MERENUNGKAN MAKNA ALTAR
.
18 Desember 2016
Ivan Taniputera.
.
.
Pada kesempatan kali ini kita membahas mengenai makna altar. Yang Arya Dogen Zenji (道元禅師, 1200-1253), seorang mahaguru aliran Zen menyatakan bahwa membangun altar adalah menumpuk stupa di atas stupa guna menciptakan stupa. Dengan kata lain, ia adalah menyusun Buddha di atas Buddha, demi menghadirkan sesosok Buddha. Ada pun yang dimaksud menghadirkan sesosok Buddha adalah merealisasi Kebuddhaan. Dalam hal ini, membangun altar adalah suatu latihan spiritual. Oleh karenanya, membangun altar harus disertai dengan latihan spiritual, yakni pemurnian, pengorbanan, dan disiplin. Tanpa latihan spiritual, maka manfaat yang diperoleh akan kecil. Namun semakin kuat disiplin spiritual, pemusatan pikiran, dan kebijaksanaan dapat direalisasi, semakin kuat pula perubahan energi kebiasaan kita. Bersamaan dengan itu, altar juga akan semakin kuat dan mantap kekuatannya. Lebih jauh lagi, dari sisi Kebenaran Pamungkas (paramartha), altar yang kasat mata itu pun tidak mempunyai hakikat nyata serta bertahan selamanya. Itulah sebabnya, altar dikatakan sebagai semata-mata perwujudan pikiran. Keberadaan dan waktu hanya hadir dalam pikiran.
.
Menyusun altar juga berarti menyusun mandala, yakni model kosmologi alam semesta; baik itu menurut Daoisme, Buddhisme, atau kepercayaan lainnya. Sebagai contoh, dalam Daoisme, altar pasti berisikan simbolisme lima unsur atau elemen; yakni Api, Tanah, Logam, Air, dan Kayu. Sementara itu, dalam Buddhisme khususnya aliran Tantrayana, elemennya adalah: Angkasa, Angin, Api, Air, dan Tanah. Menurut Daoisme; elemen Api berwarna merah; elemen Tanah berwarna kuning; elemen Logam berwarna putih; elemen Air bewarna hitam; dan Kayu berwarna Hijau. Dalam Buddhisme, elemen Akasa bewarna Biru; elemen Angin berwarna hitam; elemen Api berwarna merah; elemen Air berwarna putih; elemen Tanah bewarna kuning. Terdapat persamaan dan perbedaan di sini. Tetapi perbedaan bukanlah masalah, karena intinya adalah sama, yakni menyusun model alam semesta; dimana alam semesta diyakini tersusun dari elemen-elemen tersebut.
.
Lebih jauh lagi, karena merupakan susunan model alam semesta, maka altar juga terkait dengan perbintangan. Sebagai contoh adalah rasi bintang Beruang Besar, yang di China dikenal sebagai Gantang Utara ( 北斗 Beidou). Gugusan bintang ini merupakan sesuatu yang penting dalam tradisi Daoisme dan Buddhisme. Bahkan titik tetap selaku sumbu putar Gantang Utara disebut sebagai “Gerbang Kehidupan” menurut tradisi Daoisme. Segenap kekuatan gaib atau magis diyakini mengalir dari gugusan bintang tersebut. Selanjutnya adalah planet-planet yang diyakini terkait dengan berbagai elemen sebagaimana telah disebutkan di atas. Sebagai contoh, Mars terkait elemen Api; Yupiter terkait elemen Kayu; dan lain sebagainya.
.
Elemen-elemen ini melambangkan berbagai aspek kehidupan. Penjelasannya agak rumit sehingga tidak akan ditampilkan pada artikel ini. Namun intinya adalah, setiap makhluk dan aspek kehidupan apa pun merupakan penggabungan dan penguraian elemen-elemen yang berlangsung terus menerus. Dengan demikian, tidak ada yang kekal. Ada penggabungan akan ada penguraian; Penggabungan hanya mungkin terjadi karena ada penguraian. Demikianlah berlangsung terus menerus. Melalui perenungan prinsip ini secara seksama, kita menyadari bahwa segala sesuatu tidak ada yang kekal dan akan senantiasa berubah. Ternyata hal ini juga sejalan dengan ilmu fisika. Energi senantiasa berubah dari satu bentuk energi ke bentuk energi lainnya. Jadi kita boleh mengatakan bahwa dengan menyusun model alam semesta, kita secara tidak langsung telah mempelajari ilmu fisika.
.
Ternyata pandangan altar selaku model alam semesta tidak hanya dikenal di dunia Timur saja. Di Yunani, alam semesta dipandang sebagai bentuk geometri dan angka (numerologi). Hal ini nampak ajaran Pythagoras, salah seorang ahli filsafat dan matematika, terkemuka. Warisan Phythagoras yang terkenal adalah teoremanya terkait segitiga siku-siku. Altar di Yunani kuno dibangun berdasarkan kaidah-kaidah ukuran dan bentuk-bentuk geometri tertentu; dimana prinsip semacam itu juga tidak asing pada mandala Buddhisme Tibet. Tidak berbeda dengan dunia Timur, tradisi di Barat juga mengenal pelafalan mantra-mantra, penggunaan numerologi tertentu, dan pengetahuan rahasia terkait bintang beserta planet.
.
Berdasarkan data-data di atas, kita dapat menyimpulkan adanya suatu benang merah atau keterkaitan antara tradisi spiritual Barat dan Timur. Terdapat suatu prinsip universal yang melatar belakangi segala sesuatu. Demikianlah sekilas pengenalan kita mengenai makna altar.
.
Artikel menarik lainnya mengenai ramalan, Astrologi, Fengshui, Bazi, Ziweidoushu, dan lain-lain silakan kunjungi: https://www.facebook.com/groups/339499392807581/ . . . .
PERHATIAN: Sebagai tambahan, saya tidak memberikan analisa atau konsultasi gratis. Saya sering menerima email atau message yang meminta analisa gratis. Ini adalah sesuatu yang sia-sia dan juga sangat mengganggu saya. Jika ingin berkonsultasi atau saya analisa, maka itu berbayar. Oleh karenanya, jika Anda ingin analisa atau konsultasi gratis maka mohon agar tidak menghubungi saya. Demikian harap maklum.