MENGAPA KITA HENDAKNYA TAKUT BERBUAT JAHAT?
Artikel Dharma ke-34, Agustus 2013
Ivan Taniputera
26 Agustus 2013
Saya
akan membuka renungan kali ini dengan meriwayatkan pengalaman saya yang
sungguh-sungguh terjadi di Jerman dan beberapa kisah ilustrasi. Sewaktu
kuliah di Jerman, seorang teman menceritakan bahwa asrama-asrama
mahasiswa (Studentenwohnheim) di sana enggan menerima mahasiswa
yang berasal dari suatu negara tertentu. Penyebabnya adalah mahasiswa
yang berasal dari negara tersebut, sewaktu ke luar dari asrama begitu
kuliahnya selesai akan menjual seluruh barang-barang milik asrama. Jadi
saat masuk, fasilitas dan peralatan di kamar asrama, seperti kompor,
lemari es, dan lain-lain, masih tersedia lengkap; namun sewaktu
mahasiswa asal negara tersebut ke luar, seluruh fasilitas dan
perlengkapan di kamar sewaannya itu akan licin tandas. Itulah sebabnya,
mereka enggan menerima penyewa kamar asal negara itu. Dari kasus ini,
kita mendapati bahwa, meski mahasiswa yang mencuri barang-barang asrama
nampaknya "hanya" melakukan tindakan pencurian, namun ia sesungguhnya
telah merugikan banyak orang; yakni para mahasiswa senegaranya yang
jujur dan sungguh-sungguh membutuhkan kamar. Dengan demikian, buah karma
buruknya akan terus berakumulasi dari tahun ke tahun dan entah sampai
kapan. Tentu dampaknya akan sangat mengerikan di masa mendatang.
Selanjutnya
terdapat kisah ilustrasi, mengenai dua orang karyawan di sebuah
perusahaan. Salah seorang karyawan gemar beramal dan juga merupakan
sosok yang rajin serta jujur. Oleh karenanya, ia akan dipromosikan ke
jabatan lebih tinggi. Karyawan yang satu memiliki rasa iri dan berupaya
menjelek-jelekkan karyawan jujur tersebut. Akibatnya, sang karyawan
jujur tidak jadi dipromosikan. Dalam kasus ini, karyawan jahat
seolah-olah hanya melakukan perbuatan buruk pada satu orang saja. Tetapi
tanpa disadarinya, buah perbuatan buruknya akan terus berkembang dan
terakumulasi. Jika sang karyawan yang baik mendapatkan kenaikan gaji,
ia setiap tahunnya dapat menyantuni lebih banyak orang. Ia mungkin
dapat menjadi orang tua asuh bagi semakin banyak anak yatim. Jadi, tanpa
disadari, karyawan jahat itu telah melakukan perbuatan buruk pada
banyak orang, dan bukan hanya satu.
Seseorang yang
mengarang cerita porno atau bertentangan dengan kesusilaan, hendaknya
menyadari bahwa selama cerita karangannya itu masih beredar di muka
bumi, ia akan terus mendapatkan buah karmanya.
Ilustrasi
lain adalah orang yang membangun jembatan demi kepentingan banyak
orang. Buah perbuatan bajiknya juga akan terus terakumulasi, selama
jembatan itu masih ada.
Sutra Salistamba juga
mengungkapkan bahwa salah satu sifat karma adalah laksana benih yang
dapat terus berkembang menjadi semakin banyak. Anehnya banyak orang di
zaman sekarang tidak lagi merasa takut pada karma buruk. Padahal jika
mereka melakukan keburukan, kemungkinan tanpa disadari dampaknya akan
terus bergulir laksana bola salju, tanpa dapat kita kendalikan lagi.
Setelah merenungkan artikel ini, kita memahami mengapa kita hendaknya tidak melakukan perbuatan buruk.