lajang Adji Saka). Ana ing tanah Djawa kanggone aksara maoe sangsaja lawas toemprap marang basane wong boemi...."

Terjemahannya adalah sebagai berikut:

"Aksara Jawa termasuk aksara berdasarkan bunyi suku kata, berasal dari tulisan Sansekerta, yang pada zaman dahulu diajarkan oleh orang India pada orang Jawa, bersamaan dengan ajaran lain-lainnya (silakan lihat ceritanya dalam kisah Aji Saka). Di tanah Jawa aksara tersebut lama kelamaan diterapkan pada bahasa setempat...."

Pada halaman 9 disebutkan mengenai penyerapan kata-kata dari bahasa asing:

"Toer wong Djawa ikoe, jen arep madjoe, ora kena ora, koedoe ngangggo temboeng mantja. Kang mengkono wis toemindak, wong Djawa sa-iki wis akeh panganggone temboeng Welanda serta temboeng Arab, jaikoe saben-saben woewoeh pangerti anjar, ia woewoeh temboenge mantja.

Nganggo temboeng mantja maoe doedoe kanistan; saben bangsa ia sok nganggo temboeng mantja, nanging jen ing basane dewe ana temboenge, njilih temboeng ikoe koerang prajoga."

Terjemahannya adalah sebagai berikut:

"Maka orang Jawa jika ingin maju, tidak dapat tidak, harus menggunakan kata dari bahasa asing. Hal yang seperti itu telah berlaku, orang Jawa sekarang banyak menggunakan kata-kata dari bahasa Belanda dan Arab, yaitu setiap menjumpai pengertian baru, menggunakan kata-kata bahasa asing.

Menggunakan kata-kata dari bahasa asing itu bukanlah sesuatu yang hina; setiap bangsa pernah menggunakan kalimat dari bahasa asing, namun jika dalam bahasanya sendiri sudah ada kata yang mewakilinya, meminjam kata bahasa asing adalah sesuatu kurang tepat."

Lebih jauh lagi, pada halaman 14 disebutkan bahwa penggunaan huruf o dalam penulisan bahasa Jawa adalah kurang tepat:

"o oega ora prajoga, sabab wong-wong bandjoer pada kelantoer panoelise, oepama:

Gondokoesoemo, benere Gandakoesoema;
Diponegoro, benere Dipanegara;
Soerowidjojo, benere Soerawidjaja.

Jadi yang benar adalah dengan menggunakan huruf a, seperti contoh-contoh di atas.

Buku ini sangat bermanfaat bagi para guru dan peminat bahasa Jawa.

Berminat foto kopi hubungi ivan_taniputera@yahoo.com.