SEKELUMIT SEJARAH AGAMA BUDDHA DI JERMAN
Artikel Dharma ke-25, Agustus 2013
Ivan Taniputera
15 Agustus 2013
Saya
mengenal Agama Buddha semasa kuliah di Jerman. Kebetulan vihara pertama
yang saya kunjungi di Berlin adalah Buddhistisches Haus yang terletak
di kawasan Frohnau, sebelah utara Berlin. Artikel Dharma ke-25 ini saya
dedikasikan bagi Dr. Paul Dahlke (1865-1928), yang merupakan pendiri
Buddhistisches Haus. Beliau merupakan salah seorang perintis bagi
perkembangan Agama Buddha di Jerman. Dr. Paul Dahlke dilahirkan pada
tanggal 25 Januari 1865 di Osterode, Prusia Timur. Kini kawasan ini
tidak lagi menjadi wilayah Jerman, karena Prusia Timur diserahkan pada
Polandia sebagai akibat kekalahan Jerman pada Perang Dunia II.
Semasa kecil, Dr. Paul Dahlke banyak merasakan pahit getirnya kehidupan. Ayahnya adalah seorang pegawai sipil dengan gaji kecil yang harus menghidupi banyak anaknya. Meskipun demikian, Beliau dapat menyelesaikan pendidikannya sebagai dokter. Beliau lantas mengambil spesialis homeopati. Kemampuan Beliau dalam menyembuhkan pasiennya menjadi tersohor, sehingga reputasi Beliau dikenal di mana-mana.
Kendati demikian, Dr. Dahlke masih merasa kurang puas terhadap hakikat kehidupan ini, dan ingin mengenal lebih jauh "hakikat segala sesuatu sebagaimana adanya." Pencarian spiritual ini membawa Beliau ke Srilanka pada tahun 1900, yakni berjumpa dengan Y.A. Bhikkhu Sri Sumangala Thera dari Vihara Maligakanda. Inilah perjumpaan pertama Dr. Dahlke dengan Agama Buddha. Setelah itu, Beliau kerap mengadakan perjalanan dari Jerman ke India.
Dr Dahlke memimpikan berdirinya sebuah pusat pengajaran Agama Buddha di Berlin. Akhirnya ia berkesempatan membeli sebidang tanah berhutan di kawasan Frohnau. Kendati demikian, Jerman mengalami kekalahan dalam Perang Dunia I, yang diikuti oleh inflasi besar-besaran. Itulah sebabnya, pembangunan Buddhistisches Haus menjadi terhambat. Dr. Dahlke bekerja keras mengumpulkan uang melalui praktiknya demi terselesaikannya bangunan tersebut.
Pada tahun 1924, bangunannya sebagian besar sudah selesai, sehingga dapat dipergunakan. Kerja keras tersebut menguras kesehatan Dr. Dahlke, sehingga Beliau wafat pada tahun 1928. Namun perjuangan keras Dr. Dahlke ini dapat dirasakan hingga sekarang.
Waktu pertama kali mengunjungi tempat ini, saya merasakan bahwa tempatnya sungguh indah. Terdapat anak tangga dari pintu gerbang bergaya Maurya-nya menuju ke bangunan utama, sehingga menyerupai biara Shaolin yang saya tonton di film-film. Buddhistisches Haus yang ada di Frohnau ini setiap hari Minggu secara rutin mengadakan ceramah Agama Buddha. Selain itu, terdapat pula perpustakaan dan tempat meditasi yang tenang. Lingkungan sekitarnya yang berpanorama indah sangat mendukung sekali dalam pencarian ketenangan beserta makna hidup.
Demikianlah, semoga kita dapat meneladani kegigihan Dr. Paul Dahlke.
Semoga bermanfaat.
Semasa kecil, Dr. Paul Dahlke banyak merasakan pahit getirnya kehidupan. Ayahnya adalah seorang pegawai sipil dengan gaji kecil yang harus menghidupi banyak anaknya. Meskipun demikian, Beliau dapat menyelesaikan pendidikannya sebagai dokter. Beliau lantas mengambil spesialis homeopati. Kemampuan Beliau dalam menyembuhkan pasiennya menjadi tersohor, sehingga reputasi Beliau dikenal di mana-mana.
Kendati demikian, Dr. Dahlke masih merasa kurang puas terhadap hakikat kehidupan ini, dan ingin mengenal lebih jauh "hakikat segala sesuatu sebagaimana adanya." Pencarian spiritual ini membawa Beliau ke Srilanka pada tahun 1900, yakni berjumpa dengan Y.A. Bhikkhu Sri Sumangala Thera dari Vihara Maligakanda. Inilah perjumpaan pertama Dr. Dahlke dengan Agama Buddha. Setelah itu, Beliau kerap mengadakan perjalanan dari Jerman ke India.
Dr Dahlke memimpikan berdirinya sebuah pusat pengajaran Agama Buddha di Berlin. Akhirnya ia berkesempatan membeli sebidang tanah berhutan di kawasan Frohnau. Kendati demikian, Jerman mengalami kekalahan dalam Perang Dunia I, yang diikuti oleh inflasi besar-besaran. Itulah sebabnya, pembangunan Buddhistisches Haus menjadi terhambat. Dr. Dahlke bekerja keras mengumpulkan uang melalui praktiknya demi terselesaikannya bangunan tersebut.
Pada tahun 1924, bangunannya sebagian besar sudah selesai, sehingga dapat dipergunakan. Kerja keras tersebut menguras kesehatan Dr. Dahlke, sehingga Beliau wafat pada tahun 1928. Namun perjuangan keras Dr. Dahlke ini dapat dirasakan hingga sekarang.
Waktu pertama kali mengunjungi tempat ini, saya merasakan bahwa tempatnya sungguh indah. Terdapat anak tangga dari pintu gerbang bergaya Maurya-nya menuju ke bangunan utama, sehingga menyerupai biara Shaolin yang saya tonton di film-film. Buddhistisches Haus yang ada di Frohnau ini setiap hari Minggu secara rutin mengadakan ceramah Agama Buddha. Selain itu, terdapat pula perpustakaan dan tempat meditasi yang tenang. Lingkungan sekitarnya yang berpanorama indah sangat mendukung sekali dalam pencarian ketenangan beserta makna hidup.
Demikianlah, semoga kita dapat meneladani kegigihan Dr. Paul Dahlke.
Semoga bermanfaat.