MERDEKA
Artikel Dharma ke-26, Agustus 2013
Ivan Taniputera
17 Agustus 2013
Hari
ini negara kita merayakan hari Proklamasi Kemerdekaan yang ke-68. Oleh
karenanya artikel Dharma ke-26 ini akan didedikasikan guna merenungkan
mengenai kemerdekaan. Apakah kita sudah merdeka? Guna menjawab
pertanyaan tersebut, kita harus menanyakan lebih jauh merdeka dari apa?
Jika mencermati berita-berita dalam surat kabar belakangan ini, kita
merasakan kengerian terhadap beragam tindak kejahatan yang tak
segan-segan lagi melukai atau bahkan membunuh korbannya. Kita mendapati
berita mengenai tragedi kemanusiaan yang berkecamuk di berbagai belahan
dunia, seolah-olah nyawa manusia telah menjadi sedemikian tak
berharganya.
Kita menyadari betapa rapuhnya
kehidupan ini. Mungkin dalam batin kita timbul pula rasa takut, terutama
oleh maraknya aksi kejahatan dewasa ini. Oleh karenanya, kita segera
menyadari bahwa kita belum bebas dari rasa takut. Kita juga masih belum
bebas dari ketidak-bahagiaan. Segala sesuatu yang ada di muka bumi ini
tidak ada yang benar-benar memuaskan. Demikianlah banyak hal-hal lain
yang masih membelenggu kita, sehingga batin kita tidak merasakan
kebebasan sejati. Inilah yang disebut dukkha dalam Agama Buddha.
Jika
merenungkan lebih jauh, segenap kejahatan itu berakar dari tiga hal,
yakni keserakahan, kebencian, dan pandangan salah. Ketiga hal ini,
selaku akar kejahatan merupakah musabab ketidak-bahagiaan umat manusia.
Dengan demikian, akar musabab "keterjajahan" umat manusia adalah tiga
akar kejahatan ini. Guna mengatasinya, kita harus menerapkan penawar
bagi ketiga-akar kejahatan tersebut. Bagaimana caranya? Jawabnya sangat
sederhana:
1. Guna menawarkan keserakahan, terapkanlah ketidak-serakahan.
2. Guna menawarkan kebencian, terapkanlah ketidak-bencian.
3. Guna menawarkan pandangan salah, carilah kebijaksanaan.
Solusi
ini memang terdengar sederhana, sehingga banyak orang meremehkannya,
"Ah, kalau itu saja saya juga tahu." Meskipun demikian, dapatkah Anda
melaksanakannya? Terkadang teramat sulit bagi kita menyirnakan ketiga
akar kejahatan tersebut. Sebagai contoh terdapat kasus seseorang yang
begitu gila belanja (shopaholic), sehingga harus mengunjungi psikiater
atau ahli ilmu kejiwaan. Keserakahannya tersebut telah menjadi demikian
akut, sehingga harus meminta pertolongan pakar demi menyembuhkannya.
Banyak
orang yang dilanda kebencian karena fanatisme terhadap suatu keyakinan
atau ideologi, sehingga terdorong menghabisi nyawa orang-orang yang tak
sepaham dengannya. Pola pemikiran penuh kebencian yang dilandasi
fanatisme membuta seperti ini, juga sangat sulit disirnakan. Belum lagi
beragam pandangan salah yang bercokol dalam benak umat manusia, sehingga
merugikan sesama manusia dan mengancam kelangsungan planet Bumi ini.
Demi
mengatasi pandangan salah, kita harus terus menerus belajar, janganlah
melekat atau merasa puas dengan seluruh paham atau pengetahuan yang
telah kita miliki. Melekat pada sebuah paham atau pemikiran pada
akhirnya akan membuahkan fanatisme membuta. Kita hendaknya terus terbuka
pada hal-hal dan pengetahuan baru, tanpa harus terpengaruh atau melekat
padanya.
Marilah kita terus-menerus memerdekakan diri
kita dari keserakahan, kebencian, dan pandangan salah. Marilah kita
mulai dari diri kita sendiri terlebih dahulu.
Semoga bermanfaat. SALAM MERDEKA!