Selasa, 15 April 2014

EMPAT JALAN MENUJU KESUCIAN

EMPAT JALAN MENUJU KESUCIAN

Ivan Taniputera
15 April 2014




Di muka bumi banyak terdapat jalan spiritual. Masing-masing menyatakan dirinya sebagai jalan menuju Kesucian atau Kebenaran. Semua tradisi atau jalan spiritual tersebut nampak berbeda-beda, tetapi sesungguhnya kita dapat meringkas semuanya itu menjadi empat jalan saja. Pada kesempatan kali ini, kita akan mempelajari keempat jalan tersebut.

Jalan pertama adalah JNANA YOGA. Jalan ini membawa manusia menuju Kesucian atau Kebenaran melalui kebijaksanaan atau pemahaman. Manusia yang menapaki jalan ini menelaah berbagai khazanah pengetahuan, teori atau ajaran, sebagai wahana menuju Kebijaksanaan, Kebenaran atau Kesucian Sejati. Kita pernah mendengar di zaman dahulu banyak Suciwan yang memiliki tingkat kebijaksanaan tinggi. Mereka sanggup menulis berbagai kitab atau buku yang masih dipelajari oleh beribu-ribu atau bahkan berjuta-juta umat manusia di masa sekarang. Buku-buku tersebut dihargai dan dijadikan bahan renungan serta penelaahan agar para penganutnya dapat merealisasi Kebijaksanaan, Kesucian, dan Kebenaran yang sama dengan para Guru atau Suciwan pencetus ajaran tersebut.

Namun apakah di zaman sekarang jalan ini masih efektif? Kebijaksanaan dan Pengetahuan umat manusia di zaman Besi ini telah demikian tercemar. Pengetahuan tidak lagi menjadi alat mencapai Kesucian atau Kebenaran, melainkan telah menjadi sarana menindas dan memusnahkan manusia beserta makhluk lain. Auschwitz, Sachsenhausen, Treblinka, Sobibor, dan lain sebagainya merupakan saksi bagi hal ini. Gerbong-gerbong kematian mengalir menuju tempat pemusnahan masal. Terorisme dan kekejaman dengan skala yang semakin canggih menjadi bukti betapa tercemarnya pengetahuan dan kebijaksanaan umat manusia. Ilmu pengetahuan dijadikan wahana memperalat dan menindas bangsa lain, melalui suatu sistim yang korup dan kejam. Pencemaran lingkungan dan makin mengerikannya senjata pemusnah masal adalah bukti lainnya.

Siapakah pada zaman sekarang yang merasa dirinya bijaksana? Ingat ini adalah pertanyaan untuk DIRI ANDA SENDIRI, bukan orang lain. Jadi jawablah pertanyaan ini bagi diri Anda sendiri. TidaK perlu menoleh ke kiri atau ke kanan. Jangan mencoba menjawabnya untuk orang lain. Saya sendiri dengan tegas mengakui bahwa saya sama sekali tidak bijaksana. Jadi jangan mengharapkan kebijaksanaan dari saya.

Jalan kedua adalah KARMA YOGA. Jalan ini membawa manusia menuju Kesucian atau Kebenaran melalui perbuatan baik atau amal. Kisah-kisah spiritual di zaman dahulu memperlihatkan pada kita berbagai tokoh suci masa lampau yang mengorbankan segenap hidupnya demi berbuat kebaikan secara tulus. Sebagai contoh adalah seorang pangeran yang memberikan tubuhnya sebagai makanan harimau kelaparan. Kisah-kisah tersebut memang mengharukan dan pada zaman sekarang ada beberapa orang yang nampaknya masih sanggup melaksanakannya, walaupun kita tidak mengetahui secara pasti apa motivasi mereka. Namun kita tetap menghargai kebajikan yang telah dilakukan orang tersebut. 

Lalu apakah di zaman sekarang Karma Yoga masih efektif? Nabi Yesaya mengatakan: "Demikianlah kami sekalian seperti seorang najis dan segala kesalehan kami seperti kain kotor.” (Yesaya 64:6)." Siapakah di antara kita yang berani mengatakan bahwa kita telah melakukan kebajikan secara tulus? Ingat ini pertanyaan untuk diri Anda sendiri. Jangan menoleh ke kiri atau ke kanan. Jangan menunjuk ke kiri atau ke kanan. Jawablah untuk DIRI ANDA SENDIRI. Kalau Anda bisa melakukannya, maka itu bagus sekali. Saya pribadi tidak dapat melakukannya. Jadi jangan mengharapkan ketulusan murni dari segenap perbuatan bajik yang saya lakukan. Segenap kebajikan yang saya lakukan tidak lebih dari sehelai KAIN KOTOR.

Jalan ketiga adalah RAJA YOGA. Jalan ini membawa manusia menuju Kesucian atau Kebenaran melalui pemusatan pikiran samadi. Kita mungkin pernah membaca riwayat para pakar meditasi yang hebat pada pustaka-pustaka keagamaan. Teori-teori meditasi yang mereka kembangkan masih dipelajari oleh banyak orang di zaman sekarang. Mereka berharap agar dapat mencapai realisasi sama dengan para pencetus metoda meditasi tersebut.

Namun apakah jalan ini masih efektif? Pada zaman Besi ini pemikiran manusia mudah mengalami kekacauan dan distorsi. Orang mungkin sanggup bermeditasi sejam, dua jam, enam jam, delapan jam, sehari, dan seterusnya, namun bagaimanakah kehidupannya setelah itu. Apakah meditasi itu membawa perubahan batin baginya? Apakah meditasi itu justru memperkuat sang "aku" atau egonya? Ini adalah pertanyaan bagi diri kita sendiri. Jangan menoleh ke kiri atau kanan untuk menjawabnya. Jika Anda merasa meditasi Anda sudah baik, maka itu bagus. Saya pribadi mengakui bahwa meditasi saya kacau balau. Ego atau ke"aku" an saya masih kuat.

Kini tinggal tersisa jalan keempat atau terakhir, yakni BAKTI YOGA. Jalan ini kerap diremehkan orang. Banyak orang menganggap jalan ini hanya cocok bagi orang bodoh. Bakti Yoga berarti menjalankan devosi penuh pada suatu SOSOK SUCI. Anda boleh menyebutnya apa saja: Istadevata, Yidam, Dewa, Hyang, dan lain-lain. Sebutan atau nama tidaklah penting di sini. Orang bijaksana menyebutnya dengan berbagai nama. Devosi itu berarti penyerahan diri sepenuhnya pada Sosok Suci tersebut. Penyerahan diri ini mencakup rasa rendah hati, percaya, dan mengasihi. Bakti Yoga tidak perlu intelektualitas. Sepintas memang mudah, namun sesungguhnya tidak demikian halnya. Bakti Yoga berarti menerima dengan penuh kerelaan bahwa jika Istadevata menghendaki Anda hidup, maka Anda hidup; Istadevata menghendaki Anda mati, maka Anda mati. Jika Istadevata menghendaki Anda makan, maka Anda makan. Jika Istadevata menghendaki Anda kelaparan, maka Anda kelaparan. Merenungkan dengan sepenuh hati Istadevata dan melafalkan namanya. Sebagai contoh adalah sewaktu Anda merenungkan dan melafalkan nama Amitabha, Avalokitesvara, Tara, Krishna, Siva, Buddha, dan lain sebagainya.

Jalan ini memang tidak mudah. Namun nampaknya jalan inilah yang paling cocok bagi umat manusia di zaman sekarang guna mengikis kekotoran batinnya sehingga sanggup mencecap sedikit Kesucian atau secercah Kebenaran. Seseorang perlu dengan rendah hati mengakui bahwa dirinya belum sempurna, namun Sosok Suci akan tetap mengasihinya dan mengampuni segenap kesalahannya. Seseorang hanya perlu mengakui ketidak-sempurnaannya. Jika Anda sombong, maka itu berarti mengurangi rasa bakti pada Sosok Suci. Oleh karenanya, praktik Bakti Yoga yang benar dapat mengikis rasa sombong dan tinggi hati. Karena Anda dicintai dan dikasihi oleh Sosok Suci, maka Anda juga mencoba mencintai serta mengasihi orang lain.

Bakti yang sejati bukanlah fanatisme. Jika seseorang mulai fanatik dan berusaha menghancurkan penganut Sosok Suci lainnya atau berbeda namaNya dengan Sosok Suci yang diyakini orang tersebut, maka itu sesungguhnya merupakan permainan pikiran intelektual tercemarnya. Pikiran intelektual di sini sebenarnya adalah ranah Jnana Yoga. Anda berpikir bahwa Sosok Suci yang Anda yakini adalah Sosok Suci terbaik. Memang benar, dalam membangkitkan bakti Anda perlu yakin bahwa diriNya terbaik bagi Anda. Namun itu hanya terbatas bagi diri Anda sendiri saja. Anda tidak perlu memaksa orang lain berbakti pada Sosok Suci yang sama dengan Anda. Anda tidak perlu mengkritisi atau membenci Sosok Suci lain. Benci itu tidak ada hubungannya dengan Bakti Yoga. Jika Anda yakin bahwa Sosok Suci Anda adalah pengasih, mungkinkah ada benci dalam diriNya? Pikiran salah akan membawa Anda memaksa atau mempertobatkan orang lain agar berbakti pada Sosok Suci yang sama dengan Anda. Oleh karena itu, kita harus senantiasa mewaspadai gerak pikiran yang liar. Hal ini pulalah yang menjadi alasan mengapa Jnana Yoga tidak dapat diandalkan oleh sebagian umat manusia di zaman sekarang.

Sebenarnya kita juga dapat pula menerapkan keempat yoga ini sekaligus. Namun kita memerlukan kepiawaian. Satu pertanyaan kembali yang perlu direnungkan adalah, apakah Anda cukup piawai? 

Sekian renungan hari ini. Semoga bemanfaat.

MENUJU SPIRITUALISME TANPA SEKAT DAN TANPA BATAS