Senin, 02 Juni 2014

HARTA PUSAKA YANG LUAR BIASA: BUNDEL MAJALAH MOESTIKA DHARMA TAHUN I - TAHUN 10

HARTA PUSAKA YANG LUAR BIASA: BUNDEL MAJALAH MOESTIKA DHARMA TAHUN I - TAHUN 10

Ivan Taniputera
2 Juni 2014








Merupakan bundel majalan Moestika Dharma dari tahun 1932-1941. Tebal masing-masing bundel rata-rata 2 cm.  Isinya mengenai keagamaan, sejarah, filsafat, dan lain sebagainya; terutama yang ada kaitannya dengan ajaran Tridharma (Buddha, Dao, dan Konghucu). Meskipun demikian, juga terdapat pula uraian mengenai ajaran agama lainnya. Sebagai contoh adalah serial uraian Bhagavadgita oleh Kwee Tek Hoay dan ajaran Krishnamurti.  Ini merupakan harta pusaka yang sangat berharga.

Pada edisi pertama no. 1 taon ka 1, April 1932 terdapat uraian mengenai sejarah berdirinya Moestika Dharma:

"Pada tanggal 2 Augustus taon jang laloe, dalem gedong Khong Kauw Hwe di Solo ada dibikin pertemoean antara bebrapa pamoeka Khong Kauw dan Theosoof Tionghoa dari Djawa Wetan, Tengah dan Koelon, aken meroendingken soeal agama dari bangsa Tionghoa, dalem mana ada dibitjaraken djoega atoeran dan oepatjara jang bersifat sebagi kias atawa sijmbolisch, jang masih blom kataoean atawa toedjoeannja jang aseli, hingga kabanjakan orang tjoemah mengikoetin dengen memboeta pada koelit atawa bagian loearnja jang sringkali kaliatan tida berarti apa-apa. Lantaran tida mengenal pada toedjoean atawa maksode jang ada tersemboeni di sablah dalem, bertambah poela kerna pengaroehnja djeman sekarang jang menoedjoe ka djoeroesan materialistisch, maka boekan sedikit orang jang lantes tarik poetoesan bahoea itoe semoea atoeran dan oepatjara boekan sadja tida perloe, tapi djoega ada bodo dan tachajoel, hingga kaloe bisa lebih lekas disingkirken ada lebih baek....."

Oleh karena itu, tujuan pendirian majalan Moestika Dharma adalah memaparkan pemahaman yang benar mengenai agama, tradisi, dan adat istiadat Tionghoa.

Selanjutnya pada Moestika Dharma no.3 taon ka 1, Juni 1932, memuat mengenai perempuan Tionghoa dan agama, yang merupakan artikel karya Nyonya Tjoa Hin Hoe, Soerabaja, halaman 100:

"Dalem segala pergerakan apa sadja di ini doenia, tida aken bisa mendjadi rame dan madjoe kapan kaoem prampoean tida ambil bagian. Sebab Natuur soeda moestiken adanja Im dan Yang, begitoe djadi dimana ada lelaki, haroes djoega terdapet orang prampoean boeat djadi imbangan. Begitoelah dari djeman doeloe sekali, kaoem prampoean soeda mengambil kadoedoekan jang boekan ketjil; dalem politiek sociaal agama, dan roemah tangga...."

Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan sudah adanya peranan dan emansipasi kaum perempuan Tionghoa.

Di nomor yang sama, halaman 113, terdapat ajaran Mengzi (Beng Tjoe atau Mencius) mengenai bagaimana seorang raja berlaku terhadap musuhnya yang kuat:

"Hertog Wen dari negri Teng (Teng Boen Kong) menanja pada Beng Tjoe begini:

"Teng ada satoe keradja'ann ketjil. Meski akoe soedah berboeat sabrapa bisa aken menjenangken hatinja negri-negri besar jang berdampingan, kita tida djoeba bisa terloepoet dari ganggoean. Haloean apakah akoe haroes ambil soepaja negrikoe tinggal slamet?"

Beng Tjoe mendjawab:-

"Di djeman doeloe, waktoe Radja Tay (kake mojangnja Radja Boen Ong) berdiam di negri Pin, itoe bangsa-bangsa biadab di sablah oetara selaloe lakoeken peperangan ka itoe negri. Radja Tay tjoba membri kapoeasan pada marika dengen hadiaken soetra dan koelit binatang, tapi ia masih teroes diganggoe. Ia briken bingkisan beroepa andjing dan koeda, djoega masih teroes dapet ganggoean...."

Mengzi menawarkan dua hal, yakni:

1.Menyingkir dari negeri tersebut bersama rakyatnya guna membangun negeri baru.
2.Mempertahankan mati-matian negeri warisan leluhurnya tersebut.

Pada Moestika Dharma nomor 9 taon ka-1, December 1932, halaman 309 dipaparkan mengenai asal muasal berkembangnya Agama Protestant di Indonesia, karya Pouw Kioe An:

"Di Indramajoe itoe waktoe soedah ada orang-orang jang anoet Protestant dan pada taon 1865 ada toedjoeh orang jang dipermandikan (doop). Ini djema'at Kristen sebagian besar terdiri dari orang-orang Tionghoa.

Pada tanggal 27 September 1868 pendita Dijkstra di Cheribon telah kasih permandian soetji pada orang-orang Indonesier pertama jang masoek agama Protestant...."

Selanjutnya terdapat pula kisah-kisah mengenai hantu, sebagian contoh di Moestika Dharma no.6 taon ka 1, September 1932, halaman 224, karya Kwee Tek Hoay (K.T.H.):

"Kampoeng Goesti, Mangga Doea, dan Djembatan Merah ada tempat-tempat jang seram boeat orang jang djalan malem disitoe. Doeloean banjak orang pertjaja di itoe tempat-tempat ada iblis jang djalan malem, hingga banjak orang takoet liwat di sitoe kaloe di waktoe malam. Orang tentoe masih ada jang inget bagimanana ada toekang deeleman jang tjerita moeat prampoean bagoes, tapi waktoe sampe di Mangga Doea itoe prampoean mendadak ilang....."

Pada edisi lainnya terhadap rumah bekas pembunuhan yang menjadi berhantu.

Berikut ini adalah contoh-contoh halamannya.











Berminat foto kopi segera hubungi ivan_taniputera@yahoo.com.