Minggu, 10 Juni 2018

MEMILIH PEMIMPIN LAMA DAN BARU DI SEBUAH NEGERI ANTAH BERANTAH

MEMILIH PEMIMPIN LAMA DAN BARU DI SEBUAH NEGERI ANTAH BERANTAH.
.
Ivan Taniputera.
6 Mei 2018.
.



CATATAN: Kisah ini adalah sepenuhnya fiksi. Kemiripan nama dan jalan cerita hanyalah sepenuhnya kebetulan.
.
Dalam perjalanan saya mengunjungi sebuah negeri antah berantah tibalah saya di sebuah kota kecil. Karena hari telah menjelang senja singgahlah saya di sebuah kedai kopi. Saya juga hendak menanyakan di mana saya dapat bermalam di kota kecil tersebut sebelum meneruskan perjalanan menikmati keindahan hutan Amazonias keesokan harinya. Segera saya mencari meja yang kosong, karena sore itu kedai cukup penuh. Kebetulan saya mendapatkan meja kosong di dekat tiga orang yang sedang menikmati kopi pesanannya. Dua orang usianya masih agak muda; sedangkan satu lagi sudah lanjut usia dan mengenakan kaca mata. Karena jarak yang berdekatan saya dapat mendengar obrolan mereka dengan baik. Belakangan saya mengetahui bahwa kedua orang muda itu masing-masing bernama Sanchez dan Ramirez. Sementara orang tua itu mereka panggil Pak Tua Bijaksana.
.
Saya juga baru mengetahui bahwa tahun depan negeri itu akan memilih pemimpin baru mereka. Di Negeri Antah Berantah itu pemilihan pemimpin dilakukan setiap beberapa tahun sekali dan kebetulan tahun depan memang merupakan saat diselenggarakannya ajang pemilihan pemimpin baru. Seorang pemimpin yang sudah atau sedang menjabat dapat dipilih kembali. Demikianlah yang saya baca dari buku petunjuk wisata Negeri Antah Berantah.
.
Orang yang pada akhirnya saya ketahui bernama Sanchez memulai pembicaraan, “Pokoknya tahun depan pemimpinnya harus yang sekarang menjabat!”
.
Orang muda satunya yang dipanggil Ramirez nampak tidak mau kalah. Ia berkata, “Pokoknya tahun depan pemimpinnya harus yang baru!.”
.
Sanchez: “Yang lama!!!”
Ramirez: “Yang baru!!!”
.
Hampir saja mereka saling menggebrak meja. Dari percakapan mereka nampak jelas bahwa Sanchez merupakan pedukung pemimpin lama. Sebaliknya Ramirez menginginkan pemimpin baru. Saya kemudian mengetahui bahwa pemimpin lama, tahun depan hampir dipastikan akan mencalonkan diri kembali.
.
Tiba-tiba bapak tua yang menyertai mereka dan dari tadi diam saja berdehem dan mulai berbicara, “Bukankah tujuan kita kemari adalah menikmati lezatnya kopi kedai ini dan sejuknya udara sore? Apakah tujuan kita kemari untuk bertengkar?”
.
Sanchez dan Ramirez serentak berkata, “Bagaimana pendapat Pak Tua Bijaksana?”
.
Bapak tua yang dipanggil Pak Tua Bijaksana itu menjawab, “Bagaimanapun juga kita saat ini belum mengetahui siapakah saingan pemimpin lama yang hendak mencalonkan diri kembali tersebut. Apakah kalian sudah mengetahui siapakah calon pemimpin lainnya?”
.
Sanchez dan Ramirez menggelengkan kepalanya.
.
Pak Tua Bijaksana melanjutkan, “Kalau begitu untuk apa kalian bertengkar? Masih terlalu dini untuk menyatakan pilihan kalian. Jika apa saja yang dapat dipilih belum diketahui secara pasti, untuk apa kalian bersitegang masalah pilihan? Bukanlah itu berarti kalian meributkan sesuatu yang belum jelas? Apalagi sampai merusak suasana minum kopi yang menyenangkan ini.”
.
Mereka bertiga kemudian menghirup kopi masing-masing yang masih sedikit mengepulkan asap. Para pengunjung lain tidak mempedulikan percakapan mereka bertiga.
.
Pak Tua Bijaksana melanjutkan kembali perkataannya, “Aku akan memberikan sebuah analogi. Misalkan aku akan memberikan hadiah pada kalian tahun depan. Pilihan hadiahnya ada dua, namun salah satu akan kukatakan sekarang; yakni mobil. Sedangkan satu lagi belum mau kukatakan sekarang. Aku baru mau mengatakannya tahun depan saat ajang pemberian hadiah dibuka. Kalian belum mengetahui pilihan hadiahnya yang satu lagi. Lalu ada orang yang berkata bahwa ia mau mobil saja. Yang lain berkata bahwa ia tidak mau mobil. Nah, kemungkinannya ada dua. Bila ternyata hadiahnya yang satu adalah pesawat terbang, maka yang pertama akan kecewa. Ternyata ada hadiah yang jauh lebih baik, yakni pesawat terbang; padahal ia sudah memilih mobil. Namun jika ternyata hadiahnya yang satu adalah sepeda, maka orang kedua akan kecewa, karena ia sudah menolak mobil; sehingga harus menerima pilihan hadiah yang jauh lebih buruk. Tentunya dengan asumsi bahwa mereka masing-masing tidak boleh menjilat ludahnya sendiri.
.
Bapak tua itu berhenti sebentar untuk membetulkan letak kaca matanya dan menghirup kopi di cangkirnya. Kopi itu tentunya sudah agak dingin.
.
Ia melanjutkan lagi ucapannya, “Begitu pula dengan memilih pemimpin baru. Kita juga belum tahu apakah pada tahun depan ada calon lain yang lebih baik atau tidak. Terlalu dini untuk membicarakan hal tersebut. Aku sendiri netral. Jika ada calon yang sanggup membuktikan dirinya lebih baik, mengapa aku tidak memilihnya? Kita harus memilih pemimpin terbaik bagi Negeri Antah Berantah yang kita cintai ini. Bukankah demikian, Nak Sanchez dan Ramirez?”
.
Sanchez dan Ramirez mengangguk setuju.
.
Pak Tua Bijaksana berkata lagi, “Dari pada bertengkar, lebih baik masing-masing pihak berupaya memunculkan calon terbaiknya, khususnya yang menginginkan pergantian pemimpin tahun depan. Lebih baik munculkan konsep-konsep apa yang hendak mereka wujudkan bila terpilih kelak. Pemimpin lama lebih baik melakukan penilaian terhadap apa yang telah dikerjakan selama masa pemerintahannya. Coba ciptakan program-program yang lebih baik lagi. Apa yang keliru dan kurang baik hendaknya diperbaiki di masa mendatang. Seorang pemimpin tidaklah luput dari kesalahan dan kekurangan, tetapi pemimpin yang baik bersedia mengakui kesalahannya, meminta maaf, serta memperbaikinya di masa mendatang. Dengan demikian, masing-masing calon dapat saling beradu konsep. Sementara itu, para pendukung masing-masing calon juga jangan saling bertengkar apalagi bermusuhan. Tiap orang bebas menentukan pilihannya masing-masing. Mari kita pilih pemimpin yang terbaik. Tidak perlu terpaku pada satu sosok, melainkan pada program dan konsepnya bagi negara kita.
.
Mereka kemudian menghabiskan sisa kopi yang ada di cangkir masing-masing.
.
Pak Tua Bijaksana berkata, “Tak terasa sekarang sudah hampir gelap. Jam telah menunjukkan pukul tujuh malam. Aku hendak pulang dulu ke rumahku.”
.
Sanchez dan Ramirez juga hendak pulang ke rumah mereka masing-masing. Demikianlah, mereka bertiga beranjak meninggalkan meja dan menuju kasir.
.
Saya tiba-tiba teringat mengenai rumah penginapan yang saya perlukan malam itu. Saya juga bangkit berdiri ke meja kasir untuk membayar dan menanyakan letak rumah penginapan terdekat. Besok saya masih harus melanjutkan perjalanan saya. Demikianlah, sedikit pengalaman saya di kedai kopi Negeri Antah Berantah.