Sabtu, 31 Desember 2016

URAIAN SINGKAT TENTANG KRISIS DI UKRAINA

URAIAN SINGKAT TENTANG KRISIS DI UKRAINA
.
Ivan Taniputera.
19 Januari 2017.
.



.
Ukraina adalah adalah salah satu negara di Eropa Timur yang terancam krisis perpecahan atau separatisme serius. Selain itu, tarik-menarik antara kubu Eropa Barat dan Rusia juga turut memperkeruh suasana. Akar dari perpecahan itu adalah terbaginya Ukraina menjadi dua kawasan, yakni barat dan timur. Bagian barat dihuni oleh mayoritas etnis Ukraina, sedangkan bagian timur didiami sebagian besar oleh etnis Rusia. Etnis Rusia menginginkan ikatan yang kuat atau penggabungan dengan Rusia.
.


Krisis ini juga dipicu oleh tarik menarik antara kubu-kubu yang saling berlawanan; yakni Uni Eropa dan Uni Ekonomi Eurasia (Eurasian Economic Union)-perserikatan yang dibentuk oleh Rusia guna menandingi Uni Eropa; serta secara militer antara NATO dan Rusia .
.
Jikalau Ukraina menjadi anggota NATO, maka Amerika Serikat akan berhak menempatkan pasukannya di daerah perbatasan dengan Rusia, dimana hal ini tentu saja tidak dikehendaki Rusia. Krisis diawali saat Viktor Yanukovych yang pro Rusia terpilih sebagai presiden pada tahun 2010 mengalahkan Yulia Tymoshenko. Yanukovych memperoleh kemenangan di kawasan timur yang sebagian besar dihuni etnis Rusia; sebaliknya Tymoshenko menang di bagian barat Ukraina, yang kebanyakan didiami etnis Ukraina. Ketika itu, masyarakat Ukraina terbelah antara yang menghendaki bergabung dengan Uni Eropa dan memperkuat ikatannya dengan Rusia. Presiden Yanukovych 21 November 2013 membatalkan perjanjian ikatan dengan Uni Eropa. Para pendukung Uni Eropa yang disebut “Euromaiden” menjadi marah dan menggelar aksi unjuk rasa. Unjuk rasa berubah menjadi kerusuhan yang akhirnya berhasil menyingkirkan Yanukovych pada tanggal 22 Februari 2014.
.
Tersingkirnya Yanukovych membangkitkan serangkaian gelombang unjuk rasa di kawasan timur Ukraina yang pro Rusia, seperti Crimea, dan kota-kota seperti Luhanks, Donetsk, Kharkiv, dan Odessa. Gelombang unjuk rasa ini mengundang kehadiran pasukan tanpa seragam Rusia ke Crimea semenjak tanggal 26 Februari 2014. Dengan demikian, Rusia telah secara diam-diam mendukung aksi warga Crimea. Mereka mendukung para pengunjuk rasa yang menghendaki penggabungan dengan Rusia. Pada tanggal 27 Februari 2014, gedung parlemen di Crimea berhasil didukuki oleh para pengunjuk rasa yang didukung angkatan bersenjata Rusia. Bendera Rusia dikibarkan di atasnya dan diumumkan akan segera diadakan referendum, guna memilih apakah kawasan tersebut tetap bertahan sebagai bagian Ukraina atau bergabung dengan Rusia. Referendum digelar pada tanggal 16 Maret 2014 dan dimenangkan secara telak oleh mereka yang menghendaki penggabungan dengan Rusia. Kendati demikian, terdapat pihak-pihak yang menganggap referendum itu tidak sah. Dua hari kemudian atau tepatnya tanggal 18 Maret 2014, pasukan Rusia dikirim guna menduduki Crimea.
.
Pascapendudukan ini pecah kerusuhan di kawasan Luhansk dan Donetsk, yang masyarakatnya menghendaki pula penggabungan dengan Rusia. Angkaran perang Ukraina segera diturunkan untuk mengatasi gerakan separatis tersebut. Sementara itu, angkatan bersenjata Rusia juga dikirim memasuki daerah sengketa guna membantu kaum separatis. Pecah perang sipil yang menewaskan ribuan orang. Gencatan senjata berhasil ditanda-tangani pada tanggal 12 Februari 2015. Kendati demikian, belum dapat menghasilkan suatu perdamaian yang mantap. Dengan kata lain, kawasan ini sewaktu-waktu masih dapat bergolak lagi.
.