PERTIKAIAN SEKTARIAN
Artikel Dharma ke-3, Agustus 2013
Ivan Taniputera
2 Agustus 2013
Renungan ini saya ambil dari Sutra Seratus Perumpamaan (Baiyujing).
Alkisah terdapat seorang guru yang memiliki dua orang murid. Kedua
orang murid sering saling iri satu sama lain. Guru ini sudah sangat tua
dan kedua kakinya sering sakit, sehingga kedua orang murid itu kerap
diminta memijat kaki gurunya. Suatu kali kedua orang siswa ini sedang
bersama-sama memijat kaki gurunya. Setelah selesai memijit, salah
seorang siswa meninggalkan ruangan guna mengerjakan suatu keperluan
lainnya. Siswa yang masih tinggal bersama gurunya itu timbul pikiran
buruk dan ia mengambil sebuah batu guna mematahkan kaki yang telah
dipijat saudara seperguruannya tersebut. Sewaktu saudara seperguruan itu
kembali, ia menyaksikan bahwa kaki guru yang tadi dipijatnya telah
dipatahkan oleh sang siswa, sehingga bangkit amarahnya. Ia lantas
mengambil tongkat guna mematahkan pula kaki yang dipijat oleh siswa yang
tak ke luar ruangan tadi. Akibatnya kini kedua kaki guru mereka patah.
Kisah ini menggambarkan perselisihan sektarian yang melanda berbagai agama. Masing-masing penganut sekte saling menjelekkan ajaran sekte lainnya, padahal semuanya mengaku sebagai pewaris ajaran guru yang sama. Mereka saling menjelekkan dan menyerang, sehingga akhirnya yang rusak adalah ajaran sang guru secara keseluruhan. Dalam Agama Buddha, kedua siswa itu dapat melambangkan penganut aliran Theravada dan Mahayana. Penganut Theravada menjelekkan pustaka suci Mahayana. Sebaliknya penganut Mahayana merendahkan pustaka suci Theravada. Akibatnya kedua pustaka suci menjadi rusak.
Meskipun diambil dari kepustakaan Buddhis, namun sebenarnya renungan di atas bersifat universal. Pertikaian sektarian dapat merusak dan menghancurkan sendi-sendi kemasyarakatan. Perseteruan ini dapat mengorbankan banyak jiwa dan menumpahkan darah orang-orang tak bersalah.
Marilah kita menghentikan segenap pertikaian sektarian dan hidup berlandaskan toleransi serta semangat cinta kasih universal. Dengan demikian, dunia kita akan menjadi damai. Tidak ada yang menang dalam pertikaian sektarian. Semuanya akan mengalami penderitaan dan kerugian.
Kisah ini menggambarkan perselisihan sektarian yang melanda berbagai agama. Masing-masing penganut sekte saling menjelekkan ajaran sekte lainnya, padahal semuanya mengaku sebagai pewaris ajaran guru yang sama. Mereka saling menjelekkan dan menyerang, sehingga akhirnya yang rusak adalah ajaran sang guru secara keseluruhan. Dalam Agama Buddha, kedua siswa itu dapat melambangkan penganut aliran Theravada dan Mahayana. Penganut Theravada menjelekkan pustaka suci Mahayana. Sebaliknya penganut Mahayana merendahkan pustaka suci Theravada. Akibatnya kedua pustaka suci menjadi rusak.
Meskipun diambil dari kepustakaan Buddhis, namun sebenarnya renungan di atas bersifat universal. Pertikaian sektarian dapat merusak dan menghancurkan sendi-sendi kemasyarakatan. Perseteruan ini dapat mengorbankan banyak jiwa dan menumpahkan darah orang-orang tak bersalah.
Marilah kita menghentikan segenap pertikaian sektarian dan hidup berlandaskan toleransi serta semangat cinta kasih universal. Dengan demikian, dunia kita akan menjadi damai. Tidak ada yang menang dalam pertikaian sektarian. Semuanya akan mengalami penderitaan dan kerugian.