UNIKNYA KARMA: HUBUNGAN ANAK SEORANG TEMAN DENGAN DEWA USIA (NANJI LAOREN)
Ivan Taniputera
11 Januari 2014
Artikel
ini dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa seorang penekun metafisika
harus melatih intuisi atau kekuatan batinnya, sehingga dapat memberikan
saran yang lebih tepat. Tidak cukup hanya dari membaca buku atau teori
semata. Sayangnya dewasa ini di dunia metafisika banyak yang saling
meremehkan dan berdebat berdasarkan teori yang dimiliki masing-masing.
Mereka menganggap teorinya paling hebat dan merendahkan penekun lainnya.
Padahal, teori itu hanya awal atau pintu gerbang memasuki metafisika.
Orang yang melekat pada teori, berarti hanya berdiri saja di pintu
gerbang tanpa melangkah lebih jauh guna menikmati keagungan harta pusaka
metafisika. Selain teori, kita perlu memiliki kemampuan mengakses arus
Kebenaran Semesta. Sebelum mengawali pembahasan, saya mengajak para
pembaca agar mencermati artikel ini dengan wawasan luas dan meninggalkan
segenap pandangan sempit. Barulah dengan demikian, kita dapat mencerna
kebenaran yang terkandung di dalamnya.
Malam ini,
saya baru saja berbincang-bincang dengan seorang teman mengenai anaknya.
Kebetulan pada Midheaven diagram kelahiran astrologisnya, terdapat
planet-planet besar spiritual. Oleh karenanya, anak ini kelak dapat
menjadi penekun spiritualisme. Tiba-tiba saya mendapatkan penglihatan
dalam batin mengenai suatu sosok berjanggut putih serta memegang tongkat
dan buah persik. Ternyata Beliau adalah Dewa Usia dalam tradisi China,
yang dikenal sebagai Nanji Laoren (ๅๆ่ไบบ) atau Shouxing.
Saya
lalu mengatakan bahwa anaknya memiliki jalinan karma istimewa dengan
Nanji Laoren. Saya menambahkan bahwa dahulu semasa masih kecil, anak itu
pasti memperlihatkan adanya jalinan karma tersebut. Teman saya lantas
menceritakan bahwa dahulu ia pernah bermimpi dipeluk oleh sosok dengan
janggut putih yang lembut. Setelah itu, ia hamil dan melahirkan anaknya
tersebut. Pada kesempatan lainnya, ia pernah bermimpi menunggu di
sebuah gerbang yang terdapat kepala naga keemasan. Saat itu, ia juga
melihat dan berbicara dengan seorang sosok berjanggut putih. Ia lantas
menyaksikan anaknya membawa piring berisi lima buah persik yang besar
dan berwarna merah. Saat hendak masuk ke gerbang, ia mengajak anaknya
pulang.
Dengan demikian, pengalaman ini ternyata
sangat sesuai dengan penglihatan dalam batin saya. Lima buah persik itu
saya tafsirkan bahwa kelak ia akan memiliki kesempatan menyelamatkan
lima orang dalam hidupnya.
Pengalaman saya hari
ini membuktikan bahwa bagaimana pun juga kita jangan bangga dan melekat
pada teori. Yang penting bagi seorang penekun metafisika adalah melatih
kepekaan batinnya, sehingga dapat memperoleh mata kebijaksanaan lebih
tinggi. Tidak perlu berdebat mengenai teori siapa yang paling hebat.
Kita semua masih merupakan penggembara di jagad raya yang luas tak
terbatas ini. Semoga dapat menaburkan manfaat bagi kita semua.
Untuk artikel-artikel menarik lainnya silakan kunjungi https://www.facebook.com/groups/339499392807581/