Sabtu, 21 Juni 2014

KENANGAN MASA LALU: MERAYAKAN IMLEK-SUATU PERLAWANAN PASIF

KENANGAN MASA LALU: MERAYAKAN IMLEK-SUATU PERLAWANAN PASIF

Ivan Taniputera
21 Juni 2014




Sore ini, saya bermaksud menuliskan mengenai perayaan Tahun Baru Imlek di zaman Orba berdasarkan pengalaman saya sendiri. Pada masa itu, merayakan Tahun Baru Imlek tidak seperti sekarang. Tahun Baru Imlek bukan hari libur, sehingga siswa harus masuk. Suatu kali guru kelas saya mengatakan bahwa siswa yang membolos saat Tahun Baru Imlek, maka namanya akan dicatat dan dilaporkan. Dilaporkan kepada siapa, saya tidak jelas. Namun yang pasti ada semacam nuansa intimidasi bahwa kami selaku siswa tidak boleh membolos. Apakah itu ada hubungannya dengan kriteria kenaikan kelas? Saya tidak jelas.

Meskipun demikian, guru-guru di sekolah kami melakukan perlawanan pasif terhadap kebijakan tersebut. Lalu bagaimanakah yang dimaksud perlawanan pasif itu? Biasanya saat Tahun Baru Imlek, maka sekolah kami tidak mengadakan pelajaran. Para siswa diizinkan bersantai saja dalam kelas. Mereka boleh juga membawa makanan untuk dimakan bersama-sama dalam kelas. Selanjutnya, jam 10 siang sudah diperkenankan pulang. Jadi, kami tetap bersekolah seperti biasa, tetapi tidak ada pelajaran. Dengan demikian, suasana Imlek tetap terasa, tetapi sesuai dengan instruksi "dari atas" kami tetap bersekolah.


Demikian, sedikit kenangan masa lampau terkait perayaan Tahun Baru Imlek semasa Orde Baru.